Namanya Adalah Galang

98 7 1
                                    

Jam berapa kamu baca part ini????

**




Pagi itu, Chelsea berniat untuk jogging ke area stadion Kanjuruhan atau yang biasa hanya disebut Kanjuruhan. Ia pergi ke sana hanya sendirian. Pukul 06.00 pagi ia berangkat dari rumahnya yang terletak tak jauh dari Kanjuruhan.

“Mending langsung jogging aja ke Kanjuruhan, gak usah bawa motor. Soalnya kan, rumah gua juga deket,” gumam Chelsea. Setelah itu, ia bergegas berangkat menuju Kanjuruhan sendirian.

Sesampainya di Kanjuruhan, chelsea langsung berlari berputar sebanyak tiga kali. Setelah itu, ia beristirahat di tribun luar sambil meneguk sebotol minuman pocari sweat.

Di tengah peristirahatannya, Chelsea melihat ke kanan dan ke kiri yang penuh dengan muda-mudi yang sedang bermesraan.

“Huh! Gak di sekolah gak di sini, banyak banget, sih, anak pacaran. Lah gua kapan? Masa iya apa-apa harus sendiri? Ke mana-mana sendiri, ngapa-ngapain sendiri, sampai terbiasa sendiri terus,” keluh Chelsea dengan raut muka masam.

“Huh, daripada gua di sini sendirian, mending ke taman aja. Daripada di sini jadi obat nyamuk,” keluh Chelsea lagi.

Setelah itu, ia beranjak dari tribun dan kembali berlari santai menuju taman.

Sesampainya di taman, Chelsea segera mengambil tempat yang teduh.

“Hmm, tumben sepi. Biasanya di sini rame. Oh iya lupa, ini 'kan, Minggu pagi. Biasanya kan kalau malam Minggu banyak anak balapan di sini, sama jadi basecamp tongkrongan,” ucap Chelsea.

Tiba-tiba, mata Chelsea terpusatkan pada seorang lelaki yang tengah duduk sendiri di sebelah motor besarnya. Lelaki tersebut terlihat murung tak ceria sedikit pun.

“Dia siapa, ya? Kok gua kayak gak pernah lihat dia? Atau mungkin, emang dia baru pertama kali ke sini. Coba gua deketin aja, deh, kayaknya dia orang baik,” gumamnya.

Chelsea pun mendekati lelaki tersebut.

“Permisi,” ucap Chelsea pelan saat sudah sampai di dekat lelaki tersebut.

Lelaki tersebut menoleh mencari sumber suara yang memanggilnya. Ia seketika terkejut melihat Chelsea.

“Ada apa?” tanyanya dingin.

Waduh, kok dingin gini, sih, dia? Hmm mungkin karena belum kenal, batin Chelsea dengan ekspresi sedikit terkejut.

“Emm boleh duduk di sini, nggak?” tanya Chelsea pelan.

Lelaki tersebut hanya mengangguk.

Tanpa basa-basi, Chelsea langsung mengulurkan tangan pertanda ia mengajak lelaki tersebut untuk berkenalan.

Lelaki tersebut menoleh melihat uluran tangan Chelsea sambil menaikkan alisnya.

“Kenalin, aku Chelsea. Kamu siapa?” tanya Chelsea sambil tersenyum.

Lelaki tersebut menerima uluran tangan Chelsea sembari berkata, “Galang.” Dengan senyum tipisnya.

“Kenapa kamu di sini sendirian? Kenapa nggak sama teman-teman yang lain?” tanya Chelsea basa-basi.

“Aku nggak punya temen,” jawab lelaki tersebut singkat.

“Kenapa nggak punya?”

“Karena mereka yang menjauh dari aku,” jawab Lelaki tersebut sedikit tertunduk sedih.

“Terus, kenapa kamu nggak di rumah?” Chelsea terus bertanya tanpa rasa takut sedikit pun.

“Aku bosan di rumah sendiri,” ucap lelaki tersebut sambil menatap ke depan dengan tatapan murung.

