10

143 33 7
                                    

"Yo, minggu depan ulangan tengah semester, semangat!"

Kelas mendadak sepi.

"Apa!!!" Sepi itu hanya tahan sebentar, di detik berikutnya semua orang berteriak sekuat tenaga melampiaskan kekesalan akan hal yang dinamakan ulangan.

Tentu saja, tak ada orang yang suka dengan ulangan. Apalagi untuk kelas yang dikenal kelas buangan di mana nilai rata-rata mereka jauh dari standar SMA Daun Jatuh yang terkenal sebagai sekolah terbaik di kota ini. Kecuali jika orang itu masokis, manusia yang menikmati kesengsaraan orang lain.

Nampaknya Firza termasuk ke dalam golongan orang masokis itu. Ia tertawa terbahak-bahak di atas penderitaan para siswanya yang masih shock mendengar berita yang tak kalah menakutkan dari berita dispatch tentang dating idol.

"Sekali lagi ganbatte, saya tunggu hasilnya. Oke, kalian boleh bubar." Mendengar itu para siswa langsung keluar dari kelas diikuti Firza dari belakang.

***

Di ruang guru Firza duduk di depan monitornya sambil menikmati secangkir kopi panas. Namun bedanya kini tak ada Azam di sampingnya karena pria itu sekarang sedang sibuk menge-print kertas-kertas soal buat ujian.

"Mereka berhasil gak ya? Kok gue jadi doki-doki," ucap Firza sambil mengecek soal-soal ujian Bahasa Indonesia yang sudah dibuatnya takut jika soal-soal yang dibuat terlalu sulit untuk dijawab, namun di sisi lain dia sangat yakin jika soal-soal itu sangat mudah hingga tak mungkin jika ada anak yang tak bisa menjawabnya.

Tiba-tiba seseorang datang dan duduk di samping Firza. Orang itu mendengar kekhawatiran Firza tentang soal yang dia buat untuk ulangan mengingat ini kali pertama dia membuat soal.

"Tenang aja, kalau anak-anak pada belajar pasti bisa menjawab soal dengan benar kok," jawab seorang wanita dengan lembut.

Sejenak Firza mengerutkan keningnya, kemudian langsung menoleh ke arah suara itu.

"Bu Naira? Sejak kapan ada di sini?" seru Firza dengan semangat.

Wanita yang dipanggil Naira itu tersenyum manis ke arahnya.

"Belum lama kok. Itu soalnya udah dibuat kan? Cepetan print pake printer yang ada di TU. Pak Azam masih ada di sana."

"Udah selesai kok. Oke, saya ngeprint soal dulu ya."

"Silakan."

Firza meninggalkan Naira untuk mencetak soal-soal ulangan untuk ujian yang akan digelar pada minggu depan.

***

Di perpustakaan Oktav bersama Akira duduk dengan setumpuk buku tebal yang ada di hadapan mereka. Tak lama, Zoya, Arisa dan Zara datang. Ketiganya duduk di bangku sebarang Oktav dan Akira.

Anak-anak itu datang ke perpustakaan untuk belajar mempersiapkan diri menghadapi ujian.

"Akira-chan, bangun woi!!" Teriak Arisa melempar kertas yang di gulung ke arah Akira yang tertidur.

Akira menggeliat. "Jangan panggil gue Akira-chan!"

Arisa tertawa melihat wajah baru bangun tidur Akira. Wajahnya yang sudah imut nampak makin imut. Apalagi dengan rambut sebahu Akira yang nyaris terurai karena ikatnya telah longgar.

"Kawaii! Insecure gue sama lo! Gue culik ya?" Arisa mulai gemas dengan bayi yang ada di seberangnya itu.

"Gak!" Kalimat dingin terucap dari Oktav. Arisa langsung salah tingkah. Ia mengambil buku lalu pura-pura fokus pada materi yang tak ia mengerti sama sekali.

"Mampus, kan kena lu, siapa suruh nyari masalah sama pawang si Akira. By the way, Akira, rambut lo rapihin, kalau gak gue takut lo bakalan diculik om-om karena nganggap Lu anak gadis!" Entah sejak kapan ada Abas di hadapan Akira. Ia memberi Akira dan Oktav minuman kalengan yang dibeli di kantin, tak lupa dengan ketiga gadis yang ada di seberang mereka sama-sama mendapatkan minuman gratis dari Abas.

