24. Umi

1.9K 408 20
                                    

















Kami bertiga terlalu asyik bercerita. Zahra dan Risha benar-benar teman yang spesial. Mereka tidak membenciku setelah tau kekuranganku.

'Tok tok'

"Assalamualaikum," salam bu Sukma sembari membuka pintu.

Kami membalasnya serempak.

"Bintang, ibu pulang dulu ya, ibu ada urusan mendadak. Nanti Zeya dan Naya akan datang kemari." Ucap bu Sukma, sepertinya beliau hanya berdiri di depan pintu. Karena setelahnya terdengar suara pintu yang di tutup perlahan.

Kami bertiga kembali berbincang. Walau aku merasa ada yang aneh dengan bu Sukma.

Berbeda dengan bu Sukma yang sekarang sedang merasa hancur. Putra sulungnya yang ia kira sudah dewasa ternyata telah menyakiti hati seorang perempuan. Percayalah, ketika seorang lelaki menyakiti hati seorang perempuan, maka sama saja ia melukai hati ibunya sendiri.

Sesampainya di rumah putranya, bu Sukma mendapati 'Aaisya sedang menyapu halaman.

'Aaisya adalah adik tingkat Zaen ketika masih kuliah. Tapi mereka tidak saling kenal. Hanya tahu nama dan itupun sekedarnya. Mereka di pertemukan dengan jalan ta'aruf oleh teman abi Zaen, yang tidak lain adalah kakak sulung dari 'Aaisya sendiri.

"Suamimu mana sya?" Tanya bu Sukma setelah 'Aaisya mencium tangannya.

"Di dalam bu, ada apa?" Tanya 'Aaisya.

"Tidak apa-apa, nanti kamu jangan masuk dulu ya sayang, ada yang ingin ibu bicarakan dengan Zaen berdua saja." Pinta ibu, menghindari masalah.

'Asisya mengangguk dan melanjutkan pekerjaannya setelah bu Sukma masuk rumah.

"Zaen," panggil bu Sukma setelah mengucap salam dan melihat putranya sedang mencuci piring.

Melihat ibunya datang Zaen langsung mencucui tangannya dan mencium tangan uminya.

Lihatlah, Zaen benar-benar seorang anak laki-laki yang begitu lembut pada ibunya.

"Ada yang ingin umi bicarakan berdua denganmu." Pinta bu Sukma.

"Lebih baik di belakang rumah saja um," jawab Zaen, memang benar, lebih jauh dari 'Aaisya lebih baik.

Keduanya duduk di belakang rumah, tempat Zaen mulai membangun kolam ikan agar rumah miliknya tidak terlalu sepi.

"Kamu ingat Bintang?" Tanya bu Sukma to the point.

Zaen reflek menatap uminya. Ada apa ini.

"Bintang siapa?" Tanya Zaen.

"Anak panti yang dulu tidak bisa melihat" lanjut bu Sukma.

"Oh,, iya,, Zaen ingat, dia juga santri Zaen di pondok kemarin." Jawab Zaen dengan intonasi yang kelewat tenang.

Bu Sukma menghela nafas berat.

"Dia si rumah sakit."

"Hah?! Kenapa??" Raut wajah Zaen seketika terlihat begitu khawatir.

"Kenapa wajahmu begitu, ada urusan apa kamu dengan Bintang?" Tanya bu Sukma tetap dengan menatap lurus kedepan.

"Itu,, sm,, Bintangkan pernah,, jadi santri ku um" Zaen menjawabnya dengan sangat ragu-ragu.

"Umi tau ini bukan hak umi untuk mencampuri urusan hatimu nak, tapi ini tentang hati Bintang. Ia memang terlihat tegar. Tapi tak bisa, kenapa harus Bintang, anak itu sudah banyak menderitaaa,, Zaen, kenapa kamu lukai hati Bintang???" Suara bu Sukma terdengar begitu menyesakkan di hati Zaen.

Rasa menyesal menyergap tiba-tiba. Tapi apapun tidak bisa di rubah lagi.

"Bintang sosok yang begitu tegar tanpa pelukan ayah, tanpa ciuman kasih sayang dari ibu. Tapi ia tegar, ia berusaha mewujudkan mimpi-mimpinya dengan berbagai ikhtiyar. Sedangkan kamu dapat kasih sayang yang utuh dari umi dan abi. Tapi kenapa kamu melukai Bintang Zaen??" Sesekali bu Sukma menghapus air matanya.

Zaen hanya bisa diam. Ia merutuki dirinya sendiri.

"Maaf umi, Zaen terlalu gegabah." Zaen menunduk dalam-dalam.

"Iya, kamu gegabah, jika dirasa kamu tidak bisa mewujudkan harapan tersebut, maka jangan pernah memberi harapan," tegas bu Sukma.

Zaen hanya diam. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang.

"Umi kira kamu laki-laki yang bertanggung jawab, apalagi dengan sifatmu yang sangat lembut pada umi, ternyata kamu sudah mengingkari harapan yang kamu ciptakan sendiri."

Zaen benar-benar frustasi. Bagaimana ini.

"Ingat nak, ketika seorang anak laki-laki melukai hati seorang perempuan, sama saja ia akan melukai hati ibunya, dan suatu saat nanti, adik perempuanmu, atau putrimu juga akan merasakan hal yang sama, maka hati-hati pada hati perempuan. Bukan karma nak, tapi Allah itu Maha Adil"

Bu Sukma menghentikan kalimatnya. Di rasa cukup. Ia akan memberi Zaen waktu untuk berpikir apa yang harus ia lakukan, bu Sukma tau, Zaen sudah cukup dewasa untuk itu.

"Jika umi tau kau sudah berjanji pada seorang perempua.. umi tidak akan memaksamu untuk menikah secepat ini. Jangan sia-siakan 'Aaisya, dia anak yang baik. Umi pamit, harus menjaga Bintang lagi."

Bu Sukma pergi. Tidak melihat 'Aisya di halaman lagi. Tapi bu Sukma tidak melihat bahwa menantunya sedang terisak di balik pintu kamarnya.

"Harusnya aku tidak di sini"


































































































Maaf ya baru up, tanganku pegel🤧🤪



























Gimana nih, kesannya dari part ini, ngena gak??

































Ada yang kaya Bintang?



























Semangat ya❤❤

Cinta Dalam Mihrab Taat  (⚠TELAH TERBIT⚠)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang