4. I'am Jealous, Boy's - Part A

Start from the beginning
                                    

Astaga, aku baru ingat, ini masih di jam pelajaran fisika dengan Bu Veronica yang ku tau beliau sangat killer. Buktinya saja sebuah penghapus berhasil dilemparnya tepat mengenai kepalaku. Hitung-hitung hadiah mungkin karena aku tertidur di jamnya. Hah? Tertidur? Jadi itu tadi hanya mimpi?

"Lo sih tidur, kan udah gue bilang, jangan berulah di pelajaran Bu Veronica. Gini deh akibatnya." Omel Heni padaku yang tepat duduk disampingku. Ya, ia teman sebangkuku juga.

Aku menelan salivaku cepat-cepat. Aku bisa membayangkan bahwa setelah ini aku akan mendapatkan kasus dan Oma akan dipanggil kesekolah. Ah aku tak mau hal itu terjadi.

"Sudah pintar kamu sampai berani tidur di jam pelajaran saya?" Suara Bu Veronica yang tegas berhasil membuyarkan lamunanku, selalu berhasil ya nih guru. Hebat.

"Ma..Ma..Maaf, Bu. Saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi." Aku mengiba, ku harap dengan begini, Bu Veronica akan memaafkanku.

"Cuci muka, sana!" Perintahnya. Aku beranjak dari tempatku duduk, melewati barisan bangku dan tentunya Bu Veronica, "Permisi, Bu." Pamitku sebelum benar-benar pergi meninggalkan kelas.

***
Aku menghidupkan keran air di wastafel toilet sekolah. Hanya terdengar suara air mengalir. Aku segera membasuh wajahku dan sesekali melihat ke kaca yang terpampang di depan ku. Aku menatap dalam-dalam wajahku, mengamati setiap bentuk wajah yang Tuhan ciptakan untukku.

Memang benar, aku tak secantik gadis-gadis yang berada di dekat Vano yang famous itu. Inilah penyebab aku tertidur di jam pelajaran Bu Veronica tadi, semalaman aku terus memikirkan hal itu. Mataku sembab, wajahku tak ku beri riasan make-up, rambutku pun hanya ku kuncir asal. Bak orang yang tak terurus saja.

Aku menyesali perasaan ini, kenapa aku harus mencintai seseorang yang ku tau aku tak dapat memilikinya. Aku mengusap wajahku kasar, aku pusing. Aku tak ingin menambah rasa sesak dalam hatiku lagi. Cukup! Aku benci Vano, aku benci kenapa ia tak pernah menyadari perasaanku.

Beberapa saat aku tenggelam dalam pesonanya, wajahnya, senyumnya dan suara khas-nya. Tapi mulai saat ini, aku akan berusaha untuk melupakannya. Semoga.

Aku menutup keran air di wastafel ini. Ku rasa wajahku sudah kembali fresh. Kunciran rambutku ku buka dan ku biarkan rambut ini tergerai. Aku keluar dari toilet sekolah, rasanya sudah tak mood untuk mengikuti pelajaran dari Bu Veronica lagi, aku yakin setelah ini aku akan mendapat sanksi jadi yasudahlah, sekalian saja, pikirku.

Ku putuskan duduk di bangku taman sekolah. Suasananya masih sepi, ya jelaslah ini kan belum waktunya istirahat. Mana ada yang berani keluar di jam-jam seperti ini kecuali aku. Tak tau nasibku kedepannya akan seperti apa. Biarlah seperti air mengalir saja.

Mataku menyapu sekeliling taman. Taman yang asri. Aku menghirup dalam-dalam udara sejuk ini, segar sekali. Akhirnya aku bisa bernafas dengan lega. Ku lihat jam tanganku, ah baru jam 08.00, pantas saja.

Aku memejamkan mataku. Batinku berteriak memanggil nama Vano. Tak terasa kelopak mataku basah. Aku menangis. Ku rasakan ada seseorang menduduki bangku taman yang kosong disampingku. Aku membuka mataku dan segera menghapus jejak air mata itu. Ku lihat orang disampingku, Maliq? Darimana dia tau aku disini?

"Hai.." Aku tersenyum seraya balik menyapa, "Ngapain disini?" Tanya Maliq sambil menatapku.

"Gue? Tadi abis dari toilet. Biasa." Kataku sebisa mungkin.

"Ketiduran? Haha. Pasti karena Bu Veronica, ya?" Maliq tertawa, darimana dia bisa tau lagi?

Seakan risih dengan tatapanku yang bertanya, Kok lo tau? Dia pun segera menjawab, "Biasa. Heni tadi update di bbm. Hehe." Ah males deh Heni comel banget, jadi malu kan.

Secret AdmirerWhere stories live. Discover now