🦋 | Bab Sembilan

6.8K 510 48
                                    

Bab Sembilan
~~~🦋~~~


Jalan di kota Surabaya memang agak macet jika hari menjelang sore seperti sekarang. Pilihan terbaik di saat seperti ini adalah menggunakan motor supaya bisa menyelinap di antara mobil-mobil itu.

"Nanti mau sekalian antar ke indekosmu?" tanya Raiden seraya menginjak rem mobil ketik berada di lampu lalu lintas yang sedang berwarna merah.

Nisa melirik pria itu. "Nggak ngerepotin, Mas?" tanyanya tidak enak hati.

"Nggak, kok," jawab Raiden santai sambil melirik sebentar wanita di sampingnya itu.

Akhirnya Nisa mengangguk patuh saja dengan ajakan Raiden. Lebih baik juga kan? Uangnya jadi tidak terpakai dan bisa ia berikan kepada adiknya itu.

Suasana di dalam mobil kembali hening. Daniel yang berada di dalam pelukan Nisa pun tidak bersuara karena sibuk dengan mainan di tangannya, kadang pun bersuara namun pelan.

Setelah melewati lautan kendaraan. Mereka akhirnya sampai di daerah keputih, di salah satu warung prasmanan yang ukurannya cukup besar. Di sebelah warung itu terdapat sebuah masjid besar yang sedang melantunkan azan magrib. Suasana di sana sangat ramai dengan motor yang berlalu lalang, atau pejalan kaki dan masih banyak lagi kegiatan di sana.

"Di sini?" tanya Raiden sambil memberhentikan mobil tepat di depan rumah makan prasmanan itu.

"Iya, Mas," jawabnya sambil berusaha melepaskan sabuk pengaman, namun karena Daniel ada di dalam pangkuannya, ia sedikit kesusahan.

Raiden yang peka, pun berniat untuk membantu Nisa membuka sabuk pengamannya. Tingkah impuls itu tanpa sadar membuat jarak di antara pria itu dan Nisa terkikis.

Jeda wajah Raiden hanya sejengkal dengan wanita di depannya itu. Nisa yang masih terkejut dengan apa yang dilakukan pria itu pun menahan napasnya dalam-dalam. Apalagi ketika mata mereka saling bertemu, lalu bertatapan hingga beberapa detik.

Segera Raiden melepaskan sabuk pengaman wanita itu sebelum menjauhkan tubuhnya dari Nisa.

Jangan tanyakan tentang keadaan jantung Nisa sekarang! Karena sungguh luar biasa dampak yang baru saja dilakukan pria itu kepadanya. Nisa yakin jika suasana di luar sana tidak hectic, sudah pasti detak jantungnya ini bisa didengar oleh pria itu.

Nisa berdehem canggung, berusaha menetralkan keadaan aneh yang baru saja terjadi. "Saya turun dulu, yah, Mas."

Setelah wanita bernetra cokelat tua itu keluar dari mobil bersama Daniel-karena anak itu tidak mau melepas pelukannya dari tubuh Nisa. Kemudian diikuti oleh ayahnya yang berjalan mengikuti babysitter anaknya itu masuk ke dalam warung. Namun karena terlalu ramai, Raiden akhirnya mengambil Daniel dari Nisa.

Langkah Nisa tertahan saat melihat sosok bertubuh tinggi yang sangat dikenalnya itu. Ia segera menghampirinya dan menepuk pelan pundak orang tersebut.

"Kak Nisa?" Pria itu menoleh ke belakang dan terkejut mengetahui ternyata orang yang belum ditemuinya selama beberapa hari ini tengah berdiri di depannya dengan seutas senyum yang sudah dirindukannya.

"Kamu lupa bawa ponselmu kan? Tadi ada bapak-bapak yang telpon bilang kamu tinggalin ponselmu di sini, makanya kakak ke sini mau ngambil," jelas Nisa, sedikit kesal dengan keteledoran Dimas.

Dimas menyengir seraya menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba gatal. "Kakak sama siapa?"

"Sam-"

"Eh? Selamat malam dokter," sapa Dimas memotong perkataan Nisa.

Raiden yang tadinya sempat kehilangan jejak Nisa pun menghampiri wanita bertubuh mungil itu Daniel di dekapannya.

"Loh? Dimas?" seru Raiden sama terkejutnya dengan Dimas. "Ini adikmu Nisa?" Lanjutnya bertanya kepada Nisa.

Pengasuh Bayi Dan Dokter ✓Where stories live. Discover now