🦋 | Bab Tiga Puluh Lima

4.3K 279 21
                                    

Bab Tiga Puluh Lima
~~~🦋~~~

“Kak Nisa mau pergi ke Jakarta? Udah kasih tau bapak sama Mama?” tanya Dimas.

Saat ini Nisa datang bersama Raiden dan Daniel ke kos-kosannya, tujuan utama mereka datang adalah memberitahukan kepada Dimas kalau Nisa akan ikut dengan Raiden dan Daniel ke Jakarta dua hari lagi.

Raiden dan Daniel sedang pergi keluar, katanya mereka mau beli sesuatu, Nisa pun tidak paham dan membiarkan saja mereka pergi.

“Iya, dek. Bapaknya Mas Raiden minta mas Raiden ke sana, jadi kakak sama Daniel ikut,” jelas Nisa, matanya menunjukkan kesedihan karena harus berpisah dengan Dimas, padahal hanya beberapa hari saja di sana, tapi rasa-rasanya Nisa akan berpisah untuk waktu yang lama dengan Dimas.

Wajar memang, Nisa selalu bersama dengan Dimas, mereka bertubuh dengan selalu menjaga satu sama lain. Tidak ada sejarah mereka berpisah kota dalam waktu satu bulan, paling lama mungkin satu Minggu, dan itu baru saja terjadi saat Nisa, Raiden, serta Daniel pergi ke kampung halaman kedua orangtuanya untuk melamar Nisa.

Kemarin, Nisa sempat mendapatkan informasi dari Rose, teman koas Dimas yang cukup Nisa kenal, mengatakan bahwa adiknya itu menangis seperti anak kecil di taman rumah sakit setelah Nisa dan Riaden menikah.

Sangat menggemaskan adiknya ini, pikir Nisa seraya mengelus lembut bahu Dimas. Nisa paham dengan perasaan Dimas saat ini maka dari itu, ini kalimat yang diucapkan wanita yang rambutnya sedang digerai itu kepada Dimas. “Kamu pacaran aja sama Rose, biar ada teman bicara. Kakak liat dia baik anaknya, walaupun nyentrik banget ya?”

Dimas memajukan bibirnya beberapa senti ke depan. “Kok bawa-bawa Rose, kak?”

“Nggak papa. Cocok aja kalian,” imbuh Nisa dan diakhiri dengan tawaan kecil, terkesan menggoda Dimas.

Terdengar dengkusan halus dari Dimas. “Jadi aku antar ke bandara aja kah kak?”

“Jangan. Kamu kan ada koas, kakak nggak papa kok,” tolak Nisa. “Kamu sama Rose aja belajarnya, okay?” Dimas hanya bisa membuang napas kesal tanpa membalas ucapan Nisa.

“Permisi? Dimas?” Terdengar suara perempuan yang sedikit nyaring dari depan pintu rumah.

Kedua kakak adik itu saling bertatapan dengan makna yang berbeda. Nisa yang penasaran dengan suara wanita siapa yang bisa-bisanya memanggil Raiden. Sedangkan Dimas menahan napas dalam-dalam sambil mengatupkan rapat bibirnya.

“Dimas! Ini gue, Rose-mu,” seru wanita itu lagi yang kini mendapat tatapan penuh selidik dari Nisa kepada Dimas.

🌟🌟🌟

Dua hari berganti. Raiden, Nisa, dan Daniel telah sampai di rumah mereka di pondok indah, Jakarta Selatan setelah datang dari bandara internasional Soekarno Hatta.

Besok Raiden akan pergi ke Permata Hijau, di mana rumah kedua orangtuanya berada.

“Aku mandiin Daniel dulu, Mas,” seru Nisa saat semua barang-barang bawaan mereka telah ia masukkan ke dalam lemari.

Nisa kemudian berjalan bersama Daniel ke arah kamar mandi yang ada di dalam kamar mereka itu.

Mata Nisa berbinar melihat kamar mandi yang sangat luas dan mewah.

Rumah Riaden sangat besar, dan mewah sekali untuk Nisa. Bagaimana bisa ia bisa mendapatkan uang sebanyak itu?

Okay, jika dilihat dari profesinya sebagai dokter spesialis, mungkin saja cukup untuk tinggal di tempat-tempat mahal, dan juga fasilitas yang bukan murah harganya. Tapi, apa benar hanya dari penghasilan dari gaji dokter bisa memiliki semua ini?

Raiden mengangguk, ia kemudian berjalan ke arah balkon kamar utama mereka yang mengarah ke sebelah timur. Raiden kemudian membuka pintu yang terbuat dari kaca tebal tersebut membuat angin di bulan Agustus masuk dengan leluasa ke kamar mereka.

