Chapter 35: The First Snow - Part 4

1.5K 201 12
                                    

CAHAYA api biru muncul perlahan dari tangan kananku yang menengadah. Kemudian cahaya tersebut mengelilingi pedang; membuat Pedang Naga melayang di udara dan lenyap di detik berikutnya. Sementara itu, Duke Astello menyampaikan laporan ketika selesai mengatur napas.

"Saya segera melesat dan menyuruh anak buah saya untuk menutup mulut orang-orang setelah desas-desus tentang Anda menyebar sampai di Petunia. Lalu, ketika tiba di istana, saya mendengar Anda berada di Forsythia, tetapi syukurlah saya dapat menemukan Anda sebelum meninggalkan ibukota."

"Jadi, siapa yang menyebarkannya?"

"Hingga saat ini saya belum tahu pasti. Tetapi berdasarkan pengakuan dari masyarakat bahwa memang benar ada seseorang yang mulai menyebarkan gosip tersebut di pergaulan kelas atas. Saya masih mencari orang tersebut tetapi tidak ada yang mengenali wajahnya setiap saya menginterogasi. Seakan semuanya sengaja dibuat agar melupakan identitas orang tersebut."

Ketika Duke Astello menyelesaikan kalimat; aku menoleh kepada Butler kediaman Marquess yang masih membeku di tempat sedangkan sebagian pekerja sudah berlari masuk untuk bersembunyi dan menyelamatkan diri. Seakan tersadar ketika mendapati tatapan mata yang tertuju kepadanya; dia dalam beberapa detik kemudian mengatur mimik wajah dan mencoba bersikap tenang.

"Desas-desus tentang Yang Mulia tidak hanya ada di kalangan bangsawan saja, tetapi sudah mencapai kalangan bawah bahkan pengemis sekalipun." Dia angkat bicara tanpa kusuruh. "Tetapi, kalau Yang Mulia ingin mengetahui informasi; yang dapat saya berikan hanyalah informasi bahwa orang tersebut memakai jubah bertudung yang berwarna putih."

"Saya juga mendapat informasi bahwa orang tersebut memakai jubah berwarna putih," timpal Duke Astello.

Sedangkan aku mengangkat sudut bibir ke atas ketika melihat Butler kediaman Marquess yang bisa membaca arti tatapan mataku. "Apakah kau tidak merasa takut kalau seandainya aku juga membunuhmu seperti Tuanmu"

"Saya sudah tua, Yang Mulia." Dia menundukkan pandangan dan menjawab, "Sehingga jika Yang Mulia ingin membunuh orang tua ini, saya tidak masalah karena pada akhirnya saya pun tetap akan mati."

"Baiklah." Aku menyeringai dan berbalik; merapatkan jubah sebelum berkata, "Urusan ini akan kulimpahkan kepadamu, Duke Astello. Begitu pun dengan mayat yang ada di Forsythia. Kau sudah mendengar laporannya, bukan?"

"Sudah, Yang Mulia. Akan saya laksanakan perintah Anda."

Dari jarak pandang yang tidak terlalu dekat, para ksatria Marquess akhirnya berkumpul di depan gerbang; setelah beberapa menit berselang sejak Tuan mereka terbunuh; sehingga terkesan sangat lamban untuk ukuran seorang pengawal. Tetapi, aku tidak peduli dan melangkahkan kaki keluar dengan sudut bibir yang terangkat ke atas; menuruni anak tangga dengan santai diikuti oleh Duke Astello yang berjalan satu langkah di belakang.

Kuda hitam menghampiri sembari meringkik ketika aku telah sampai di ujung anak tangga terakhir; sertamerta mengusap kepalanya sebelum menginjak sanggurdi—yaitu pijakan kaki untuk menaiki kuda sementara Duke Astello berjalan ke depan sembari mengeluarkan pedang dari sarung. Bersamaan dengan itu, Komandan Pasukan Marquess diikuti oleh ksatria lain bergerak maju untuk melancarkan serangan.

Dengan sangat cepat, terjadi pertarungan di halaman kediaman Marquess Matheo yang luas. Meski aku tidak turun tangan dan memilih menunggu untuk dibukakan jalan, satu per satu para ksatria Marquess terbaring di tanah bersama dengan cairan merah kental yang keluar dari kulit yang robek. Tidak mengherankan sebab alasan Duke Astello menjadi Komandan Pasukan Kekaisaran Adenium yang sering ditugaskan di perbatasan adalah karena kemampuan berpedangnya.

Ketika sedang menunggu celah untuk keluar, pertarungan di depan mata malah membuatku sakit kepala. Dalam beberapa detik, aku merasa tersiksa dan tidak dapat mengendalikan napas. Rasanya seperti dihujam oleh ratusan anak panah yang melesat cepat dari pihak musuh. Lalu, potongan memori dan suara-suara dari masa lalu terngiang di telinga diikuti oleh dengungan yang keras.

"YANG MULIA, ANDA TIDAK APA-APA?"

