Kebohongan

20 3 0
                                    

Di rumahnya, Chelsea langsung menuju kamar dan menangis tersedu-sedu. Ia belum sempat mau bersih-bersih diri dan membereskan peralatannya. Ia langsung menuju ranjang dan menangis sekencang-kencangnya

“Hiks hiks ... kenapa Galang tega? Kenapa?!”

“Apa salahku? Kurang baik apa aku sama Galang? Kenapa dia tega ngelakuin itu? Hiks ....”

“Kenapa dia lebih milih Miranda? Jelas-jelas aku nggak salah.”

“Gua benci sama Galang ... gua benci! Tapi ... nggak seberapa dengan rasa sayang yang ada di hatiku. Aku terlanjur sayang ke dia.”

“Sekarang aku harus gimana? Aku bingung. Apa mungkin aku harus rela mati di tangan Galang karena aku sayang sama dia?” tanya Chelsea pada dirinya sendiri di sela-sela isakannya.

“Lagi pun, nggak ada gunanya juga aku hidup. Rasa sayangku nggak tersampaikan ke Galang, dia juga nggak sayang sama aku. Orang tuaku juga keluar kota jarang ngabarin, tambah Galang kayak gitu,” ucap Chelsea terlihat menyerah.

“Ya udahlah, aku ikhlas mati di tangan Galang asalkan dia bisa bahagia. Anggap aja itu sebagai tanda sayangku ke dia. Aku nurut apa yang dia lakuin ke aku karena aku sayang dia,” ucap Chelsea dengan mantap.

Setelah itu, Chelsea menuju meja belajarnya dan menuliskan sesuatu pada selembar kertas.

“Sekarang hanya ini yang aku bisa. Nggak mungkin juga aku menemui Galang saat ada kesempatan dan mengungkapkan perasaan. Karena menurutku, itu adalah percobaan bunuh diri yang sangat bagus,” ucapnya saat hendak menulis.

Kemudian, ia mulai menuliskan kata-kata pada kertas tersebut. Setelah selesai, ia pun mempersiapkan diri untuk tenang. Meskipun tidak bisa, ia lebih memilih untuk istirahat agar bisa melupakan masalah-masalah yang ada dan berusaha mengurangi beban karena ia tahu usianya tak akan lama lagi.

***

Tak terasa malam telah tiba. Chelsea pun tak bangun karena ternyata badannya sakit dan tak ada yang merawatnya di rumah.

Ia pun memutuskan untuk terus tidur—berharap pagi hari esok segera datang menyambutnya.

Paginya, Chelsea sakit demam. Mungkin karena efek dari terlalu memikirkan masalah kemarin dengan berlebihan. Kemudian ia pun memberitahu Bryan bahwa ia tidak masuk karena sakit.

Mas Bryan

Mas, maaf ya ... hari ini aku nggak masuk sekolah. Aku sakit, badan aku demam tinggi sejak kemarin malam. Tolong izinin aku ya, aku takut kalau dialpa.

06.45

Setelah pesan terkirim, Chelsea memutuskan untuk mandi kemudian tidur lagi. Tidak ada makanan di rumahnya, ia tak kuat untuk memasak. Ia ingin memesan secara online, tetapi tidak kuat rasanya jika harus menuruni tangga untuk mengambil pesanan.

Meskipun ia lupa bahwa pintu rumahnya tak dikunci, mana mungkin jika kurir harus mengantarkan sampai ke kamarnya. Sehingga, Chelsea lebih memilih untuk mandi di kamarnya lalu tidur kembali.

***

“Udah siang banget kok belum datang, ya? Gua ngerasa gak enak banget,” gumam Bryan.

Tiba-tiba, ada pesan masuk di ponsel Bryan.

“Loh, kok chat dari Chelsea?”

Bryan pun langsung membukanya.

*Chelsea Cantik*

Mas, maaf ya ... hari ini aku nggak masuk sekolah. Aku sakit, badan aku demam tinggi sejak kemarin malam. Tolong izinin aku ya, aku takut kalau dialpa.

06.45

Seketika badan Bryan menjadi lemas membaca chat dari Chelsea.

“Tuh 'kan, feeling gua gak pernah salah! Chelsea sekarang sakit. Ya udahlah, nanti gua izinin dia. Pulang sekolah gua bakal jenguk dia sambil bawa makanan dan minuman. Gua yakin dia pasti belum makan sama minum karena gak kuat buat masak ataupun beli keluar rumah,” ucap Bryan.

