Pengakuan

27 4 1
                                    

Happy Reading~

Tiga hari kemudian, Galang merasa ada yang ingin ia ceritakan pada Chelsea. Sehingga, ia meminta Chelsea untuk bertemu. Akan tetapi, ia tidak bilang bahwa ia bercerita tentang sesuatu. Ia berbohong bahwa ia ingin bertemu karena rindu kebersamaan dengan Chelsea. Akhirnya, Chelsea pun menyetujuinya. Mereka pun bertemu di salah satu cafe yang ada di kota Kepanjen.

“Chel, kita ke sini aja, ya. Tempatnya cukup nyaman,” ucap Galang ketika sudah berada di depan cafe.

“Iya, terserah kamu aja, Galang. Aku ngikut,” ucap Chelsea sambil tersenyum.

Setelah itu, mereka berdua masuk ke dalam cafe dan memesan makanan. Sambil menunggu pesanan datang, mereka pun basa-basi menceritakan tentang kisah mereka masing-masing.

Tak lama kemudian, topik pun berhenti, dan berganti Galang yang membuka obrolan.

“Oh ya, ngomong-ngomong ... gimana sama persiapan kemah kamu? Lancar nggak?”

“Iya, alhamdulillah sih, selama ini lancar. Nggak ada hambatan. Kenapa emang?” tanya Chelsea heran.

“Ya nggak papa. 'Kan sebagai sahabat apa salahnya, sih, tanya?” tanya Galang kembali.

“Iya juga, sih.”

“Oh ya ... Chel. Kamu hafal nggak sih, sama seluruh nama murid angkatan kelas 10 baik IPA maupun IPS?” tanya Galang dengan santai.

“Satu angkatan IPA IPS? Nggak mungkinlah, Galang. Ya kali aku ngehapalin semua. ku cuma mungkin kenal sama yang bersebelahan sama kelas kita. Atau nggak gitu yang tergabung satu organisasi, baru kenal. Kalau semua yang nggak mungkinlah. Memori otakku nggak sebesar memori yang ada di laptop—yang bisa menampung banyak data-data nama,” canda Chelsea sambil tertawa.

“Haha kamu bisa aja, sih,” ucap Galang ikut tertawa.

“Ya 'kan emang bener. Emang kenapa nanyain nama anak-anak?” Chelsea kembali bertanya karena penasaran.

“Nggak, sih. Sebernya aku cuma mau tanya satu nama sama kamu,” tukas Galang to the point.

“Siapa?” tanya Chelsea sambil mengangkat kedua alisnya.

“Miranda, kelas X IPS 4. Kamu kenal, nggak?” tanya Galang tiba-tiba.

Tiba-tiba pelayan cafe pun datang mengantarkan pesanan.

“Permisi, Mbak, Mas. Maaf mengganggu. Saya mau mengantarkan pesanan Mbak sama Mas,” ucap pelayan tersebut.

“Oh, iya, Mbak. Nggak ganggu, kok. Silakan taruh di meja. Makasih, ya,” sahut Chelsea ramah.

“Sama-sama, Mbak. Saya permisi dulu, mari,” ucap pelayan tersebut dengan sopan.

Galang dan Chelsea pun hanya tersenyum.

Teringat pertanyaannya belum dijawab oleh Chelsea, Galang pun bertanya kembali.

“Gimana? Kamu kenal, nggak, sama yang namanya Miranda dari kelas X IPS 4?” tanya Galang lagi.

“Miranda? Hmm kenal, sih. Cuma nggak akrab,” tukas Chelsea sambil mengambil minuman di nampan, lalu mulai meminum minuman favoritnya, yaitu green tea latte.

“Ohh gitu, ya. Emm aku boleh jujur, nggak, sama kamu?” tanya Galang mulai terlihat serius sambil meminum minuman favoritnya, yaitu cappuccino.

“Jelas bolehlah, namanya juga sahabat, masa nggak boleh jujur,” ucap Chelsea santai.

“Sebenarnya ... aku suka sama Miranda,” ucap Galang terus terang.

Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba Chelsea tersedak dengan minumannya.

“Uhuk uhuk uhuk!”

“Chel, kamu kenapa?” tanya Galang panik. Ia langsung meletakkan minumannya.

“Nggak kok, aku nggak papa. Cuma tersedak minuman aja, soalnya panas,” tukas Chelsea terpaksa berbohong.

“Habis ... kamu sih, nggak sabaran amat. Kalau minum tuh tunggu agak dingin bentar,” cerca Galang sambil bercanda.

Chelsea hanya diam tak menjawab.

“What?! Miranda?! Kenapa Galang bisa suka sama dia, sih? Apa yang istimewa dari cewek kayak dia? Sedangkan gua? Gua selalu ada untuk Galang, tapi kenapa dia malah suka sama Miranda? Cinta gua bertepuk sebelah tangan,” batin Chelsea tertunduk sedih.

