13. APRIS dan Fatahillah

2K 583 33
                                    

PENGUMUMAN PENTING

CERITA IQ SEASON 1 SUDAH TAMAT.

AKAN TETAPI MOHON KERJA SAMANYA KEPADA PEMBACA
Untuk vote dan komen di setiap part, ramaikan cerita ini. Karena kalau tidak ramai, aku tidak akan melanjutkan season 2nya.

Tolong hargai aku ya, aku buat cerita ini kadang revisi berkali-kali garis besarnya tiap tengah malam habis kerjain tugas kuliah.

Hargai dengan pencet vote dan komen di setiap part, mudah bukan? :)

Aku pasti baca dan balas. Karena baca komen bisa bikin aku semangat revisi dan nulis.

Terima kasih untuk pembaca yang bisa diajak bekerja sama. Love segedung IQ Classification <3

Selamat membaca ^^

πππ

Rasa malas itu untuk dua hal : melawan atau membiarkan. Pilihan di tangan manusia itu sendiri. Yang melawan dapat imbalan, yang membiarkan dapat kesusahan.
IQ (F=m.a)

Selepas berlatih bulu tangkis hingga jam tiga sore, Nawasena langsung mendatangi ruangan Biologi. Lebih tepatnya menunggu di depan ruangan saja seraya menatap Xena dari balik jendela. Xenanya selalu terlihat cantik, terlebih ketika sedang fokus begini.

Tak lama, Nawasena mendengar penutupan belajar dari pak Una. Sampai akhirnya Xena keluar dari dalam ruangan dengan senyum tipisnya. Xena jadi teringat kejadian sebelum dia pergi ke ruangan ini. Akan tetapi, Nawasena seperti terlihat baik-baik saja.

"Nananya Naw, gemes bangat sih, abis belajar rambutnya acak-acakan melulu," buka Nawasena dengan tangan yang bergerak merapikan rambut Xena.

Xena menatap wajah ceria Nawasena seperti biasa. "Naw," panggilnya.

"Kenapa, Nana? Laper, ya? Ayo, makan dulu sebelum ke museumnya."

Ah, iya, kemarin malam mereka tengah berjanji untuk belajar Sejarah di museum langsung. Pasalnya, besok mata pelajaran yang diujikan adalah Sejarah Indonesia Wajib.

"Kamu nggak capek?" tanya Xena.

Nawasena sontak menggeleng, tak lupa dengan senyuman gantengnya. "Enggak, Na. Kan aku udah bilang kalau ketemu Xena, Nawasena nggak bakal capek."

Nawasena menggenggam tangan Xena. Xena biasanya akan menepis genggaman tangan Nawasena kalau masih berada di lingkungan sekolah. Akan tetapi, kali ini Xena justru tidak menepisnya.

"Naw, kalau kamu capek, gak jadi ke museum gapapa."

Nawasena lagi-lagi menggeleng. "Jadi, dong. Kan udah janji kemarin. Lagian aku emang nggak capek, Na. Tenang aja."

Xena menghela napasnya. Nawasena berbohong.

"Gapapa, Naw. Gapapa kalau kamu nunjukin sisi lemah kamu di depan aku."

Nawasena membeku seperkian detik sebelum kembali berbicara. "Ah, Nana, NawNaw jadi terharu! Tambah cinta ya, sama NawNaw?"

"Apasih, Naw."

"Jadi pengen peluk," tambah Nawasena.

Xena berdecak kesal, Nawasena mengalihkan pembicaran. "Masih di sekolah, Naw. Tau tempat."

Nawasena lagi-lagi terkekeh saat Xena melepas genggamannya dan masuk ke dalam mobil. Di dalam, Nawasena mengambil paperbag di jok belakang. Sushi yang sudah matang, memberikannya pada Xena di sampingnya.

IQ (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang