45. 1/2 Aldebaran

1.3K 393 16
                                    

Selamat membaca!
Kalau ada typo bilang ya^^
Makasih!!! <3
Jangan lupa vote sama komen ><

"Bukan orang lain yang lebih bahagia daripada aku, tetapi aku yang terkadang kurang bersyukur. Ucapku tiap kali kufur nikmatnya overdosis."
IQ (F=m.a)

"Maaf, Na, lo juga bakal kehilangan Nawasena."

Xena terdiam, berpikir sejenak maksud perkataan Neron. Xena menegapkan badan setelah menghapus air mata, bola matanya kini bertabrakan langsung dengan bola mata Neron. "Maksudnya, Kak?"

"Gue benci sama lo, Na."

"Kak?"

"Dulu, lo selalu dimanjain papa sama mama. Lo selalu jadi prioritas mereka. Lo punya otak sepinter papa sama mama. Lo punya banyak prestasi. Lo lebih pinter daripada gue, lo lebih disayang daripada gue. Lo lebih bahagia dari gue. Dan gue benci itu, Na."

"Kalau bencinya sama gue, gak usah bawa-bawa orang lain, Kak...."

"Nawasena bukan orang lain buat lo."

Xena hanya bisa menitikkan air matanya saat Neron pergi setelah menyelesaikan kalimat tersebut. Neron salah, Xena tidak sebahagia itu. Bahkan, sudah banyak hal yang Xena pertaruhan untuk mendapatkan prestasi tersebut.

Xena mengambil ponselnya yang dia simpan di saku celananya dengan cepat, pikirannya kini tertuju pada Nawasena. Xena hendak menelpon Nawasena, tetapi celetukan Neron membuatnya membeku. "Terlambat. Lo nelpon Nawasena sekarang juga gak ada ngaruhnya, temen-temen gue udah di rumah Nawasena," celetuk Neron tanpa membalikkan badannya, pria itu berjalan santai menuruni tangga.

Xena ingin menyahuti, tetapi suara tembakan lebih dulu terdengar. Neron dan Xena sama-sama terkejut saat puluhan polisi tiba-tiba datang tanpa ada tanda-tanda suara sirine seperti biasanya. Polisi tersebut lekas memborgol Neron yang tadi sempat ingin kabur, kalau saja polisi tidak menembak kaki Neron.

"Lo cepu, gak asik," decih Neron pada Xena sebelum polisi membawa pergi Neron dengan paksa. Bersamaan dengan para tenaga medis yang juga datang untuk mengurusi banyak jasad di rumah ini.

"Gue enggak nelpon siapa-siapa...," lirih Xena, bingung. Xena membalikkan badannya. Matanya membulat saat melihat seorang wanita paruh baya yang sedang tersenyum padanya. Sedangkan, Xena kembali menjauhkan air matanya.

"Mama...."

πππ

"Naw," panggil Prisa setelah melihat Nawasena menghabisi isi piringnya pagi ini. Nawasena mendongkak menatap Prisa, lantas menjawab, "Kenapa, Ma?

"Hari ini kamu ke rumah eyang, sendiri ya?"

"Ke rumah eyang? Ngapain?" heran Nawasena.

"Nginep tiga hari sampai seminggu, ada Bora katanya. Lagian, eyang kangen kamu juga, nanti Mama nyusul abis pulang kerja."

"Bora ngapain ke rumah eyang?"

"Kamu tanya aja nanti sama dia, Mama juga gak tau."

Nawasena tidak curiga sama sekali dengan permintaan Prisa pagi itu. Nawasena hanya mengangguk lantas bersiap untuk pergi ke rumah eyangnya. Pagi itu, Nawasena hanya merasa senang. Karena, Prisa memeluknya cukup lama seraya mencium wajahnya dengan penuh kasih sayang sebelum dia pergi dari rumah.

Di sisi lain, setelah Nawasena sudah cukup jauh dari rumah, Prisa menelpon seseorang. Tangannya mengambil pulpen yang kemarin dia simpan di nakas. "Nawasena enggak bakal kenapa-kenapa, kan?" tanyanya dengan cemas.

IQ (SELESAI)Where stories live. Discover now