satu

162K 6.1K 151
                                    

Ini karya lama sekaligus yg pertama, aku fublish ulang buat kenang-kenangan. Gatau masih ada yg inget cerita ini atau ngga hahaha. Ini belum di revisi ya guys, alurnya masih berantakan. Aku males hahaha.




Zara Geonita, sosok ceria yang selalu aktif dalam hal apapun. tahun ini dirinya menginjak usia 17 tahun dan sebentar lagi dirinya akan memasuki sekolah baru, sekolah dimana ia akan kembali mengulang perkenalan dengan orang asing.

Kepindahannya selama seminggu di kota baru mampu membuatnya merasa jauh lebih nyaman, suasana komplek yang begitu indah serta tetangga yang ramah membuat Zara semakin betah di rumah barunya.

Semenjak orang tuanya bercerai ,Ibunya memilih menikah lagi dan sang Ayah yang entah kemana mampu membuat hancur hatinya, tapi tidak apa. Zara bisa mengatasi nya, lagian dia sudah dewasa bukan? Mengurus diri bukan hal sulit baginya. kini gadis itu memilih pindah rumah untuk membuka lembaran hidup yang baru.

Masalah ekonomi Zara beruntung karena masih mempunyai Abang yang mau membiayainya, keduanya selalu akur setiap saat, meskipun kini tak tinggal serumah namun sang kakak tidak akan telat untuk mentransfer uang sebulan sekali pada Zara.

Sore ini gerimis turun agak lama, Zara yang tengah duduk di teras mengusap perutnya yang kelaparan. Ia menghela nafas menatap tetesan air yang tak kunjung reda.

"Pengen cilok," Ujarnya yang menatap genangan air di depannya.

"Tapi gerimis kaya gini ada yang jualan gak ya? Lagian udah mulai sore." lanjutnya yang kemudian berdiri, ia menghampiri tetesan air di depannya, tangannya naik menampung air yang turun dari langit.

Pandangan nya beralih menatap sepeda yang tersandar di tembok rumahnya, senyum terbit seketika di wajah cantiknya itu.

"Nyari dulu aja kali ya? Siapa tau ada, sekalian jalan jalan." Zara bergerak memasuki rumah, tak berselang lama gadis itu keluar dengan Hoodie yang sudah membalut tubuhnya, kepalanya sengaja ia cindungkan.

"Okee berangkatttt!" serunya yang kemudian mulai menggoes ke jalanan.

####

Satu kata yang Zara lontarkan saat mengunyah ciloknya tak jauh dari kata "Enak," Gadis itu terus mengulanginya di setiap kunyahan.

"Arghhhh enak banget gak kuattt!" untuk kesekian kalinya Zara memuji makanan yang tengah di kunyahnya itu.

Kini dirinya tengah duduk di pinggiran toko yang menyediakan bangku di depannya, Zara menatap tetesan hujan yang mulai mereda, tadi saat menuju rumah hujan menjadi lebat sehingga mengharuskan Zara untuk berteduh.

"Tinggal gerimisnya aja, aku trobos aja deh dari pada nanti kemaleman." Katanya lalu membuang bungkus cilok yang sudah habis ke tempat sampah di sampingnya.

Di perjalanan gadis itu terus menatap takjub pada langit yang menampakan sang senja di iringi tetesan gerimis yang menambah kesan tenang tersendiri bagi Zara.

Banyak orang yang berlalu lalang memakai payung di jalanan, Zara tak hentinya bertegur sapa, meski tak saling kenal, menjadi ramah bukan hal yang salah bukan?

Tepat saat mencapai jembatan yang lumayan besar Zara membulatkan matanya saat melihat seorang lelaki yang hendak terjun dari sana, tak ada yang peduli pada lelaki itu meski jalanan kini tengah ramai.

"Jangan!!" Zara berteriak sekencang mungkin, namun lelaki itu tak mendengar nya.

Dengan gerakan kilat Zara langsung menjatuhkan sepedanya dan berlari sekencang mungkin kemudian memeluk lelaki itu dari belakang.

