49. 34,5 Detik

1.4K 436 109
                                    

"Jangan terburu-buru kalau tidak mau menyesal berlebihan."
IQ (F=m.a)

Flashback Bagian Grafik Desmos 350°C

"Ibu, bentar ya, Utkarsa angkat telepon dulu."

Utkarsa sedikit berlari ke arah samping, di dekat mobil pemadam kebakaran. Sambil menyapa orang yang menelponnya. Pemilik restoran tempatnya bekerja. "Maaf Utkarsa, kamu saya pecat, ya. Sudah saya transfer gaji kamu bulan ini. Terima kasih, Utkarsa. Maaf sekali lagi."

Utkarsa mendesah pelan, ini hari sialnya?

Utkarsa mengernyit saat mendapati Jericho yang turun dari atas pagar samping rumah tetangga. Jericho berjalan santai dengan memasukkan kedua tangannya ke saku celana. "Sa, nyerah aja, ya?"

Utkarsa tidak mengerti maksud pertanyaan Jericho yang tiba-tiba datang. "Maksud kamu?"

"Bora. Gue baru dengar lo jadian sama dia barusan. Lo tau gak? Dia anak keluarga Ranajaya, Sa. Jangan berurusan sama dia kalau mau hidup lo aman sentosa. Jangan kayak gue, Sa."

Utkarsa menggeleng pelan. "Saya sudah kenalan dengan orang tuanya kok. Om Nakula dan Tante Glara."

"Mereka orang tua angkat. Bora dijual keluarga Ranajaya sejak kecil."

"Kamu tahu dari mana? Kamu memiliki buktinya?"

Jericho mengeluarkan sebuah selembaran berisi alamat kepada Utkarsa. "Datang, nanti malam, tapi saran gue, lo putusin Bora sekarang. Orang ini gak akan mau ngomong sama lo kalau lo ada di pihak Bora."

Utkarsa menatap selembaran tersebut, lantas menggeleng. "Saya tidak ingin putus dengan Bora."

"Pilihannya cuma dua. Lo pilih masa depan lo atau Bora yang belum tentu jodoh lo. Gue pergi. Semoga keputusan lo tepat. Inget, mimpi lo yang jadi taruhannya."

Jericho menarik paksa lengan Utkarsa, meletakkan selembaran itu di telapak tangan Utkarsa sebelum pergi. Utkarsa kembali menatap lamat-lamat selembaran itu sebelum akhirnya menaruhnya di saku celana. Utkarsa berjalan, tetapi dia kembali menghentikan langkahnya. Ratapannya jatuh pada adik-adiknya yang di bawa masuk ke rumah tetangga, juga Chelzea yang terlihat begitu lelah.

Mimpi Utkarsa selama ini bukan untuk dirinya sendiri. Terwujud atau tidaknya mimpi Utkarsa sangat berpengaruh bagi kehidupan adik-adiknya kelak. Utkarsa tidak ingin adik-adiknya putus sekolah. Utkarsa tidak ingin adik-adiknya kelaparan seperti dirinya sewaktu kecil. Utkarsa ingin sukses, meraih mimpinya untuk memberi sedikit kehidupan bagi mereka.

"Maaf, Ra."

Utkarsa memilih masa depan dan impiannya.

Malam harinya.

Utkarsa menginjakkan kakinya di belakang sebuah gedung tua. Dingin, benar-benar dingin malam ini. Terlebih, Utkarsa tidak memakai jaket karena jaket satu-satunya telah hangus dibakar api tadi sore.

"Pilihan yang tepat, anak ganteng."

Utkarsa membalikkan badannya,mendapati seorang wanita  paruh baya dengan masker dan topi  yang menutupi wajah sedang berjalan ke arahnya.

"Saya enggak akan menunjukkan wajah saya sebelum kamu menjadi sekutu saya," ucap Elina seraya melempar sebuah amplop coklat. "Ini untuk kamu. Lihat baik-baik sebelum memilih jalan yang benar."

Utkarsa memungut amplop yang jatuh di tanah. Dibukanya amplop yang ternyata berisi scan-an dokumen  dan juga sebuah foto. Matanya membulat kala melihat sederet kalimat yang tertulis dengan jelas dan sepasang foto di tangannya.

IQ (SELESAI)Where stories live. Discover now