"Tumben baik?" Tanya Zara penuh selidik.

"Jahat diomongin, baik diomongin, terus gue harus apa sayang?" gerutu Abas.

"Idih, panggil-panggil gue sayang,"

Abas yang baru membuka mulut untuk membalas perkataan Zara langsung diam ketika Zoya menatapnya dengan tatapan menusuk.

"Kalian mau belajar atau ngegosip? Kalau mau belajar, diam, jangan berisik!" Akhirnya kesabaran Zoya habis. Semua orang langsung diam lalu fokus pada materi yang tengah mereka pelajari untuk ulangan nanti. Meskipun, mereka tak benar-benar mengerti dengan materinya. Tapi yasudahlah, belajar bukan jalan ninja mereka.

***

Di suatu kamar dengan dipenuhi oleh aneka pernak-pernik Doraemon terdapat dua onggok manusia yang tengah berhadapan dengan buku mereka. Satu menjadi guru, satu lagi menjadi murid.

Si guru dengan sabarnya mengajari si murid materi yang dikiranya bakalan ada dalam materi ulangan, sedangkan si murid dengan cengonya ngangguk-ngangguk gak paham atas penjelasan si guru.

"Yon, lu ngerti gak apa yang gue jelasin?" Si guru, Arion bertanya pada sang murid Orion yang nampaknya semua sel di otaknya berkerja terlalu keras hingga asap tak kasat mata kini mengepul di kepalanya.

Begongnya menghilang. Ia menganggukkan kepala tanda mengerti. Namun, mata sang guru tak dapat dibohongi. Arion menutup buku mereka lalu meregangkan badan untuk menghilangkan rasa pegal yang mendera badannya.

Ini kali pertamanya belajar bareng dengan Orion. Oleh karena itu sebisa mungkin ia akan menjadi guru teladan untuknya.

"Istirahat dulu." Arion mengusap kepala Orion, Orion menurut lalu mereka membaringkan tubuh di lantai menatap langit-langit kamar larut dalam pikiran mereka masing-masing.

***

"Gais hari ini kita mau nongkrong di mana?" tanya Lila pada ketiga temannya: Ale, Mark, dan Lila.

Jauh berbeda dengan anak-anak lain yang memilih belajar sebelum ulangan, anak-anak itu lebih memilih untuk main karena percuma seberapa keras belajar hasilnya akan tetap sama: diremedial.

"Gue lihat ada kafe baru yang ada di pinggir mall. Gimana kalau kita ke sana aja?" saran Isyana yang tak sengaja melihat story Instagram salah satu teman online dia. Kafe baru yang nampak cozy sehingga cocok buat dijadiin tempat nongkrong sekaligus tempat foto-foto buat postingan Instagram.

"Boleh aja. Ayo!" Akhirnya tempat buat nongkrong di malam ini sudah ditemukan.

Segera anak-anak itu naik ke dalam mobil Ale dan berangkat menuju kafe.

Setibanya di kafe, anak-anak itu duduk di meja yang masih kosong mulai memesan kopi sekaligus foto-foto.

Satu jam berlalu, tak ada di antara mereka yang mengajak pulang. Semau masih asik dengan percakapan yang tak ada ujungnya, hingga mata Ale menagkap di pintu masuk ada Firza dan Azam yang memasuki cafe.

Dengan segera Ale memberitahu ketiga temannya untuk menutupi muka mereka agar tidak diketahui oleh kedua guru itu.

"Guys, ada Pak Firza sama Pak Azam. Ayo cabut," saran Ale.

Anak-anak itu langsung mengendap-endap keluar dari kafe, namun sialanya lupa jika belum membayar hingga diteriaki oleh salah satu pelayan.

"Hei! Kalian belum membayar!"

"Sialan!" maki Mark.

Firza dan Azam sontak melihat ke arah anak-anak itu lalu menggelengkan kepala. Mark tersenyum ke arah Firza, namun tak dibalas oleh Firza. Guru itu malah memilih untuk memalingkan wajahnya.

"Gue gak kenal," ucap Firza sambil menyeruput matchanya.

***

Senin 22 November 2021
17.18
Have a nice day
See you :)

Kelas Siluman Where stories live. Discover now