Hah? Sendiri? Emang keluarganya ke mana? gua mau tanya, tapi ntar dikira sok kenal sok dekat. Soalnya baru kenal, masa main interogasi aja. Ya udahlah, gua tanyanya besok-besok aja, batin Chelsea.

“Ohh gitu ... kalau gitu, aku boleh nggak, jadi temen kamu?” tanya Chelsea dengan tersenyum.

“Kamu serius?” Lelaki tersebut mendadak terkejut.

Bagaimana tidak? Selama ini tidak ada satu pun anak yang mau berteman dengan Galang dengan alasan takut. Memang, Galang kelihatannya pendiam dan dingin. Tapi sebenernya, ia menjadi sangat ramah jika lawan bicaranya juga ramah. Semua itu ia lakukan untuk menutupi sifat aslinya yang bisa keluar sewaktu-waktu.

“Iya,” ucap Chelsea tersenyum manis.

“Kenapa kamu mau temenan sama aku? Sedangkan, nggak ada satu pun lelaki yang mau temenan sama aku.”

“Ya karena aku tahu, kelihatannya kamu orangnya baik. Apa salahnya berteman? Lagi pun, aku juga selalu sendiri, ngapa-ngapain sendiri, ke mana-mana juga sendiri,” ucap Chelsea tetap tersenyum.

“Memangnya sahabat kamu ke mana?” Kini berganti Galang yang bertanya.

“Dia sibuk sama pacarnya, dan jarang ada waktu buat aku,” ucap Chelsea tersenyum tipis.

“Keluarga?”

“Keluargaku di luar kota. Aku di sini di rumah sendirian, soalnya aku sekolah di sini.” Kini berganti Chelsea yang sedikit murung.

“Ohh gitu?”

“Iya. Jadi, kamu mau nggak, kita temenan?” tanya Chelsea tanpa berpikir dua kali.

“Iya, aku mau,” jawab Galang dengan ceria.

“Oke. Mulai hari ini, kita berteman, ya?” ucap Chelsea seraya mengulurkan jari kelingkingnya.

“Iya,” ucap Galang seraya menautkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Chelsea.

“Oh ya, kamu seumuran aku, 'kan? Takutnya kalau kamu lebih tua dari aku, aku jadi nggak sopan ke kamu, dong.” Chelsea kembali membuka suara untuk mencairkan suasana

“Aku kelahiran 2004. Kalau kamu?”

“Iya, sama. Aku juga 2004, tapi bulan Juni.”

“Oh, kalau aku Januari.”

“Eh, beda setengah tahun ternyata, ya. Kamu lebih tua dari aku,” canda Chelsea.

“Ehh iya, ya. Hahaha.” Bereka berdua sama-sama tertawa renyah.

“Kamu orangnya ternyata asyik ya, Galang.” Lagi-lagi Chelsea mencairkan suasana.

“Kamu juga orangnya asyik,” ucap Galang.

“Oh ya, kalau kita nggak mau pergi dari sini, nih? Soalnya kalau Minggu dan mulai siang, di sini rame,” ajak Chelsea.

“Iya juga, ya. Ya udah, ayo kita pergi.”

“Ke mana tapi?”

“Gimana kalau ke tribun luar? Aku mau mengambil beberapa foto,” usul Galang.

“Kamu fotografer?” tanya Chelsea terkejut.

“Bukan, cuma aku hobi aja kayak memfoto objek-objek yang bagus gitu,” ucap Galang tersenyum.

“Ya udah, ayo.”

“Kamu nggak bawa motor?” tanya Galang sambil memerhatikan sekeliling.

“Enggak. Rumah aku nggak terlalu jauh kok, dari sini. Jadi, aku ke sini jalan kaki sambil jogging sekalian,” jawab Chelsea tersenyum.

“Ayo udah, ayo aku bonceng,” ajak Galang.

“Emangnya nggak papa?” tanya dengan Chelsea ragu-ragu.

“Ya nggak papalah, kita 'kan teman,” jawab Galang dengan tersenyum, yang juga dibalas senyuman oleh Chelsea. Setelah itu, mereka berdua naik motor dan menuju ke tribun luar.

***

“Kamu telah salah karena telah mengenal dia.”

Telah PergiWhere stories live. Discover now