"Gak mau!" bantah Riri. "Lepasin atau Riri bakal teriak?!" ancam Riri berharap Gala takut dengan ancamannya.

Bukannya takut, Gala justru terkekeh remeh. "Nurut atau Abang lo gue gebukin sampe mampus?" ancam Gala balik.

Kedua tangan Riri mengepal kuat. Sumpah demi apapun, Riri paling benci dengan sikap Gala yang seperti sekarang. Gala memang baik, namun jika sudah marah, cowok itu benar-benar berbeda. Gala akan menunjukkan sisi lain dari dirinya.

"Cepet masuk!"

Riri menjauhkan badannya saat Gala memegang pundaknya.

Melihat reaksi Riri tersebut, satu sudut bibir Gala terangkat. Kepalanya mengangguk-angguk dengan tatapan yang tak teralihkan sedikitpun dari Riri.

"Oh, lo nantangin gue? Oke."

Riri melemparkan tatapan was-was melihat Gala mengambil ponsel dari saku celana. Cowok itu tampaknya benar-benar akan menghubungi seseorang yang Riri sendiri tidak tahu, entah siapa.

"Lo ada tugas malem ini," ucap Gala pada seseorang yang ia telfon.

Gala menatap Riri sebentar sebelum akhirnya melanjutkan perintahnya pada seseorang di seberang sana.

"Danis. Kafe Cempaka."

"Gala jang--"

"Pilihan ada di tangan lo. Ikut dan nurut sama gue, Abang lo aman. Tapi kalo lo ngebantah," Gala sengaja menggantungkan ucapannya sambil memainkan lidahnya di dalam mulut.

"Nyawa Abang tersayang lo taruhannya," lanjut Gala tersenyum smirk.

Riri menggeleng cepat. "Jangan apa-apain Bang Danis! Bawa Riri aja," pasrah gadis itu pada akhirnya.

Biar saja dirinya terlihat bodoh karena terlalu lemah untuk melawan Gala. Asal Danis aman, Riri rela melakukannya.

Gala tersenyum kemenangan. Pancingannya berhasil. Padahal tadi Gala tidak menghubungi siapa-siapa. Ia hanya berpura-pura menelpon seseorang untuk menakut-nakuti Riri. Gala tahu Riri itu polos dan mudah untuk ia kelabuhi. Maka dari itu, Gala sengaja melakukan hal tersebut.

"Riri!"

Keduanya menoleh. Danis, cowok itu keluar dari kafe dengan wajah panik dan menoleh ke sana ke mari untuk mencari keberadaan Riri.

"Masuk cepet!"

Setelah berhasil memasukkan Riri ke dalam mobil, Gala segera menyusul dan mengemudikan mobil keluar area kafe secepat mungkin.

Di sepanjang perjalanan, keduanya tidak ada yang membuka obrolan. Mereka sama-sama diam dalam keheningan dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Sesekali Riri terlihat mengusap air matanya yang mendesak ingin keluar. Entahlah, Riri hanya ingin menangis sekencang-kencangnya sekarang, saking kesalnya dengan sikap Gala yang seenaknya.

"Jangan nangis," ucap Gala menoleh ke Riri sebentar.

Riri tetap diam. Sama sekali tidak ada niatan untuk menanggapi ucapan Gala atau sekedar bertanya kemana Gala akan membawanya pergi.

Yang bisa Riri lakukan sekarang, hanya diam, menatap ke depan dengan tatapan kosong dan mata berkaca-kaca. Mau berpura-pura sibuk bermain ponsel pun, Riri lupa tidak membawa ponselnya. Ia meninggalkan ponselnya di meja kafe. Jadi, sepanjang perjalanan dengan keadaan secanggung ini, Riri hanya bisa menghabiskan waktunya untuk melamun. Sampai akhirnya gadis itu tertidur.

Gala tersenyum samar mendapati Riri tertidur pulas di sampingnya. Tangan cowok itu terulur ke samping. Menyentuh dan mengusap, kepala, dahi hingga pipi Riri dengan gerakan selembut mungkin.

BUCINABLE [END]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن