36. Sejarah Permen

1.5K 415 40
                                    

Direkomendasikan untuk memutar lagu di mulmed ;
Feby Putri ft. Fiersa Besari - Runtuh

"Kehidupan itu tidak bisa diumpamakan sebagai permen karet yang manis di awal kemudian pahit di akhir. Kehidupan itu hanya bisa diumpamakan sebagai sebuah sejarah yang di dalamnya terdapat proses petualangan seseorang dalam menjelajahi segala rasa kehidupan."
IQ (F=m.a)

Hari Minggu menjadi hari yang sibuk bagi keluarga Nakula dan Ranajaya di minggu ini, setelah kemarin bertemu untuk membicarakan tentang tebusan tiga belas tahun yang lalu. Mereka akhirnya benar-benar menyelesaikan perjanjian waktu itu.

Bora tak kalah sibuknya dengan mereka, gadis itu mengambil beberapa baju yang dibelikan khusus oleh Nakula dan Glara, juga beberapa benda kesayangannya yang dimasukkannya ke dalam koper lilac.

Hanya satu buah koper saja, karena Ekadanta mengatakan urusan baju dan perlengkapan bisa dibeli kembali nanti. Namanya juga sultan, bebas.

Bora baru saja selesai menaruh barang-barang penting di koper. Lantas, matanya menatap sayu setiap sudut kamar ini. Perasaannya sedih, sangat.

Apalagi, Nakula dan Glara benar-benar merawat dan membesarkannya seperti anak sendiri. Banyak kenangan indah di antara Bora dan mereka berdua selama tiga belas tahun terakhir.

"Bora, sudah selesai packingnya? Ayo, makan, Sayang," celetuk Glara setelah mengetuk pintu Bora. Bora membukakan pintu dan langsung disuguhkan sebuah senyuman hangat di pagi hari dari seorang Glara.

"Udah selesai packing-nya?"

Bora mengganguk. "Udah, Buna."

Glara membelai kepala Bora dengan penuh kasih sayang. "Pintar. Ayo, sarapan, Buna hari ini masak semua makanan kesukaan Bora, lho." Glara berbicara seraya berjalan beriringan dengan Bora dan merangkul anak kesayangannya. Padahal, keduanya sama-sama sedang menahan tangis sekarang.

Di ruang makan, Nakula sudah di sama duduk sambil menatap lembut Bora dan Glara yang berjalan ke sini. Lantas keduanya duduk di tempat masing-masing, seperti biasanya.

"Kedua bidadari Yana, cantik sekali pagi ini."

"Yana juga ganteng banget, kayak masih muda padahal udah mau kepala lima."

"Dasar kamu, itu pujian atau ledekan?"

"Two in one."

Glara terkekeh pelan mendengar penuturan Nakula dan juga Bora. Tangan Glara sibuk mengambil makanan ke piring Nakula dan juga Bora.

"Buna, udah," pinta Bora saat melihat piringnya sudah penuh dengan berbagai macam lauk kesukaannya; ayam bakar, rendang, sayur sawi, ikan bakar, juga ada piring pasta dan sushi. Total tiga piring.

"Makan yang lahap ya, Nak." Entahlah, Glara saat ini ingin sekali memanggil Bora dengan sebutan itu. 

Bora benar-benar lahap memakan semua makanan buatan Glara yang rasanya selalu enak. Sesekali Bora menahan tangisnya kala Glara mengusap pelan rambutnya.

Tepat setelah makan, datang Ekadanta dan Elee serta satu asisten keluarga Ranajaya yang membawa koper dari kamar Bora ke mobil mereka. Elee dan Ekadanta serta Nakula dan Glara sempat berbincang di ruang tamu.

Bora yang baru saja keluar dari kamar mandi, gadis itu terbeku kala melihat Elee yang tersenyum padanya. Senyum yang sudah lama tak pernah dia lihat.

IQ (SELESAI)Where stories live. Discover now