Bagian Dua: Menuju Masa Lalu

Start from the beginning
                                    

Faust melangkahkan kakinya masuk dan pintu lemari tertutup secara otomatis. Jari makhluk itu menekan sebuah tombol berwarna kuning yang terdapat disisi kanan lift sebelum menurunkan Atha dari gendongannya.

"Kenapa bisa?"tanya Atha yang kini berdiri disamping makhluk itu.

Faust meliriknya melalui ekor mata."Karena bisa."jawabnya.

Atha mendenguskan nafas kesal, tangannya menarik lengan kaos Faust ketika lift tiba-tiba bergerak dengan cukup cepat. Faust menolehkan kepalanya untuk menatap Atha, kedua alisnya bertaut bingung.

"Kita kemana?"Atha bertanya seraya menatap Faust.

"Ke masa lalu, kamu bilang kamu ingin ketemu Nara lagi kan?"

Atha menganggukan kepalanya pelan lalu menunduk. Kedua matanya mendelik saat dia menyadari kalau dirinya masih memakai piyamanya dan tidak memakai sepatu apa pun sehingga kakinya langsung bersentuhan dengan lantai lift yang dingin. "Gue harus ganti baju dulu, bisa nggak kita balik ke kamar ?"tanya Atha lagi.

Faust kali ini menatapnya dari atas hingga bawah berulang kali, jari telunjuknya mengetuk-ngetuk dagunya. Dia sedang memikirkan pakaian yang cocok dikenakan oleh Atha.

Mulut Faust lalu mengucapkan sebuah mantra dan lagi-lagi dalam satu kedipan mata, Atha dibuat menganga kecil ketika mendapati piyamanya sudah diganti dengan kaos putih yang tertutupi oleh kemeja kotak-kotak berwarna merah, sepatu snickers berwarna hitam, dan jeans belel.

"Selera yang bagus, Faust."ucap Atha.

Dentingan lift yang tiba-tiba berhenti membuat keduanya menoleh kearah pintunya. Atha mengedipkan matanya dan kemudian melirik Faust. Makhluk itu sepertinya kurang asupan ekspresi karena sedaritadi dia hanya memasang wajah datar.

"Tunggu apa lagi?ayo keluar. Dibalik pintu lift sana, ada kehidupan masa lalu yang Nara jalani."Faust mengatakannya sambil memegang kedua pundak Atha dan mendorongnya pelan kearah pintu lift. Atha meneguk ludahnya, kedua matanya bergantian menatap Faust dan pintu lift. Beberapa saat setelahnya Atha melangkah maju namun tiba-tiba saja sebuah tangan menahan pergelangan tangannya.

"Kenapa Faust?"

"Cuman ingin memperingatkan kamu―jangan mengubah apa pun yang bisa mengubah masa sekarang yang kamu jalanin."jawab Faust. Kali ini ekspresinya terlihat serius.

Sesaat kemudian pintu lift terbuka secara otomatis, Atha mengangkat sebelah alisnya saat menyadari pandangan didepannya hanyalah kabut putih. Belum sempat membuka mulut untuk bertanya lagi kepada Faust, makhluk itu mendorongnya lagi hingga Atha keluar dari lift. Dan kali ini, tubuh Atha langsung melayang jatuh kebawah.

》》》

Tenggorokan Atha tercekat, teriakannya tertahan di lidah. Atha menyadari tubuhnya kini terjatuh kebawah, menembus kabut yang ternyata adalah awan. Tangannya terlentang lebar kesamping seiring pemandangan dibawahnya lama-lama membesar. Gedung-gedung pencakar langit dan kehidupan lainnya dibawah sana.

Atha menutup kedua mata dan meneriakkan nama Faust berulang kali dalam hati. Atha phobia ketinggian, jantungnya terasa seperti akan melompat dari tempatnya.

"Faust!"Atha berteriak panik saat dirinya semakin lama semakin dekat dengan daratan.

Detik selanjutnya, Atha merasakan sebuah tangan meraih pinggangnya. Memeluknya erat. Seketika membuat Atha menolehkan kepala dan menyipitkan mata saat sinar matahari menyilaukan matanya. Faust ada disana, memeluknya dengan sepasang sayap hitamnya yang membentang di udara dan bergerak perlahan. Atha bisa merasakan deru nafas makhluk itu dan mata hitamnya yang terlihat jernih.

Replaying UsWhere stories live. Discover now