Abas tertawa tanpa dosa. Ini anak kelamaan maruk juga ya. Makan gratis, nonton bioskop gratis, sekarang minta jalan-jalan gratis. Ampun dah. Ajaibnya Firza nurut-nurut aja dipalak dengan gaya oleh Abas. Sebenarnya tujuan Firza mulia. Uang bisa dicari, tapi kebahagiaan anak (didik) nomor satu. Gak papa miskin, kan masib ada dompet Azam yang bisa dikurasin.

Keduanya emang sesat.

"Eh? Lihat itu ada si wibu!" deg jantung Abas seketika berdetak dengan kencang. Nafasnya memburu. Tubuhnya mendadak menjadi lemas dan berubah menjadi kaku disaat yang bersamaan ketika mendengar suara yang sudah sangat hafal di telinganya. Suara itu juga yang menjadi ketakutan terbesarnya.

"Kebetulan! Kita palak uangnya buat jajan yuk!" sahut salah satu dari mereka menimpali ucapan si bos.

"Abas? Kamu kenapa?" tanya Firza menyadari anak didiknya ketakutan.

"Hei? Lagi apa?" Si bos datang mendekat. Ia meletakkan tangannya tepat di bahu Abas. Dengan kaku leher Abas berbalik melihat ke arah si Bos.

Oh. Sekarang Firza paham apa yang menjadi ketakutan Abas.

"Apa yang kalian lakukan nak?" tanya Firza. Tangan si Bos terlepas dari bahu Abas. Ia melirik ke arah Firza melihatnya dari atas sampai bawah.
Dari tatapan sudah sangat jelas meremehkan Firza karena tingginya hanya sampai bahu dia.

Ia memalingkan wajahnya kembali menatap Abas yang sekarang tengah ketakutan.

"Minta uang! Kita mau jalan-jalan!" perintah Si Bos dengan nada datar.

Abas langsung merogoh saku celananya hendak mengeluarkan uang namun segera ditahan oleh Firza.

"Jangan kasih uang buat mereka. Mereka tak layak buat dapatin uang kamu!"  Setelah ucapannya selesai, tiba-tiba tangan si Bos menarik kerah baju Firza dan memukul pipinya dengan keras hingga bibirnya sedikit berdarah.

Abas dengan cepat langsung menyerahkan uangnya dan bergerak ke arah Firza untuk mengecek kondisi dia.

Si bos tertawa penuh kemenangan melihat Firza yang tersungkur.

Si Bos diikuti dua orang anak buahnya membalikkan badan. Ketika mereka berbalik sebuah pukulan mengenai masing-masing pipi mereka
Dengan keras hingga kini mereka bertigalah yang tersungkur.

Abas dan Firza melotot di tempat. Azam datang bak penyelamatan yang kemalaman.

Hendak si Bos berdiri dan membalas pukulannya, Azam langsung menendang tulang kering hingga dia mengadunya kesakitan sambil memegang tulang kering yang sudah dipastikan sekarang ada tanda ungu di sana.

Azam mendekat mengambil uang Abas di saku dada si Bos kemudian menampar pelan pipi anak sok hebat itu beberapa kali. Azam berjalan menghampiri Firza dan Abas. Sedangkan ketiga orang berandalan tadi telah melarikan diri.

Azam membantu Firza berdiri.

"Udah tahu gak bisa baku hantam. Malah sok-sokan baku hantam sama preman. Faedahnya apa coba?" Sarkras Azam sebelum ia memapah Firza masuk ke mobil miliknya yang masih terparkir untuk dibawa ke rumah sakit diikuti oleh Abas yang berjalan di belakangnya.

***

Azam sudah mengantarkan Abas ke rumahnya, sekarang saatnya untuk mengantarkan Firza ke rumah sakit.

"Bang. Jangan bawa gue ke rumah sakit, lo lebay banget dah. Ini luka gue kecil, gak sebesar dosa gue."

Firza menolak dengan keras jika Azam akan membawa dia ke rumah sakit.

"Itu luka. Harus diobatin biar gak infeksi. Lo harus nurut sama gue biar cepet sembuh."

Azam masih kukuh dalam pendiriannya.

"Bang please. Jangan bawa gue ke rumah sakit. Gue takut. Lo aja yang ngobatin gue gimana?"

Firza tak menyerah. Akhirnya Azam yang luluh. Alih-alih membawa Firza ke rumah sakit, dia membawa Firza ke rumahnya.

Azam dan Firza sudah sampai di rumah Azam.

Firza disuruh untuk duduk menunggu di sofa ruang tamu. Azam masuk ke dalam kamar kemudian datang membawa kotak P3K.

Azam duduk di samping Firza. Pemuda itu membuka kotak P3K mengeluarkan obat merah lalu meneteskannya beberapa tetes pada kapas.

Firza sudah ngeri sendiri membayangkan gimana perihnya obat itu akan terasa di kulitnya.

"Bang. Pelan-pelannya, pasti sakit."

Azam tak mendengarkan Firza. Dia langsung mengolesi sudut bibir Firza yang berdarah menggunakan obat merah.

Rasa perih langsung terasa di kulit Firza.

"Bang sialan lo! Udah gue bilang pelan-pelan. Perih tahu."

Azam meletakan kapas di meja. Ia menetap mata Firza lekat-lekat. Firza tak berani menatap mata Azam yang nampak benar-benar marah kepadanya.

"Maaf," cicit Firza.

Azam menarik nafas dalam-dalam.

"Udah gue bilang kalau ada masalah telpon gue. Kan jadinya luka kaya sekarang. Lo tidur aja di sini jangan pulang. Tidur sana di kamar gue!"

Firza mengangguk. Dia masuk ke dalam kamar meninggalkan Azam sendirian di ruang tamu.

***

Selasa 21 Desember 2021
20.08
Have a nice day
See you

Kelas Siluman Onde histórias criam vida. Descubra agora