Setelah itu, Bryan bergegas menuju kelasnya guna membuat surat untuk mengizinkan Chelsea yang menyatakan bahwa Chelsea sakit.

***

Pulang sekolah, Bryan langsung menuju rumah Chelsea. Ketika ia mengetahui bahwa pintunya tak dikunci, ia pun langsung masuk dan menuju kamar Chelsea. Ia sudah menganggap rumah Chelsea seperti rumahnya sendiri karena ia dan Chelsea begitu terbuka.

Tok tok tok!

“Chelsea?” panggil Bryan dengan pelan.

“Iya, masuk aja. Pintunya nggak aku kunci,” sahut Chelsea dari dalam kamar.

Bryan pun membuka pintu dan langsung masuk ke dalam kamar Chelsea dan menutup pintu.

“Mas Bryan? Ngapain ke sini?” tanya Chelsea karena terkejut.

“Aku mau jenguk kamulah. Aku nggak tega ngelihat kamu sakit.” Bryan langsung mendekat ke ranjang Chelsea.

“Aku udah baikan, kok,” bohong Chelsea.

Bryan pun memeriksa dahi Chelsea dan merasakan demam yang belum turun.

“Kamu bohong, kamu masih sakit. Ini, aku bawain makanan sama minuman. Aku ngerti kamu pasti belum makan sama minum. Ini aku juga bawain Paracetamol juga,” ucap Bryan sambil menunjukkan bawaannya.

“Ya ... Mas ... jadinya ngerepotin 'kan, malahan ...,” sahut Chelsea pelan.

“Nggak kok, nggak ngerepotin. Udah ya, sekarang aku suapin kamu. Aku bawain bubur. Aku juga bawain susu sapi segar supaya kamu cepat sehat, terus kamu minum paracetamolnya,” bujuk Bryan sambil tersenyum.

Chelsea pun hanya mengangguk.

Bryan segera menyuapi Chelsea dengan bubur. Setelah selesai, ia mengambilkan susu untuk Chelsea minum. Lalu mengambilkan vitamin dan juga Paracetamol. Setelah keadaan Chelsea cukup tenang dan mulai membaik, Bryan mulai bertanya tentang kejadian kemarin.

Namun, Chelsea tak menjawab.

“Nggak papa, jujur aja. Nggak usah takut sama aku, terbuka aja,” bujuk Bryan.

“Nggak papa kok, Mas. Ya Kemarin aku pas lewat di depan gudang itu melihat Galang sama Miranda lagi ngobrol di dalam gudang itu ... dan kenapa, ya, aku kayak belum bisa move on. Ya aku cemburu, dan tiba-tiba badan aku lemas. Ditambah lagi 'kan pas itu aku capek-capek pulang dari pantai, jadinya langsung naik taksi terus pulang. Ya Maaf nggak sempat ngabarin kamu. Mungkin ini sakit karena efek aku kecapean,” terang Chelsea dengan terpaksa berbohong.

“Kamu yakin karena itu? Kamu nggak bohong, 'kan?” tanya Bryan memastikan.

“Enggak kok, Mas,” ucap Chelsea sambil tersenyum.

“Ya udah kalau gitu.”

“Maafin aku, Mas. Aku udah nggak percaya kamu kalau ternyata apa Yang kamu bilang itu benar. Dan besok ... mungkin hari terakhir aku bisa melihat indahnya dunia ini. Mungkin besok pagi pun juga pagi terakhir aku bisa melihat senyum kamu. Aku nggak mau kalau kamu tahu tentang ini. Karena aku nggak mau nanti saat aku udah pergi, kamu malah merasa kehilangan aku. Aku minta maaf, Mas,” batin Chelsea sambil berusaha menahan air matanya.

Detik itu juga, ada yang menetes, tapi bukan hujan. Ada yang tertusuk, tapi bukan tertusuk duri. Ada yang rapuh, tapi bukan kayu.

Setelah itu, Bryan pun duduk di samping Chelsea lebih dekat sambil membelai rambutnya hingga Chelsea tertidur. Sedangkan Galang pun memilih untuk bermain game sambil menjaga Chelsea.

Telah PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang