Empat belas

31.2K 1.7K 80
                                    

Turunnya gerimis membuat suasana di kamar tersebut menjadi lebih suram, hanya ada suara tetesan air serta hembusan nafas yang teratur dari seorang gadis. Cahaya yang meremang tak mampu membuat kecantikannya menurun, bibir ranum nya masih terlihat begitu indah. Jangan lupakan mata yang tertutup karena lelah.

Tangan lelaki itu terulur guna menyingkirkan helaian rambut yang menghalangi wajah cantik gadisnya, senyumnya tak pernah luntur di bibir lelaki itu hari-hari ini, katakan jika ia sangat bahagia. Bahagia karena akhirnya yang ia cintai bisa ia miliki sepenuhnya.

Devan tak akan pernah menyangka akan merasakan jatuh cinta seperti sekarang, ia sangat-sangat beruntung bisa memiliki Zara.

Walau sebagian ia merasa sedih karena gadis itu tak menerima sikap aslinya, Zara takut dengan dirinya. Namun anehnya itu juga membuat Devan sedikit merasa senang.

Semakin Zara ketakutan semakin besar keinginannya untuk mengikat Zara dengannya selamanya.

Ah Devan benar-benar bahagia.

Jarinya mengelus sudut bibir Zara yang sobek karena tamparannya, salahkan gadis itu yang tak mau menurut. Devan tak suka di bantah, apalagi keras kepala.

Terkadang ia juga sedikit menyesal telah menyakiti gadisnya, namun ia juga tidak bisa mengendalikan temperamennya.

Jika hal tersebut membuat Zara tetap bersamanya, Devan tak keberatan. Toh ia juga akan setia menyembuhkan luka yang ia beri pada gadis itu.

Pergerakan Devan membuat Zara terusik, gadis itu menggerakan kepalanya kemudian kedua bola mata itu terbuka.

Matanya masih sembab seperti kemarin sore.

"Mau makan?" tanya Devan.

Zara menggeleng, ia memejamkan matanya kembali karena kepalanya begitu pusing saat ini.

Devan tak memaksa kali ini, lelaki itu malah semakin mendekatkan Zara ke dalam dekapannya, mencium pucuk kepalanya penuh cinta.

Rasanya benar-benar menyenangkan, berdua seharian di atas kasur dengan gadisnya adalah nikmat yang tak terkira.

Meskipun begitu Devan sama sekali tidak menyentuh Zara lebih dalam, mungkin belum.

"pusing." Cicit Zara.

Tangan kanan yang tadinya mengusap punggung Zara kini beralih memijat kepala gadis itu dengan pelan, Zara terdiam. Sepertinya ia menikmati sentuhan yang Devan berikan.

Sampai akhirnya ketukan di pintu membuat pergerakan Devan terhenti. Lelaki itu menggeram marah.

"kamu tunggu dulu ya?" Katanya pada Zara yang masih memejamkan mata, wajahnya pucat saat ini.

Devan mengambil Vas bunga di nakas, berjalan ke arah pintu. Saat pintu terbuka lelaki itu langsung melemparkan Vas tadi namun yang hendak di lempar dengan sigap menyingkir dengan terkejut.

Devan menatap Vas yang hancur di lantai, kemudian tatapanya berubah nyalang saat menatap Leon.

Yang di tatap seperti itu menegang, meski ia sudah terbiasa dengan sikap anak bos nya ini namun tetap saja tak bisa menghilangkan ketakutannya.

"Tuan, ada yang ingin bertemu dengan anda. " Leon berusaha menyetabilkan nada suaranya dengan sopan, walaupun badan nya saat ini tengah gemetar.

"Saya sibuk!" Devan berkata dengan kasar.

Leon sampai bergidik di buatnya.

"anu tuan, dia mengaku teman dari tuan Vano, dan sekarang tengah duduk di ruang tamu menunggu anda. " Leon berkata dengan wajah menunduk.

ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang