17. Ujian 2

2.6K 390 15
                                    





"Untuk santri yang belum menyetorkan seluruh hafalannya di ujian ini akan mengikuti karantina tahfidz selama dua pekan di pondok." Pengumuman di mading depan mushola membuat para santri kalang kabut.

Ujian tahfidz kali ini hanya di beri waktu lima hari untuk fokus mempersiapkan ujian tahfidz sampai kegiatan belajar mengajar juga di liburkan. Dan 3 hari untuk menyetorkan hafalan semua hafalan.

Jumlah hafalanku baru liba belas ju, aku sudah menyetorkan lima juz sehari kemarin. Zahra yang sudah dua puluh juz lebih giat dari ku walau masih kurang sembilan juz. Jangan tanya Risha jumlah hafalannya sudah dua puluh lima juz tapi dia sudah menyetorkan dua puluh tiga juz selama tiga hari. Hebat bukan?.

Sebagian besar santri belum menyelasaikan ujiannya. Kebanyakan para santri yang jumlah hafalannya sudah di atas dua puluh juz. Aku menenangkan Zahra yang tertunduk lesu di kursi kelas. Ya, setelah membaca pengumuman di mading aku, Zahra dan Risha memilih untuk masuk ke kelas dan menenangkan diri.

"Masa dua pekan si, kan jadwal pulang seminggu lagi. Masa liburanku kepotong dua sepekan" keluh Zahra.

"Sama aku juga Zah," balas Risha.

"Tapi kan anti kurang dua lagi Rish, aku masih sembilan lagii" keluh Zahra.

Aku diam, aku sudah menyelesaikan ujianku kemarin sore bersama us. Verdha.

""Bin, bantuin aku dong." Pinta Zahra memelas.

"Bantuin apa? Majuin hafalan anti? ga bisa zah,, ujian tahfidz itu ya,, apa yang selama ini kamu perjuangkan, aku ga bisa bantuin apa-apa selain do'a sama semangat" ucapku sembari mengankat tangan kananku yang sudah mengepal.

Zahra menghembuskan nafas berat.

" tapikan masih ada sepekan lagi sebelum karantina tahfidzkan?" Tanya Risha. Aku mengangguk

Masih ada satu pekan lagi waktu tambahan dari pondok sebelum karantina benar-benar di mulai. Aku jadi bisa leluasa membantu Zahra dan Risha agar lebih fokus murojaah dan bisa pulang sebelum karantina di mulai.

"Besok masih boleh maju ujian dong." Tanya Zahra terlihat raut wajahnya sedikit cerah.

Aku dan Risha mengangguk. Zahra tersenyum lagi dan bergumam 'yeess'

"Aku masih punya kesempatan, aku harus berjuang." Gumam Zahra.




_o0o_





Sepekan setelah kejadian itu, Zahra dan Risha telah menyelesaikan ujiannya tanpa mengikuti karantina tahfidz.


Zahra benar-benar melakukan apa yang dia katakan.

"Hai guys,, karena lusa kita pulang,, dan jajanku masih banyak, malem ini kita makan-makan yuk" suara Risha menggema di seluruh sudut hujroh (kamar) ku. Ia membawa sekantong plastik besar yang berisi makanan.

Kebetulan hanya Risha yang berbeda hujroh denganku dan Zahra. Zahra membawa beberapa makanan ringan besar dan empat mie instan. Sebenarnya diantara kami berempat, hanya Risha yang sering bawa makanan instan. Boro-boro Zahra, dari kecil dia sudah dihindarkan oleh orang tuanya dari makanan ber-MSG.  Sedangkan aku bukan tipe orang orang yang suka ngemil.

Zahra yang jarang boleh makan makanan ringan sangat bersemangat. Ia segera meraih kursi di depan kamar. Biasanya ada galon di atasnya. Tapi  sekarang tidak ada galon, mungkin habis dan di bawa ke tempat pengisian galon. Meletakannya hingga kaki-kaki kursi menghadap ke tembok. Kalian tau, sedang apa kami?.

Cinta Dalam Mihrab Taat  (⚠TELAH TERBIT⚠)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang