Sang Pemilik Dhuha

294 54 0
                                    



Aku kembali ke asrama dengan pikiran kalut. Mataku bengkak. Tidak ada yang tahu bila mas Farhan datang menemuiku. Yang mereka tahu. Hanya ust. Aksa yang memintaku untuk datang ke kantor. Tatapan tak suka Risha berbanding terbalik dengan senyuman Bintang yang merekah. Bintang tidak melihat dengan mata, tapi dengan hati.

"Ngapain aja tuh, berdua sama ustadz."

"Naudzubillah yah, putus dari Atthar mepetin ustadz muda."

"Gatel banget, sumpah"

"Malu-maluin almamater,"

"Mikir ga sih, ga tau malu."

Diam, itu jauh lebih baik dari pada meladenu suara-suara sumbang tanpa alasan. Satu hal yang membuatku tetap kokoh. Mereka tidak tahu apa-apa mereka bicara tanpa memastikan. Dan tanpa sengaja, mereka telah kalah oleh omosi cemburu mereka. Mereka iri.

Aku duduk di ranjangku dengan tatapan kosong. Aku lelah. Tidak cukupkah aku kehilangan Attar. Semua ini memuakkan.

"Zahraa,,"

Bintang datang.

"Iya, kenapa Bin?" Tanyaku.

"Sudah, bicaranya?" Tanya Bintang lembut.

"Sudah," jawabku

"Kenapa menangis?"

Aku hanya diam. Membiarkan pertanyaan Bintang mengambang di udara.

Bintang duduk di sisiku. Ia menyentuh pundakku. Menimbulkan getaran baru di tubuhku. Aku lelah menangis. Tapi bukan Zahra jika tidak suka menangis.

"Menangislah Zah, barang kali Allah menciptakan air mata untuk menenangkan anti, saat anti benar-benar tak mampu melampiaskannya dengan kata-kata" Aku masih berusaha menahan air mataku. Bintang menggerakkan tangannya. Memberikan sensasi yang membuatku terisak. "Dunia bukan hanya tentang kata-kata mereka. Mereka hanya penyedap rasa. Dan anti tetap menu utama. Tak perlu khawatir dengan cemoohan mereka. Anti akan tetap jadi tokoh utama dalam sejarah hidup anti."

"Bin, Risha... hiks... Risha benci Zahraa...hiks.." isakku tak tertahankan.

Aku tidak pernah peduli dengan apa kata mereka. Mereka tidak tahu masalahku. Namun hatiku rapuh saat Risha, sahabatku, menatapku dengan tatapan tak suka. Hampir saja aku berdo'a agar tidak pernah melihat wajah Risha yang membenciku.

"Aku ga mau kehilangan sahabatku karena masalah sepele." Lanjutku.

Bintang tersenyum. Hangatnya menjalar ke seluruh tubuhku.

""Jelaskan pada Risha. Dia pasti mau mendengarkan penjelasan anti." Saran Bintang.

Aku menggeleng. "Tapi.."

"Tapi apa emm?? Kurangi mengeluh zah, enggak baik. Aku tau, anti dan ust. Aksa tidak seperti yang orang lain pikirkan."

Aku menunduk. Ya Allah, masih ada orang sebaik Bintang di sisiku. Namun hati ini belum mencapai syukur. Kotornya hatiku ya Allah.

"Jazakumullah khoiron, Bin, semoga ada orang lain yang sama, bahkan lebih baik dari anti di dunia ini." Ucapku.

Bintang tersenyum.

"Ingat kalimatku ini, Zah. Ketika Allah menghendaki kebaikan untuk hambaNya, maka Allah akan mengujinya. Allah sayang pada anti, makanya Allah menguji anti. Selalu ada dua kemudahan di balik satu kesulitan. Zahra pasti bisa, semangat, ya."

Laa haulaa walaa quwwata illa billah


Cinta Dalam Mihrab Taat  (⚠TELAH TERBIT⚠)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang