Telah Pergi

23 3 0
                                    

Happy Reading~

Besok paginya, Chelsea sudah sehat berkat perawatan Bryan yang sangat baik. Namun, Bryan tak mengizinkan Chelsea untuk pergi ke sekolah karena ia takut jika Chelsea kembali pingsan di sekolah karena belum sehat sepenuhnya.

Pagi harinya setelah menyuapi Chelsea, memberi minum, dan mengambilkan obat, Bryan pamit untuk pergi sekolah dan berkata kepada Chelsea bahwa sepulang sekolah ia akan kembali ke rumah Chelsea untuk kembali menjaga Chelsea.

Setelah Bryan pergi sekolah, Chelsea kembali melamun dan terlihat ketakutan.

"Apakah hari ini benar-benar hari terakhirku bisa melihat indahnya dunia-dan hari terakhir aku bisa melihat senyumnya Mas Bryan? Dan bisa dibilang mungkin pagi tadi adalah pertemuan terakhirku dengan Mas Bryan. Setelah itu, takkan Ada pertemuan lagi, hanya akan ada perpisahan yang berakhir tragis. Aku tidak tahu gimana nasibku nanti," ucap Chelsea sambil menitikkan air matanya melihat keadaan di luar rumah dari jendela.

Tak terasa, jam pulang sekolah pun tiba. Galang pun langsung menelpon Chelsea. Betapa bergetarnya Chelsea saat melihat Galang meneleponnya. Namun, ia berusaha untuk tetap tenang dan seolah ia tak tahu apa-apa.

Setelah menelepon bahwa Galang ingin mengajak Chelsea untuk bertemu di sebuah taman, telepon pun mati.

Chelsea pun mengambil napas panjang, kemudian mengembuskannya dengan perlahan.

"Baiklah, bersiap untuk menghadapi kematianku yang sebentar lagi akan menjemputku."

Chelsea mengenakan pakaian yang tak terlalu bagus. Karena ia tahu, hidupnya akan segera berakhir. Ia pun pergi keluar rumah, lalu menaiki taksi, dan segera bergegas menuju ke lokasi yang sudah Galang tentukan.

Sesampainya di lokasi, Chelsea segera menuju ke tengah taman yang terletak di pinggir kota. Suasananya sangat sepi, tak ada pengunjung dan tak terlihat keberadaan Galang.

Tiba-tiba, Chelsea merasa ada yang menepuk pundaknya dari belakang.

"Hai! Nungguin aku, ya?"

Chelsea pun langsung menoleh ke belakang dan terkejut ketika telah melihat Galang berada di belakangnya.

"Galang, kamu tumben banget ngajak aku keluar?" tanya Chelsea pura-pura tidak tahu.

"Udahlah, nggak usah lama-lama, langsung aja. Aku manggil kamu ke sini untuk mengobati rasa kangenku yang terakhir kali," ucap Galang langsung to the point.

"Maksud kamu apa?" tanya Chelsea pura-pura tak mengerti. Namun sebenarnya, ia pun sudah sangat mengerti. Tubuhnya bergetar hebat.

"Sebelumnya, terima kasih atas semua yang sudah kamu lakukan ke aku. Maaf kalau aku punya salah sama kamu. Dan ... ini pertemuan terakhir kita," lanjut Galang.

"Apa Galang bener-bener bakal ngelakuin ini?"

"Maksud kamu apa, Galang?" tanya Chelsea dengan tubuh yang bergetar hebat.

"Goodbye, Chelsea ... i'm sorry."

Galang langsung memeluk tubuh Chelsea, dan menyayat di bagian lehernya sampai darahnya mengalir bercucuran membasahi seluruh tubuh Chelsea.

"Ahh ...!" teriak Chelsea.

"Maafin aku, Chelsea," ucap Galang sambil menahan pedih di hatinya karena terpaksa harus membunuh orang terdekatnya.

Chelsea pun langsung jatuh pingsan karena lemas. Tak lama kemudian, ia pun sudah tak terlihat ada tanda bergerak. Mungkin ... Chelsea telah tiada.

Saat Galang meninggalkan Chelsea, ia melihat tangan Chelsea tengah memegang sebuah kertas. Ia pun membukanya, dan kertas tersebut berisi sebuah tulisan.

Aku adalah awan, dan kamu adalah hujan. Hujan ada karena awan, tapi awan menjadi tiada karena hujan. Kamu ada karena aku, tapi aku menjadi tiada karena kamu.

Seketika Galang meneteskan air mata, lalu berucap, "Tidak! Tidak untuk sekarang. Bukan kamulah awannya, tapi kamulah hujannya. Hujan telah jatuh, dan kamu telah pergi. Dari ada, menjadi tiada."