Udara malam ini cukup dingin, tidak sehangat di Surabaya, namun jujur, Raiden lebih menyukai tinggal di kota metropolitan terbesar nomor dua di Indonesia itu daripada hidup di ibu kota.

Mata Raiden melihat ke arah langi, menerawang jauh apa yang akan terjadi nanti dalam beberapa hari ke depan, semoga saja semuanya baik-baik saja.

🌟🌟🌟

Raiden terbangun, lalu mencari-cari keberadaan Nisa yang tidak ada di atas ranjang dan hanya menyisakan Daniel dan dirinya.

Perlahan Raiden turun dari kasur, lalu membenarkan letak selimut yang menutupi Daniel sebelum ia berbalik badan dan melihat Nisa sedang berdiri di depan balkon kamar mereka.

Matahari belum tampak, namun cahaya mentari telah sedikit mengusir gelapnya awan.

Raiden berjalan ke arah Nisa dan memeluk pinggang Nisa dari belakang, lalu menaruh kepalanya di atas bahu wanita yang masih menggunakan baju tidur berbahan satin. Tangan Raiden dengan nakal masuk ke dalam baju Nisa dan mengusap lembut perut wanita itu.

“Mas?” panggil Nisa yang kaget dengan kehadiran Raiden dan juga apa yang dilakukannya.

“Udah ada belum yah?” tanya Raiden, kini tangannya tidak bergerak lagi, tapi jadi pria itu malah membuat pola-pola aneh di perut Nisa.

Nisa tersenyum manis, menutup wajahnya dengan kedua tangan mungil itu.

“Mau anak cewek apa cowok mas?” tanya Nisa pelan.

Masih dengan posisi yang sama, Raiden menggeleng. “Aku sih anak cewek atau cowok tetap sayang mereka, Dear.”

“Mas mau ketemu ayah sama bunda hari ini?” tanya Nisa lagi, mengganti topik pembicaraan mereka setelah beberapa saat mereka hanya terdiam.

Pelukan Raiden perlahan mengendur, dan kini ia berdiri di samping Nisa. “Iya, nggak tau Daddy mau bahas apa nantinya.”

Tangan Nisa bergerak, memegang tangan Raiden. “Apa pun itu, mas harus tetap berpikir tenang dan positif.”

“Mas sendirian yah ketemu mereka, nggak papa?” Raiden dengan hati-hati bertanya.

“Nggak papa Mas.”

Raiden tidak tahu apa rencana Alex menyuruhnya kembali ke Jakarta yang jelas pasti ada sesuatu yang sedang pria itu inginkan dari Raiden. Untuk sekarang ia belum bisa menebak apa rencana Alex, hanya saja kalau bisa ia duga, sepertinya ini tentang perusahaan maskapai penerbangan milik Alex.

Bukannya sudah ada Bimo? Adik tiri Raiden yang kini akan menggantikan posisi Alex? Namun tetap saja, saham Raiden merupakan saham terbesar nomor dua daripada Daddy-nya. Apalagi akhir-akhir ini perusahaan sedang dalam masalah, sehingga terjadi penurunan kinerja.

Pastinya tidak mungkin Raiden mengambil ahli dari pekerjaan Alex. Sungguh, ia sama sekali tidak berminat duduk di dalam ruangan sambil memikirkan rencana-rencana yang sama sekali ia tidak sukai. Raiden lebih menyukai berdiri di dalam VK atau OK sambil menolong wanita-wanita, para calon ibu dan ibu yang akan melahirkan para penerus bangsa Indonesia yang suatu saat mengharumkan nama negeri.

Daripada Raiden membawa Nisa dan Daniel ikut dengannya, lalu bertemu dengan Alex dan membuat mereka mendengar hal-hal yang seharusnya tidak perlu mereka dengar, lebih baik Raiden pergi sendirian.

Lebih baik menghindari masalah untuk sekarang. Raiden sedang tidak mood memilki banyak konflik lagi dalam hidupnya.

Sudah cukup.

To be Continued


A.n:

Aeyeee. Sesuai janji, aku dobel apdet. ^^

Kaliannnn jangan bosan yha sama cerita ini ahahaha. Dikit lagi udah tamat kok. Jangan lelah juga buat vote, komen dan share cerita ini ke teman-teman kalian ya.
Ada typo? Kalimat belibet? Kasih tau aja beb. -3

P.s: 🤔🤔

Pengasuh Bayi Dan Dokter ✓Where stories live. Discover now