21. Retak

2K 389 13
                                    








Sudah sepuluh hari aku tinggal di panti. Sesekali ayah mengabariku dan  mengatakan bahwa ayah merindukanku. Tapi ayah sangat sibuk di luar kota, dan aku tidak bisa memaksakan ayah. Lagi pula, se sayang apapun ayah padaku, ayah tetaplah bukan mahramku.

"Saya mengerti pak, Bintang baik-baik di sini. Tapi apa tidak masalah jika kita menutupi ini terus dari Bintang?" Suara bu Mei terdengar sedang menelvon seseorang di samping panti. Aku yang hendak keluar menemui anak-anak menghentikan hangkalku mendengar kalimat tersebut.

"Saya juga bingung bu Mei, saya sangat merasa bersalah pada Bintang, tapi setiap melihat wajahnya saya jadi sangat merindukan istri saya." Jelas sekali itu suara ayah. Suaranya terdengar parau. "Bagaimanapun, mata istri saya ada pada Bintang, saya benar-sakit sekali melihatnya." Suara ayah terdengar lagi.

Deg

Hatiku terhantam. Tertusuk seperti ribuan pedang berterbangan dan menusuk setiap sendi hatiku. Aku tak percaya, maksud ayah apa, mataku? Mata bunda? kenapa seperti ini.

Aku terseok, mundur ke belakang, tak sanggup lagi mendengar kelanjutannya.

Bu Mei menyadari pergerakanku, menoleh ke arahku dan melihat diriku yang sudah tidak baik-baik saja. Menutup telvon saat aku meilih pergi. Berlari, menuju kamarku dan menutup pintu serta menguncinya.

Aku biarkan semuanya runtuh. Hatiku retak, sepertinya aku benar-benar tak berguna. Bahkan akulah yang membuat bunda pergi meninggalkanku. Aku yang menjadi alasan bunda tidak akan pernah lagi di sampingku.

Aku tidak berguna. Harusnya aku saja yang pergi harusnya bunda tetap menjalani kehidupannya seperti biasa. 

Kenapa bunda mengadopsiku bila kedatanganku hanya membawa hal buruk. Kenapa bunda menjadikanku anaknya jika aku hanya membuatnya kesulitan.

Selama ini bunda selalu membuatku bahagia. Selalu membuatku merasa nyaman, tapi kenapa aku tak bisa membalas apa-apa, aku bahkan membuatnya pergi dari dunia ini.

Aku terisak saat bu Mei mengetuk pintu kamarku beberapa kali. Mengatakan bahwa semuanya akan di jelaskan.

Tapi apa lagi, sudah cukup, sudahlah, aku memang tak berguna, untuk apa lagi aku hidup, aku hanya membawa kesialan.

Bahkan ayah tidak mau lagi menatap diruku. Ayah pun sudah mebenciku.

"Bintang sayang, dengarkan ibu dulu nak." Bujuk bu Mei sendari tadi.

Aku hanya terisak. Terlalu berat hal ini. Aku hanya akan semakin sakit hati menyadari bahwa akulah alasan ibu pergi.

"Bintang mau sendiri bu." Pintaku.

Terdengar suara bu Mei menghela nafas.

"Baiklah, jangan menyalahkan dirimu ya sayang." Suara bu Mei terdengar sangat lembut.

"Iya,," balasku.

Langkah bu Mei terdengar menjauh. Aku menutup wajahku dengan bantal dan menangis sepuasku. Aku lelah.



_o0o_


Dua hari berlalu, aku kembali menjalani kehidupanku seperti biasa di panti. Belajar, bermain, dan bersenang-senang dengan anak-anak.

Aku menolak bicara dengan bu Mei jika akan membahas tentang bunda dan ayah. Aku belum siap, biarkan diriku menenangkan diri dulu.

Bu Sukma datang hari ini, wajahnya terlihat sangat cerah dan bahagia. Walau sudah tak muda, semangat kebaikannya membuatku sangat iri.

Sudah bertahun-tahun aku mengenal bu Sukma, rasanya aku benar-benar ingin menjadi putrinya. Mungkinkah ust. Rakha,,

Astaghfirullah,, astaghfirullah,,, astaghfirullah,, tidak ada hak untuk memikirkan itu. Aku tifak punya alasan untuk mengharapkan apa yang ust. Rakha janjikan padaku benar-benar di tepati. Ust. Rakha hanya akan memperjuangkanku dengan cara yang halal. Tidak dengan memilikiku secara halal. Jadi, tidak pantas aku mengharapkan beliau.

"Bintang" panggil bu Sukma saat sore menjelang.

Bu Sukma menunggu jemputan, biasanya suaminya, ayah ust. Rakha menjmeput. Bu Sukma duduk di kursi yang di letakkan di teras. Aku memenuhi panggilannya dan duduk di sisinya.

Kami berbincang ringan. Entah tentang masa kecilku atau sekedar membicarakan tentang cerita-cerita di pondokku.

"Kalau Zaen nikah, pasti tidak ada lagi yang menyayangi ibu seperti Zaen" ucap bu Sukma menatap sebuah mobil yang baru datang. Jemputan bu Sukma.

Aku menoleh ke arah bu Sukma.

Maksudnya.

"Itu Zaen, saya pergi ya Bintang" ucap bu Sukma.

Aku segera mencium tangan beliau dan memberi salam.

Jendela pengemudi di buka. Menmpakkan wajah yang akhir-akhir ini mengusikku. Ust. Rakha. Astaghfirullah.



































Nungguin ya?!


















Cinta Dalam Mihrab Taat  (⚠TELAH TERBIT⚠)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang