28 | Tamu (2).

22 5 42
                                    

Assalamualaikum all, gakerasa dah tinggal 6 part lagi :')

Ready for ff harry baru?

.

.

.

Unknown.

Sudah lima hari wanita yang tidak ia ketahui namanya datang dengan menu beragam. Ia juga membukakan ikatan yang menjerat tangan untuk makan membuat ditampar keras sebelum ditarik keluar ruangan. Ia sebenarnya bisa saja mendorong wanita tak bernama dan menyundul Aldrich untuk kabur, tetapi ia tidak melakukannya karena ia masih ingin melihat pakaian kuno itu.

"Sudah gila! Masa aku melihatnya sebagai wanita tercantik!" gumam Louis, ia memutar mata menyadari wajah wanita tak bernama bersemu. "Jangan senang! Aku seperti ini hanya karena kelelahan. Kau sama cantik dengan wanita pada umumnya."

"Tidak apa-apa. Terimakasih sudah memujiku cantik!" balasnya ceria. "Kakakku saja tidak pernah bilang aku cantik. Ia bilang aku banyak luka dan wajahku sudah cacat."

"Hei! Kau sangat cantik! Temanku baru menyadarinya sekarang..."

"Niall! Jaga perutmu! Kau tidak malu gasmu terciumnya?" sela Louis mendengar suara tidak asing diikuti aroma semerbak. Niall cengengesan. "Maafin Niall! Ia memang kebiasaan kalau buang gas tidak tahu waktu dan tempat."

Wanita tak bernama tertawa ceria, ia menarik ujung gaun kuning cerah membuat Louis mau tidak mau menatap paha mulus yang tertutup sebagian. Alisnya menukik, ia baru sadar wanita itu kini memakai gaun yang cukup terbuka di bagian bawah.

"Makanan selalu enak, lain kali kau ikutan makan!" celetuk Niall, ia tertawa renyah melihat wajah Louis semakin kusam. "Jangan dipusingin! Anggap saja kita lagi shooting film sejarah atau dokumenter."

"Bagimu! Aku cemas kekasihku kini sedang sibuk berduaan dengan lelaki lain," ujar Louis.

"Kau cemburu, huh?" ledek Niall. "Aku melihat dia masih mencintaimu, Boo. Dia tidak akan mudah berpaling ke lelaki lain."

"Zayn? Dia mengancamku akan merebut kekasihku, ia juga merengkuhnya dengan mesra," balas Louis, wanita itu tertunduk dengan badan bergetar. Alisnya menaut. "Kau kenapa? Kedinginan?"

"Uh? Iya! Aku harus pergi!" balasnya, ia bangun dan bergegas keluar ruangan.

Niall mengacak rambut cokelat Louis hingga sangat berantakan. Ia mencebik sebal melihat ketidakpekaan temannya, padahal jelas-jelas ia melihat wanita itu ingin menangis namun menahan dan terus berakting ceria.

"Apa dia mantannya Zayn, ya? Dia diomeli karena selalu menyebut nama Zayn," selidik Niall diselingi makan. "Zayn bisa-bisanya nemuin wanita secantik dia. Seleranya tinggi!"

"Cantik? Kau aneh! Mananya yang cantik?" omel Louis. "Jangan-jangan karena ruangan sesak ini kau jadi terkena Sindrom Stockholm!"

"Enak saja! Dia cantik! Buka matamu, Boo!" kukuh Niall. "Wajar saja jika aku terkena Sindrom apa tuh? Stok -- Stok, apaan?"

"Stockholm! Sindrom menyukai penculik," ujar Louis membantu jawab.

"Nah iya! Liam dirawat di rumah sakit, kau harusnya bersyukur karena ia masih baik di tempat yang tidak kita ketahui," nasehat Niall.

"Bagus, huh? Ia bahkan tidak berniat melepaskan kita!" bentak Louis. "Janjinya tiap kasih makan, mana? Dia bilang mau bujuk kakaknya, nyatanya ia tetap menahan kita di sini!"

"Iya juga, aku bingung," ujar Niall. Louis memutar mata malas.

"Aku benci gaunnya, apa dia tidak memiliki pakaian lain? Seleranya sangat norak!" gerutu Louis.

Daddy's Sugar [END]Where stories live. Discover now