Bagian Dua: Menuju Masa Lalu

Start from the beginning
                                    

"Pegangan ke leherku erat-erat."ucap Faust.

Atha menarik nafas dan melingkarkan kedua tangannya kebelakang leher makhluk itu, memeluknya dengan erat seperti yang diperintahkan. Atha bisa merasakan bagaimana Faust perlahan terbang kebawah.

Seiring tubuh mereka melayang mendekati bumi, Atha memberanikan diri melihat pemandangan yang terbentang dibawah sana. Dari atas Atha bisa melihat ladang, balai kota, pelabuhan yang ramai, dan sebuah bianglala besar berada diatas bukit kecil―dia bertanya-tanya, dimana ada tempat seindah ini di Indonesia?

Perlahan tapi pasti, Faust menurunkan keduanya hingga menapaki pinggiran jalan dengan sebuah tembok lumayan tinggi berukuran tiga meter disamping kiri sementara jalanan kecil disamping kanan mereka terlihat sepi.

Atha menghela nafas panjang. "Akhirnya,"gumamnya. Dia mengedarkan pandangannya kesekeliling―setelah beberapa saat meneliti sekitar, Atha seakan baru sadar kalau tempat yang dia pijak ini terasa asing.

"Faust,"panggil Atha.

Makhluk berambut coklat kehitaman yang berdiri disebelahnya menoleh, hanya mengangkat kedua alisnya.

"Dimana Nara?dan kita dimana?"

Wajah Faust terlihat bingung selama beberapa saat. "Bukannya ini tempat pertama kali kamu ketemu dia?"tanyanya tidak yakin.

Atha menggelengkan kepalanya. Pertama kali dia bertemu Nara itu didalam toko buku. Tempat yang dikunjunginya bersama Raya beberapa waktu lalu.

Apa mungkin Faust melakukan kesalahan?

Atha hendak membuka mulutnya lagi untuk bertanya―tepat ketika derap langkah kaki yang cepat menghampirinya. Membuat Atha juga Faust menolehkan kepala kearah yang sama―sayangnya, mereka sedikit terlambat menyadarinya hingga menyebabkan seseorang jatuh menindih Atha. Berada tepat diatasnya.

Brukk

Seseorang yang menindihnya meringis kesakitan.

"Yaampun,"Faust mengatakannya sambil geleng-geleng kepala. Tangannya bersedekap di dada.

Atha melirik Faust sambil berdumel pelan karena makhluk itu sama sekali tidak membantu―Atha pun mencoba menyingkirkan tubuh diatasnya. Namun tanpa perlu banyak usaha, seseorang yang menabraknya itu beranjak berdiri. Mengebaskan celana abu-abunya sebentar sebelum mengulurkan tangan untuk membantu Atha.

"Liat-liat dong kalo lari, mata lo itu kemana sih?"dumel Atha usai berdiri. Kepalanya masih menunduk, membenarkan kemeja yang dikenakannya.

"Maaf. Gue lagi buru-buru banget nih."

Perempuan berambut sebahu itu mengernyit dan mendongak. Berniat memberikan ekspresi juteknya dan mengomeli siapa pun dia―tapi yang ada, Atha membisu saat mendapati pemuda didepannya.

Sepasang mata coklat yang rasanya sudah lama tidak dia temui. Posturnya tidak setinggi yang Atha ingat demikian juga dengan rambutnya yang di cat pirang tertata keatas berantakan―dia kelihatan berbeda. Walau begitu bola mata coklatnya tetap sama.

Suara Atha lagi-lagi terasa tertahan di lidah. Namun setelah beberapa saat mencerna pemandangan didepannya, Atha memutuskan angkat bicara.

"Na―ra?"

Yang dipanggil hanya diam, tidak berkutik. Lain hal dengan mata pemuda didepannya yang menelusuri mata Atha seolah sedang bertanya dan berusaha mengingat sesuatu tentangnya. Namun belum sempat membalas, suara pentungan dan teriakan dua satpam berbadan gembul yang berlari kearah mereka memecahkan keheningan.

"Gue cabut duluan ya."ujar Nara yang kemudian berlari pergi―menembus Faust yang kebetulan berada didekat mereka.

Tidak lama setelah Nara yang berlari diekori oleh kedua satpam gembul itu, Faust menyentuh bahunya―menyadarkan Atha berdiam diri disana. Sedang mengontrol detakan jantungnya yang berdebar cepat.

"Athalia."

"Hmm?"Atha menolehkan kepala, alisnya bertaut bingung.

"Sepertinya aku salah."jawab Faust. Iris mata hitamnya menatap kosong jalanan yang sepi.

"Salah apa?"

Kali ini Faust kembali melempar pandangannya kearah Atha. Matanya mengunci tepat dimanik mata coklat Atha. "Seharusnya, kamu ketemu Nara yang baru lulus SMA dan mau ikut tes salah satu universitas ternama di Jakarta―bukan yang masih SMA."

Mata Atha membelalak kaget. Dia baru menyadari kalau pakaian yang dikenakan Nara barusan adalah putih abu-abu. Dan itu berarti, yang barusan adalah Nara sewaktu SMA. Atha meneguk ludahnya.

Itu artinya, mereka sedang berada di pulau Gili. Pulau kecil yang eksotik di timur Indonesia―tempat kelahiran Nara. Dan tandanya, Atha sekarang berada di masa lalu yang salah.[]

==


16:58

A/n: Haiii tolong di vote sama komen yaa. Biar cepet updatenya. Doain nggak nge stuck hehe. By the way diliat dulu dong foto Faust si ganteng disebelah kanan/atas.

―sav

Copyright ©  2015 by saviranc


Replaying UsWhere stories live. Discover now