Dua puluh

29.3K 1.4K 82
                                    


Darah menetes mengotori sprai.

Zara menegang.

  "Mau nyelakain aku,  hm?" Devan terkekeh, mendudukan diri. Tangannya mengusap darah yang mengalir di kening Zara.

"sakit?"

Zara tampak diam, tak bergerak sedikit pun.

Rencananya gagal.

"kamu ceroboh sayang." Devan bersuara sebelum akhirnya tertawa kencang.

"kamu mau aku mati?"

Zara berkedip,  kepalanya berdenyut nyeri.

"gimana kalo kita mati bareng aja?" tangan lelaki itu mengusap rahang Zara dengan telunjuknya.

Zara bergeming.

Bukan seperi ini ekspektasi nya.

"kamu harus di hukum, sayang."
Tangan Devan memilin surai rambut Zara, kemudian menariknya kencang.

Zara meringis.

"gimana kalo lanjut di kamar mandi?" lanjut lelaki itu dengan seringai di bibirnya.  Mendorong Zara dari atas badannya, kemudian turun dari kasur.

Tangannya mengobrak-abrik laci nakas.

Mata Zara membulat, Devan mengangkat sebuah cutter yang ia cari.

"ketemu." Devan berseru dengan cengiran menghiasi wajahnya.

Zara beringsut mundur, ia menggeleng ketakutan.

"Kamu kotor, sayang.  Bagaimana kalo kita mandi bareng?" Devan mendekat dengan senyum di bibirnya.

Zara semakin menggeleng histeris.

Devan merangkak naik ke kasur, tertawa pelan kemudian meraih kaki Zara.

Zara meronta saat itu juga.

"lepas!" gadis itu berteriak.

Devan semakin tertawa karenanya.

Zara semakin memberontak hingga cekalan tangan Devan di kakinya terlepas. Zara langsung turun dan berlari menuju pintu, persetan dengan dirinya yang bugil.

"sial!" Zara mengumpat kala pintu terkunci.

Ia hendak berbalik badan namun langsung menegang saat Devan berdiri di depannya.

Tersenyum manis,  sangat manis.

Zara menelan ludah.

Tanpa aba-aba ia langsung mendorong tubuh lelaki itu hingga terjengkang ke lantai.

Zara celingukan mencari benda untuk di jadikan senjata.

"hahaha." Devan tertawa dengan kedua tangannya yang menahan tubuh yang setengah terlentang itu.

Zara mundur.

Dilihat nya Devan yang mulai berdiri.

"Kamu nakal, Ra. " ia bergumam dengan jalan yang mulai mendekat, kemudian merapatkan tubuhnya dan mencium bibir Zara dengan paksa.

Zara mendorong tubuh Devan saat lelaki itu kembali menggigit bibirnya.

Dug.

Devan langsung menjedukkan kepala Zara ke pintu.

Zara bergeming.

Kepalanya semakin berat.

Bahkan saat Devan menamparnya pun ia hanya merasakan samar-samar.

Zara ambruk.

Devan berjongkok, membopong tubuh Zara dan membawanya ke dalam kamar mandi.

Lelaki itu merebahkan diri Bathub dengan Zara yang di rebahkan di atasnya.

####

Zara membuka matanya perlahan,  pandangannya sedikit memburam sebelum beberapa saat kemudian kembali jelas.  Di lihatnya sesosok punggung yang berdiri di depan.

Zara menggerakan kepalanya yang terasa berat.

  "udah bangun?" Suara itu membuat Zara meliriknya.

Zara menegang.

Ia bangkit dan langsung duduk.  Beringsut mundur saat Devan mendekat.

"nggak!  Nggak!!!!!!! " Zara menggeleng ketakutan.

Devan menaikan sebelah alisnya. Kemudian terus mendekat dan membawa Zara ke pelukannya.

"jangan takut, ada aku." Devan menangkup dagu Zara.

"mereka bisikin kamu ya?" tanya lelaki itu menatap manik mata Zara.

Zara meronta, ia turun dari kasur. Namun sedetik kemudian ambruk ke lantai. 

Zara menatap kakinya.

Di rantai.

Lalu kembali menatap Devan yang duduk anteng di kasur sambil melihatnya.

"jangan takut, Ra." ujarnya membuat Zara semakin menggeleng.

Gadis itu terus berusaha melepaskan rantai yang mengikat kakinya.

Zara melotot, baru sadar jika betisnya banyak bekas sayatan.

Di gulungnya celana hingga selutut.

Bekas sayatan itu benar-benar memenuhi kakinya.

Zara menatap dirinya di cermin panjang yang berada di sudut ruang.

Ia kini memakai baju Devan, kepalanya di perban dengan pipi yang tersayat di kiri dan kanan.

Zara seketika menutup telinganya,  ia menggeleng histeris.

Tidak. Ini bukan dirinya.

Zara yang sebelumnya adalah Zara yang periang dan baik-baik saja.

Ini bukan dirinya.

"Nggak!!!!" Zara berteriak histeris.

Devan di atas kasur tersenyum.

"mereka pengen deket sama kamu,  Ra. Mereka pengen hancurin kita hahaha." Devan berujar sembari tertawa. Merebahkan diri dengan tatapan menatap langit-langit kamar.

"mereka bilang kamu pembunuh, makanya kamu harus aku siksa. Aku gatau, Ra.  Mereka juga bilang papa pembunuh, bilang Deanda pembunuh,  dan semua orang itu pembunuh.  Mereka bilang kalian itu penyebab mama aku mati, Ra." Devan berkata panjang lebar,  melirik Zara yang menjambak rambutnya.

"padahal aku sendiri yang bunuh mama,  aku waktu itu marah sama mama,  aku rusakin barang-barang rumah. Mama nangis, Ra. Dia nelpon papa, tapi papa gamau dateng.  Terus aku bilang  gini.  'mama ga berguna,  mama mati aja.'  hahaha,  aku gak salah kan ngomong kaya gitu? Mama bentak aku, Ra.  Dia gak sayang aku cuma gegara aku mecahin Vas bunga." Devan berkata sendu,  masih menatap Zara yang kini berteriak histeris.

"aku seneng kamu rasain apa yang aku rasain." Devan beringsut dari kasur, memegang kedua tangan Zara yang tengah menjambak rambut dan tubuh yang bergetar.

"dengan begitu kita bisa hancur bareng-bareng." Devan mengecup kening Zara.

"harusnya kamu gak ngehalangin aku waktu itu, mungkin sekarang kamu baik-baik aja.  Tapi itu semua hanya hayalan semata,  karena sekarang kamu udah jadi dunia aku.  Kita bakal hidup sama-sama." Devan tersenyum bahagia, menarik Zara ke dalam dekapannya.





Tbc.

Ini pendek pren, nanti siang up dua part ye.

Kalo ada typo kasi tau ya.


ObsessionOnde histórias criam vida. Descubra agora