Badannya begitu tinggi sampai memeluknya saja Zara merasa sangat kecil.

"Jangan lakuin hal bodoh kaya gitu!!!" Bentak Zara yang kini sudah menangis, Ia jadi teringat momen dimana kakak laki lakinya hendak bunuh diri dengan cara terjun dari jembatan.

Lelaki itu mendadak terdiam, ia menunduk menatap tangan mungil yang melilit pinggangnya.

Perlahan Zara melepaskan pelukannya, dengan tangis yang belum mereda gadis itu menarik tangan lelaki tadi agar menghadapnya.

Satu hal yang Zara rasakan saat menatap wajah nya yaitu 'kaget'. Ia kaget saat melihat wajah tampan dari lelaki itu memiliki banyak lebam serta darah yang mengucur di kening nya, Zara menutup mulutnya yang menganga, tangis nya semakin pecah.
"Kamu luka!" histeris Zara yang kelimpungan menatap sekitar.

Lelaki di depan nya hanya diam tak berkutik, matanya menatap sayu pada Zara yang tengah menangis.

"Sakit," Gumam lelaki itu dengan suara serak.

Zara mendongak, menatap lelaki di depannya dengan iba.

"Aku obatin," Setelah mengatakan hal tersebut tanpa aba aba Zara langsung menarik lelaki itu menuju sepedanya.

"Naik." Titah Zara, namun lelaki itu hanya terdiam.

"Kamu gak denger?! Darah kamu masih ngalir kalo gak cepet di obatin nanti kenapa napa!!" Zara kesal, lebih tepatnya ia panik, tangisnya masih belum mereda.

Lelaki itu masih terdiam menatap Zara, kemudian ia akhirnya menurut dan naik di boncengan belakang sepeda.

"Berat!" Keluh Zara yang berusaha menggoes sepedanya. Lelaki itu terkekeh pelan, kemudian ia menggerakan kakinya ke aspal untuk membantu melajukan sepeda.

####

"Selesai!" Zara menatap hasil karya nya dengan puas, ia tersenyum manis sampai membuat lelaki di depannya itu ikut menyunggingkan senyum tipis.

"Lain kali jangan berantem lagi ya," Zara berbicara sembari fokus menata kembali kotak P3 nya, ia kemudian beranjak menyimpan kotak tersebut ke tempat asalnya.

Lelaki tadi tak juga mengalih kan fokusnya pada Zara, ia tersenyum tipis kala Zara kembali mendudukan diri di hadapannya.

Keduanya saling tatap untuk waktu yang lama, tanpa sadar Zara menghembuskan nafas pelan. Tangannya bergerak membebarkan rambut yang menutupi perban di kepala lelaki itu.

"Hati aku sakit ngeliat kamu kaya gitu tadi." Ujar Zara sesudah merapikan rambut, tatapan lelaki di depannya semakin lekat.

"Kenapa?" tanya lekaki itu setelah beberapa menit baru berbicara. Zara menaikan kedua bahunya. "Aku orangnya gak tegaan, gak kuat liat orang kesakitan." Jelasnya kemudian balik menatap lelaki itu.

"Nama kamu siapa?" Zara bertanya.

"Devano," Jawabnya yang membuat Zara mengangguk.

"Biasa di panggil apa?"

Lelaki itu berkedip, kemudian menjawab. "Vano."

"Aku lebih suka manggil kamu Devan, gapapa kan?" Zara tersenyum saat mendapati Devan tersenyum sembari mengangguk.

"Aku Zara, btw aku blom ngasih kamu minum, sory ya aku oon Banget!" Ujar Zara merutuki kebodohannya, kemudian gadis itu langsung berdiri untuk mengambil minum.

"Oh iya, kamu udah makan?"

Devano menggeleng, Zara langsung tersenyum manis, "Oke aku buatin Makanan." Lanjut gadis itu yang kemudian melenggang ke dapur.

Di sisi lain Devano duduk anteng sembari menatap sekitar ruangan yang tak begitu besar, ia menundukan pandangannya dengan sesekali tersenyum.

ObsessionWhere stories live. Discover now