Dalam hati, ia sangat terkejut karena orang yang diam-diam mulai ia sukai malah menaruh hati pada orang lain.

“Chel, kamu kenapa? Kok kamu kayak nggak seneng gitu aku cerita?”

“Bukan gitu, Galang. Aku ngerasain agak kurang nyaman di tenggorokanku setelah tersedak tadi,”

“Emm gitu? Beneran? Nggak bohong?”

“Iya, enggak kok. Oh ya, kalau boleh tahu ... kamu bisa kenal Miranda dari mana? Kok bisa tiba-tiba suka?”

“Jadi sebenarnya ... berapa hari yang lalu aku ke Papringan Cafe karena gabut. Saat itu hawanya dingin banget. Awalnya aku mau ke rumah kamu, tapi udah malam, dan aku yakin kamu pasti udah tidur. Aku nggak mau ngganggu kamu tidur. Terus aku ke Papringan Cafe dan ketemu sama Miranda. Ya kami kenalan. Ternyata dia siswa di SMAN 1 Kepanjen, dan kelas X IPS 4. Habis itu aku anterin dia pulang juga. Kasihan, soalnya udah malam dia nggak ada yang ngantar, taksi juga udah nggak ada. Terus beberapa hari setelah itu, pokoknya pas aku lagi gabut juga dan kamu lagi ada tugas, aku ngajak dia keluar jalan-jalan ke Kampung Jodhipan Warna. Dari situ hati aku rasanya kayak berbeda saat di dekat Miranda. Hati aku tuh rasanya kayak lain. Ya bisa dibilang aku suka sama Miranda,” tukas Galang panjang lebar.

Bagaikan tersambar petir di siang bolong ketika Chelsea mendengar pengakuan tersebut. Bagaimana tidak? Ia jauh lebih dikenal terlebih dahulu oleh Galang daripada dengan Miranda. Bahkan, Chelsea selalu ada untuk Galang.

Namun, mengapa hatinya malah berpihak pada orang lain? Belum cukupkah apa yang telah dilakukan Chelsea untuk Galang selama ini? Ataukah memang Galang hanya benar-benar menganggap Chelsea sebagai sahabat dan tidak lebih dari itu? Lantas, mengapa Chelsea menganggap Galang lebih?

“Ohh gitu, ya. Ya nggak papa, sih, kamu suka sama dia. Kamu kan juga berhak suka, berhak bahagia. Ya aku cuma bisa berdoa semoga kamu bisa dapatin dia,” ucap Chelsea sambil tersenyum. Akan tetapi, senyum di balik luka.

“Jadi, kamu support aku?” tanya Galang dengan ceria.

“Iya, pasti aku support kamu. Aku 'kan, sahabat kamu. Nggak mungkin juga kalau aku mau nerusakan hubungan kamu. Asalkan itu baik untuk kamu, kenapa nggak aku dukung?” jelas Chelsea dengan tersenyum.

“Chelsea ... kamu bener-bener sahabat terbaik aku. Makasih banget, ya,” ucap Galang sambil tersenyum gembira.

“Iya, sama-sama. Kalau butuh bantuan apa-apa, bilang aku aja. Aku bisa bantu kamu supaya lebih deket sama Miranda, kok,” tukas Chelsea sambil menahan sesak di dadanya.

“Emm iya. Thanks banget, ya, Chelsea,” ucap Galang lagi.

Chelsea hanya mengangguk sambil meneguk minumannya.

“Apa ini? Selama ini gua yang selalu dekat dan selalu ada untuk Galang. Gua berharap bisa jadi seseorang yang spesial di hidupnya. Tapi ternyata, hatinya malah berpihak pada orang lain. Apakah gua harus mundur, ataukah memendam perasaan ini, ataukah mengungkapkannya? Enggak! Gua rasa ... mengungkapkannya merupakan hal terbodoh dan tergila yang pernah gua lakukan. Lebih baik gua pendam aja rasa gua ini. Karena cinta 'kan, nggak harus memiliki. Asalkan orang yang kita cintai bahagia, kita ikut bahagia. Itulah arti cinta yang sesungguhnya. Cinta tidak bisa dipaksakan. Ia tahu ke mana ia harus pergi dan melangkah,” batin Chelsea sambil menahan luka di hatinya. Ia tetap berusaha tersenyum di depan Galang untuk menutupi rasa sakit hatinya.

***

“Hanya lewat ucapan ... lu udah ngebuat Chelsea sakit hati. Gua gak akan tinggal diam!”

***

Kembali lagi dengan naskah hebat dari penulis Amor. Yuk, penuhi kolom komentar!

Telah PergiWhere stories live. Discover now