4. Pasar Monopolistik

4.2K 959 161
                                    

akan di-update ketika komen mencapai 25, hehe. komen yuk:((

πππ

Jangan menyerah terlalu cepat, ya. Doa-doamu akan dikabulkan Tuhan. Sekarang, usaha sebisa kamu dulu, ya. Ingat, kamu masih punya Tuhan.
IQ (F = m . a)

Seorang gadis kecil berusia 14 tahun yang baru saja keluar dari gerbang sekolah dengan pakaian putih biru yang dilapisi jaket sekolahnya itu nampak menekuk wajahnya. Sebab, mobil keluarganya yang begitu mencolok berhenti tepat di tempatnya berdiri.

Bukan, bukan karena si gadis bernama Trayi itu menunggu lama untuk dijemput. Akan tetapi justru dia tidak diberi celah untuk sekadar bermain seperti anak-anak lain yang begitu ceria bergandengan tangan dengan para sahabatnya menuju sebuah tempat yang bisa menghibur diri.

Dari belakang, gadis lain yang lebih muda darinya berlari mendekat saat perempuan paruh baya yang masih tampak begitu muda keluar dari dalam mobil. Melewati Trayi begitu saja. Memeluk perempuan paruh baya yang bernotabe sebagai Mami Trayi.

"Tante, hari ini kita mau bimbel tambahan, kan? Tes olimpiadenya seminggu lagi Tante. Kishika mau ikut olimpiade lagi."

Elee mengangguk. Membelai lembut rambut panjang Kishika. "Kamu enggak bimbel tambahan juga sebenarnya udah pasti bakal kepilih, Cantik."

Trayi menatap jijik pemandangan di depannya. Kakinya berjalan masuk ke dalam mobil di jok belakang. Di dalam mobil, Trayi membuka tasnya, mengambil rajutan dan benang yang belum sempat dia selesaikan. Mencuri waktu untuk menyelesaikan kesenangannya. Merajut.

Sebenarnya, bukan hanya sekadar kesenangan semata. Merajut adalah hal yang bisa meluapkan semua emosi yang selalu Trayi tahan sendirian. Ah, lebih tepatnya belum diluapkan saja secara verbal.

Kishika dan Elee kini ikut masuk ke dalam mobil. Kishika duduk di samping Trayi, sedangkan Elee duduk di jok depan bersama sang Suami, Ekadanta.

"Pi, Ayi mau makan dulu boleh nggak? Ayi laper banget," adu Trayi pada sang Papi yang sudah mulai mengendarai mobil.

Kishika menatap sinis Trayi yang kembali fokus merajut seperti biasa. "Om, langsung ke tempat bimbel aja. Nanti telat. Sayang kalau ketinggalan. Kalau mau makan, kan di samping tempat bimbel ada yang jual roti."

Trayi mempercepat rajutannya. "Caper terus," celetuknya.

Kishika mendesis. "Gue gak ngomong sama lo!"

"Lah ngerasa caper lo? Gue juga enggak nyebut-nyebut nama lo tuh."

"Trayi," tegur Elee.

Kishika tersenyum penuh kemenangan seperti biasa. Sedangkan Trayi mendengus kesal, lagi. "Terserah, lah, Mi. Bimbel aja gak papa sampe Trayi meninggal kelaparan."

"Trayi omongannya!"

Ekadanta mengenggam tangan istrinya. Mencoba untuk meredakan emosi Elee. Kemudian menatap putrinya dari cermin kecil di depannya. "Emangnya, Ayi mau makan di mana?" tanya Ekadanta dengan lembut.

"Mau ke PizzaHut, Pi!"

"Oke, tapi makannya di mobil nggak papa, ya?"

Ayi mengangguk senang. "Makasih, Pi. Terbaik emang!" Celetukan Ayi dibalas oleh kekehan kecil dari mulut Ekadanta.

Namun di sisi lain, Kishika nampak menunjukkan raut kesalnya. Matanya menatap jam tangannya yang sekarang menunjukkan pukul 14.35, artinya dua puluh lima menit lagi les akan dimulai. Padahal, terhitungnya keburu, tetapi tetap saja, Kishika merasa sangat gelisah.

IQ (SELESAI)Where stories live. Discover now