Chapter 16: Playing With Heart - Part 3

2.6K 285 0
                                    

KETIKA mendengar jawabannya yang penuh keyakinan; aku sejenak terdiam melihat netra yang membulat dan tatapan yang hanya dimiliki oleh anak kecil. Membuang napas dan memalingkan wajah; aku kembali menatapnya.

"Bagaimana bisa kau adalah seekor burung? Kau kan tadi tidak bisa terbang. Jadi, kau itu bukan burung tapi ulat."

"Tetapi, El kan juga tidak bisa melata?"

Hamon yang sejak tadi memperhatikan akhirnya terbatuk-batuk dengan sengaja. Dia memalingkan wajah; berupaya mengontrol ekspresinya yang sangat jelas ingin tertawa. Sedangkan Elora terus memandangiku dengan bola mata hijau yang besar seperti sedang melancarkan serangan. Aku yang tidak ingin terperdaya akhirnya hanya membiarkan kejadian ini dan melangkah ke tes selanjutnya.

"Sekarang bersiaplah menjadi ikan."

"El bukan ikan."

"Dari mana kau bisa tahu kalau kau bukan ikan tanpa mencobanya?"

Mulutnya terbuka lalu terkatup; mengerjapkan mata beberapa kali; menundukkan pandangan; sebelum akhirnya menatapku kembali.

"Tetapi, Papa bilang kalau El adalah bulung."

"Aku bohong."

Kedua pundaknya turun bersamaan dengan mulut yang membulat. Tak lama air matanya menumpuk di bagian bawah mata. Melihat Elora seperti itu, aku mempersiapkan telinga karena dia pasti akan menangis dan menjejali indra pendengaranku dengan tangisannya yang keras. Tetapi, setelah semenit terlewat, dugaanku meleset.

Lengan kanan bawahnya bergerak menyeka air mata kemudian berjalan angkuh mendekati danau. Ketika sampai di pinggir, dia berdiri sebentar menatap genangan air yang luas sebelum mengangkat kaki-kaki kecilnya ke sana.

"Tuan Putri!"

Hamon terus memanggil; mencegat tangan mungil Elora namun dia menghempasnya dan tetap berjalan masuk ke dalam air. Sedari awal dia telah menetapkan pilihan dan tidak ada seorang pun yang bisa menahan bahkan Hamon.

Pria itu akhirnya menoleh kepadaku yang berdiri sembari melipat tangan. Menatapku dengan tatapan memohon dan air muka yang melunak.

"Yang Mulia, biar saya saja yang menggantikan Tuan Putri."

"Tidak bisa."

Dia mendekat. Berdiri tepat di hadapanku lalu berlutut. "Yang Mulia," katanya pelan, "saya mohon. Tuan Putri bisa mati."

Meski saat ini suhu udara berada di tengah-tengah; air danau Nuphar Lutea pasti sangat dingin terutama bagi manusia yang tidak memiliki ketahanan atau kekuatan sihir sepertinya. Selain itu, gurita raksasa yang menjaga kemungkinan besar akan menarik kaki kecilnya ke bagian paling dasar danau yang terhubung dengan laut.

"YANG MULIA, SAYA MOHON!"

Elora menggelepar di danau; berusaha memunculkan kepala agar bisa menghirup oksigen. Dengan keadaan yang seperti itu, tak lama lagi tentakel Oktapodi pasti akan muncul dan menarik kaki kecilnya agar masuk lebih dalam lagi. Kalau kekuatannya tidak muncul dan dia tenggelam, itu tandanya aku berhasil menyingkirkan dia secara tidak langsung.

Aku masih memandangnya; memperhatikan dia yang berada di ujung kematian sebelum beralih menatap Hamon yang saat ini terlihat sangat menyedihkan.

"Tadi kau kan menyelamatkan dia tanpa izin. Kenapa sekarang meminta izin?"

Kedua tangannya mengepal kuat di atas paha; memperlihatkan urat-urat yang mengeras. Pandangan yang semula menatapku kini melihat ke bawah. Dari posisinya yang berlutut seperti ini, Hamon pasti sudah mengerti bahwa dia telah melakukan sebuah kesalahan besar yang tidak bisa diampuni. Mengucap janji ala prajurit kepada Elora sama saja dengan menusuk Kaisar Adenium dari belakang. Yang mana, dia telah melakukan perlawanan terhadap Tuannya.

Elora: My Little PrincessWhere stories live. Discover now