32 | Bahaya.

10 4 49
                                    

Hollie memasang earphone wireless dan menghubungkan dengan hp. Tubuhnya terguncang  begitu mendengar suara desahan dari orang yang ia kenali, teriakan minta tolong semakin mengiris hati.

"Shit! Hapus, nggak?" umpat Hollie, ia mengusap wajah panik. Udara di mobil mendadak terasa panas baginya, ia melirik dan menemukan Louis memandangi dirinya seakan ingin bertanya.

"Tidak. Kau ingat? Hotel Marine nomor 505, sekarang!"

"Hah, ta...tapi...."

"Kau mau dua adik gue makin banyak tersiksa?"

Hollie meninju dashboard, ia berteriak melampiaskan emosi yang berada di ujung tanduk. Rambutnya berantakan paska dijambak oleh dirinya sendiri. Ia menahan diri untuk tidak menepis namun tidak sejalan dengan refleks, ia menangkis tangan kekar yang berusaha menenangkan.

"Oke, gue kesana!" teriak Hollie, ia tersentak ke depan. Beruntung safety belt menahan tubuh, kalau tidak ia bisa terlempar ke kaca. Louis menatap cemas. "Tunggu! Satu jam gue ke sana!"

"Sekarang atau...."

"Stop ancam gue! Gue bakalan tiba lima menit!"

Ia memutuskan panggilan dan menyimpan gawai, ia memeluk Louis singkat dan menarik tangan yang sempat tertampar untuk dikecup lama. Ia memandangi Louis dalam sebelum turun, ia buru-buru menghentikan taksi yang ada di belakang. Ia menunjukkan alamat apartemen yang dituju lalu menghempas tas kasar, ia menggeram.

Tanpa ia minta, tetes demi tetes bulir jatuh membasahi paha begitu melewati mobil sport hitam. Ia buru-buru menyeka mata dan berusaha tersenyum manis. Wajah gusar Louis membuatnya merasa bersalah. Harusnya ia menjelaskan sekilas lalu pergi, bukan pergi begitu saja.

Salah satu lagu One Direction berdering, ia melihat nama kekasihnya. Ia tersenyum getir, tangannya sibuk mencari kontak Luke.

"Maaf, Boo. Aku harus memperbaiki keadaan."

Setiba di apartemen, ia buru-buru melangkahkan kaki melewati tangga. Lift hanya akan menahannya dan waktu yang tersisa hanya satu menit. Ia beberapa kali menubruk dan meminta maaf, entah dimaafkan atau tidak.

Langkahnya berhenti di depan pintu bernomor 505, ia menarik kenop dan menemukan Ela dalam keadaan terikat dan Liam yang terkapar di lantai. Ia menghampiri Liam yang terluka di tempat sama, pandangan benci mengarah pada Aldrich. Lelaki itu tertawa hambar.

"Cukup, Al! Sudah banyak ulah yang lo lakukan!" teriak Hollie. Ia memeluk Liam, tubuh besar dan kekar itu kini sangat ringkih. "Lo lupa sama negosiasi kita? Jangan sampai ada yang terluka! Kenapa lo pukul Liam sampai begini?"

"Lupa? Lo lupa! Kemana saja saat gue menelepon? Lo janji buat datang dan nyatanya lo tidak pernah menepati janji itu!" balas Al tepat mengenai sasaran, ia tersenyum menang.

"Perjanjian apa? Hollie, kau ngapain?" tanya Ela, ia terlepas dari tali yang menjerat dan ikutan memeluk Liam.

"Ugh, tanyakan saja pada kekasih yang selalu lo bela itu!" ujar Hollie, ia memejam mata erat begitu mendengar cerita yang sudah susah payah ia lupakan. Ela dan Liam menatap nanar, mereka melemas.

"Ela, kau -- Mengapa kau tidak cerita padaku? Aku sudah menjauhimu karena aku kira kau ingin mencuri Al dariku, aku tidak tahu kau menderita," lirih Ela, ia menitikkan air mata. Matanya memandang tajam ke arah Aldrich.

"Kau tahu, Al? Aku menutupi masalah Liam agar tidak tersebar dan kau menyakiti sahabat terbaikku dengan sangat keji? Aku ingin putus darimu!" ucap Ela, Hollie menggeleng namun Ela tidak menghiraukan.

"Ela, plis! Pikirkan keluargamu!" rengek Hollie memohon.

"Tidak! Tidak untuk kesempatan berikutnya!" tegas Ela. Ia mengusap wajah kasar. "Liam terluka karena aku. Kau terluka karenaku juga. Aku tidak akan diam, biarkan ia mengambil separuh jatahku sesuai perjanjian."

Daddy's Sugar [END]Where stories live. Discover now