22

76 16 1
                                    

"Akhirnya sampai juga! Sialan, ini jalan ke gunung udah kaya jalan hidup aja yang susahnya minta ampun, mana sama-sama nanjak lagi. Coba aja dibangun lift, kan gak bakalan susah-susah buat naik!" Firza langsung menjatuhkan dirinya sendiri ke hamparan rumput luas khusus tempat kemping.

Pohon-pohon pinus tinggi hampir mengelilingi lapangan tempat yang biasa digunakan oleh orang-orang buat kemping. Jika berjalan beberapa meter ke depan pemandangan kota akan terlihat jelas. Berhubung semua orang sudah mager, jadi tidak ada yang berniat jalan ke depan untuk melihatnya. Soalnya sepanjang jalan jika membalikan badan pemandangan yang tak jauh berbeda bakalan kelihatan.

"Jika lo lupa, sekarang lo bapak dari anak-anak ini. Jadi mohon umpat - mengumpatnya disimpan terlebih dahulu! Lagian jangan ngadi-ngadi jadi orang, mana ada lift dibangun buat naik ke gunung." Azam menabok kepala Firza dengan cukup keras hingga membuat yang ditabok mengaduh kesakitan.

"Ya maaf, siapa tahu nanti pas masuk zaman futuristik ada orang yang ngide kaya gitu."

Habis menjawab Azam, Firza pundung. Dia menjauh dari Azam untuk memperhatikan para tihang kelas, Mark, Ale, Oktav, dan Arion memasangkan tenda yang sudah diunboxing dari tas Mark dan Ale. Tak lama Azam datang membantu mereka memasang tendanya.

Firza bagaimana? Tentu saja guru useless itu tengah duduk menyeduh coklat panas untuk dirinya sendiri sambil memperhatikan para siswa dan siswainya sibuk dalam kegiatan mereka.

Para sisiwi sedang menghidangkan cemilan dan minuman yang sudah mereka siapkan untuk para tihang yang baru saja selesai memasang tenda. Akira, Abas dan Orion baru balik entah dari mana membawa persediaan air bersih dan juga kayu bakar.

Sungguh sibuknya Firza, sibuk mengamati orang-orang.

"Pak sini!" panggil Arisa.

Firza menggelengkan kepala. Terlalu malas mengangkat bokongnya dari kursi berkaki rendah yang sedang dia duduki.

"Kalau istirahatnya udah! Kalian bebas main sana!"

"Iya pak!" Jawab anak-anak itu serentak.

***

Ale duduk sama Lila berduaan. Catat ya, gak asli berduaan. Jauh di belakang mereka ada Arisa dan Faza yang tengah asik mengamati mereka  sambil greget sendiri melihat keduanya pacaran.

Maklum jomblo jadi suka lihatin orang yang lagi mesra-mesraan.

"By, kok aku ngerasa kaya diawasi sama mereka ya!" Isyana menjatuhkan kepalanya ke bahu Ale yang lebar dan sandarabel jangan lupakan tangannya juga yang merangkul di tangan Ale. Mata ke duanya fokus melihat ke arah kota yang nampak kecil.

"Iya ih! para jomblowatinya pada ngeganggu!"

"Nah kan!"

"Udah ha malu! Aku pergi ya!"

Isyana melepaskan tangannya dari pinggang Ale kemudian menjauh dari  pergi meninggalkan kekasihnya sendirian.

"Hah? Kok udahan?" tanya Arisa ketika Isyana sudah ada di depannya.

"Malu, hehe!" Isyana tertawa.

Kedua gadis yang tadi menonton ternganga mendengar jawaban Isyana yang out of the box.

***

Hari sudah berubah menjadi malam. Suasana khas hutan di malam hari sudah terasa. Banyak hewan yang terdengar saling bersahutan dibarengi dengan udara yang makin terasa dingin.

"Dingin!" Ucap Lila sambil menggosok kedua tangannya.

Mark menyerahkan cangkir yang berisi susu jahe pada Lila agar gadis itu merasa hangat.

Kelas Siluman Where stories live. Discover now