Kemudian, Galang membaca sebuah puisi di kertas yang ia pegang.

Ketika bibir sudah tak mampu lagi tuk berucap
Maka biarkanlah sebuah goresan tinta yang mewakilinya
Aku ingin mencintaimu dalam diam
Seperti kata yang tak sempat diucapkan senja kepada malam yang menjadikannya hilang
Aku ingin mencintaimu tanpa kata
Seperti isyarat yang tak sempat disampaikan pasir pantai kepada ombak yang menjadikannya tiada
Aku ingin mencintaimu tanpa bersuara
Seperti untaian kata yang tak sempat diucapkan asap kepada angin yang menjadikannya lenyap
Dan suatu saat, ada kalanya aku harus pergi meninggalkan kamu'
Layaknya hujan yang meninggalkan awan

Selesai membaca, Galang sangat menyesal. Ia menyesal karena telah membunuh orang yang mencintainya dan menolongnya. Akan tetapi, inikah balasan darinya? Ia merasa bersalah. Kini, nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada yang bisa ia perbuatan. Ia hanya bisa menangis bersama dengan hujan yang turun.

"Chelsea, maafin aku dengan semua ini ternyata, kamu sayang sama aku. Tapi ... kenapa aku tidak mengetahui itu? Dan sekarang, kamu malah pergi. Aku bodoh! Sangat bodoh! ucap Galang sambil menangisi Chelsea yang tengah ia pangku kepalanya.

"Wow ...! Sungguh drama yang sangat menyedihkan," ucap seorang gadis sambil bertepuk tangan dan mendekat ke arah Galang.

Sontak Galang pun mengalihkan pandangannya.

"Miranda?! Apa maksud kamu?" tanya Galang dengan terkejut.

"Ternyata ... kamu itu nggak pinter, ya. Tapi bodoh," ucap Miranda sambil tersenyum smrik.

Galang langsung meletakkan tubuh Chelsea di tanah dan menghampiri Miranda.

"Kenapa kamu bilang gitu? Bukankah seharusnya kamu senang, ya, aku udah ngelakuin permintaan kamu dengan ngebunuh Chelsea?"

"Iya, sih, aku seneng. Karena aku gak perlu turun tangan secara langsung buat bunuh Chelsea, tapi udah lewat kamu. Dan sekarang, kita udah gak ada hubungan apa-apa lagi," ucap Miranda dengan santai.

"Kenapa gitu?" Galang masih belum mengerti akan maksud Miranda.

"Ya karena aku gak cinta sama kamu. Gak ada sedikit pun rasa sayang yang ada dalam hati aku buat kamu. Asal kamu tahu, ya, aku tuh cuma manfaatin kamu. Aku pikir karena kamu seorang psikopat, kamu itu pintar dan kamu sadar kalau apa yang aku lakuin itu gak tulus. Tapi ternyata, kamu mudah pernah ditipu. Kamu itu psikopat yang bodoh. BTW ... thanks, ya, atas bantuannya. Bye," ucap Miranda terus terang tanpa memikirkan perasaan Galang.

Tanpa rasa bersalah, Miranda pun langsung pergi begitu saja meninggalkan Galang yang saat ini pikirannya sedang kacau sekali.

"Akhhhh!!!" teriak Galang karena merasa depresi.

"Kenapa semua terjadi sama gua?! Dan Kenapa gua gak tau, kalau ternyata Miranda gak tulus sama gua?! Sekarang, semua orang yang sayang sama gua udah ninggalin gua. Setelah keluarga, sekarang Chelsea. Gua udah gak punya siapa-siapa," sesal Galang sambil menahan kecewa dan merasa sangat bersalah.

Galang pun bingung apa yang harus ia lakukan. Ia sangat marah karena Miranda telah menipunya, dan sekarang, ia telah kehilangan orang yang sangat menyayangi dirinya ... dan orang tersebut mati di tangannya sendiri. Kini, penyesalan tiada arti, karena semua telah terjadi.

Tak mungkin jika Galang akan membawa Chelsea pergi. Sehingga, ia membiarkan Chelsea tetap di tempat tersebut.

Kemudian, ia meninggalkan Chelsea dan berniat pergi jauh untuk membuka lembaran baru agar bisa melupakan Chelsea.

"Chelsea, i'm sorry."

***

"Lu udah salah karena udah ninggalin orang yang sayang dengan tulus pada lu." Lalu, lelaki menggendong tubuh Chelsea dan berucap, "Kamu harus kuat. Kamu tidak panas mendapat perlakuan seperti ini, kamu pantas mendapatkan kebahagiaan."

Telah PergiWhere stories live. Discover now