Teriakan Duke Astello kemudian menyadarkanku kembali diikuti dengan rasa sakit yang perlahan menghilang. Dia bertanya sembari bergerak menyerang; beberapa kali menoleh ke belakang untuk memastikan keadaanku sembari mengendalikan pedang untuk mempertahankan diri dari serangan pihak musuh.

"TENTU SAJA."

Aku membalas seperti tidak ada masalah meski masih sedikit linglung dan belum sepenuhnya kembali. Itu tidak berlangsung lama sebab celah untuk keluar akhirnya muncul. Segera menghentakkan kaki ke perut kuda dan melesat di antara ksatria yang masih hidup dan yang telah berubah menjadi mayat; melaju dengan kecepatan penuh keluar dari kediaman Marquess tanpa hambatan. Semuanya berkat bantuan Duke Astello yang secara ajaib menemuiku di tempat ini.

Berjarak beberapa meter dari kediaman Marquess, aku menarik tali kendali; memelankan laju kuda hitam ketika potongan memori kembali terlintas. Bersamaan dengan itu, napasku memendek disertai dengan jantung yang berdebar-debar. Selama kurang lebih 2 menit, aku kembali merasakan sakit kepala yang sangat sakit seperti tadi.

Dengan tubuh yang kekurangan stamina dan juga kekuatan kegelapan yang melemah; aku berpikir hidupku pasti tidak akan lama lagi dan akan mati karena sakit kepala ini. Tetapi, ketika bayangan Elora terlintas kembali; perasaan tersiksa dan tidak tenang itu akhirnya perlahan hilang.

Meski demikian, aku belum sepenuhnya merasa tenang sebab dari kilas memori yang muncul dua kali berturut-turut; potongan ingatan yang tidak bisa kuingat sebelumnya menampakkan diri; yaitu kenyataan bahwa apa yang terjadi saat ini adalah sama dengan apa yang terjadi di kehidupan kedua Elora meski terdapat sedikit perbedaan.

"HIYAA!"

Akhirnya, aku kembali melaju menuju istana; melewati pusat ibukota yang ramai; mengabaikan seluruh pandangan ke arahku; kuda hitam melompati kumpulan bocah yang terpaku di tengah jalan. Melewati mereka begitu saja, gerbang istana kemudian mulai terlihat dari kejauhan.

Dua orang ksatria yang berjaga di luar istana memberi salam sebelum membukakan gerbang. Tanpa turun dari atas kuda; kami berlari hingga ke depan istana utama. Dari kejauhan, Butler telah menunggu bersama dengan pelayan pria yang berjejer di kanan dan kiri halaman istana utama.

Segera melompat turun dari kuda dan membiarkan pelayan membawa kuda hitam kembali ke kandang; aku menurunkan tudung jubah dan berjalan masuk dengan tergesa-gesa. Perasaanku menjadi tidak enak sejak mendapati isu tentangku di Forsythia dan kenyataan hari ini yang mirip dengan kejadian di kehidupan kedua Elora, yaitu stamina dan kekuatan kegelapan yang perlahan melemah.

Menyusuri koridor istana utama, aku berhenti berjalan dan bertanya kepada Butler yang berdiri satu langkah di belakang.

"Di mana dia?"

"Jika Yang Mulia maksud adalah Tuan Putri, maka beliau sedang bermain di taman istana."

Aku menelan ludah dan berdiam selama beberapa detik sebelum melanjutkan langkah menuju kamar tidur; mengabaikan perkataan Butler yang menyarankan untuk membersihkan diri terlebih dulu. Perasaanku menjadi lebih tidak nyaman begitu membuka pintu kamar setelah menarik napas dalam-dalam.

Mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan kemudian menemukan jejak seprei yang berantakan; menandakan bahwa Elora beberapa saat lalu berada di sini dan kemungkinan dia sekarang sedang bermain di taman seperti perkataan Butler. Tetapi, anehnya aku tidak merasakan jejak kehadiran anak itu di manapun.

Perasaan asing yang tiba-tiba kurasakan lalu membawaku kepada meja berlaci yang berada tidak jauh dari tempat tidur. Meski sangat tipis, aku dapat merasakan sesuatu di dalam laci yang mengeluarkan aura berbeda. Maka berjalan cepat dan mendekatinya; aku menarik laci dan mengambil kotak persegi yang pernah dihadiahkan Marquess.

"Ternyata ada sihir."

Aku menatap cincin emerald berwarna light-yellow-green yang dipotong membentuk kotak bersinar dan mengeluarkan mana yang sangat tipis. Tangan kananku kemudian bergerak mengambil cincin tersebut lalu menghancurkannya sampai tidak berbentuk lagi dan menghilang seperti asap dengan warna hijau pekat.

Lalu, ketika aku merasakan sebuah kekuatan besar yang ada di sekitar istana; saat itulah aku terlambat menyadari bahwa Orang Bersinar; Si Misterius yang memakai jubah putih; adalah orang yang sama dengan yang mengirim Elora kepadaku: Leocadio Xenos.[]

Elora: My Little PrincessWhere stories live. Discover now