🦋 | Bab Sepuluh

7.5K 510 32
                                    

Bab Sepuluh
~~~🦋~~~

Sejujurnya Raiden sudah bisa dikatakan telah tertarik dengan babysitter anaknya itu. Padahal mereka baru saja tinggal hampir satu bulan bersama di apartemen, namun selama itu, entah karena terbawa suasana atau tidak, ia merasa sangat nyaman berada di sekitar wanita itu.

Apalagi setiap pagi, ketika ia bangun dari tidurnya selalu ada Nisa yang sudah sibuk di dapur untuk memasak makanan. Padahal sebenarnya tugas wanita berambut panjang sepinggang itu hanya mengurus keperluan Daniel, tapi dengan baiknya mau melayani Raidan juga.

Bisa dengan jelas Raiden lihat betapa besarnya Nisa menyayangi anaknya, bahkan merawat Daniel dengan sangat baik. Beberapa hal terkadang membuat pria berbibir tipis itu tersentuh dengan tindakan Nisa. Seperti mengendong Daniel meskipun ia sudah kecapekan seharian menjaga anak itu, atau terjaga di malam hari saat mendengar suara tangisan Daniel.

Mungkin terlalu cepat untuk Raidan mengatakan bahwa ia mencintai Nisa. Karena pria itu pun tidak yakin dengan pernyataan itu, sama sekali tidak yakin. Terlalu cepat menurutnya untuk jatuh cinta. Padahal dulunya saja ia membutuhkan waktu yang lama untuk membuka hati kepada Jesica, mantan istrinya itu. Dan, masa lalunya sebenarnya masih menghantuinya, takut membuat kesalahan yang sama.

Pastinya kini, Pria itu nyaman dengan kehadirannya, apalagi setiap tingkah Nisa yang membuat Raiden gemas ingin ... Hmm, ia segera menggeleng kepalanya. Membuang pikirannya itu.

"Ayaaa ... Ayaaa!" suara tangis Daniel tiba-tiba pecah di kesunyian malam itu.

Raiden langsung bangun dari tidurnya. "Daniel? Cup ... Cup, ada apa, nak?" Ia pun menggendong Daniel.

"Mau susu?" tanya Raiden sambil meletakkan punggung tangannya di atas dahi Daniel. Tadi anaknya itu sedikit demam, suhu badannya naik. Mungkin karena giginya mau tumbuh lagi. Wajar saja, karena sekarang gigi Daniel baru ada empat buah. Jika kini tumbuh lagi, berati bertambah satu gigi barunya.

Tok ... Tok ... Tok.

Pintu kamarnya diketuk dari luar. Sudah pasti itu Nisa dengan dot susu formula untuk Daniel. Raiden yang sedang menggendong Daniel pun berjalan ke arah pintu dan membukanya.

"Auniiii," rengek Daniel sambil mencondongkan tubuhnya kepada wanita yang menggunakan gaun tidur berwarna biru tua.

Refleks, Nisa langsung mengambil Daniel dari ayahnya itu. "Badan Daniel panas, Mas?" tanya wanita itu saat merasakan suhu tubuh anak kecil yang baru memiliki sedikit gigi itu.

"Iya. Tadi udah saya kasih Paracetamol. Udah lumayan turun panasnya dibandingkan tadi," beritahu Raiden.

"Auniiii," seru Daniel dengan suara rengekan sambil menunjuk ke arah ranjang kamar Raiden.

Nisa dan Raiden saling berpandangan satu sama lain. Paham dengan apa yang dimaksud Daniel. Wanita itu tiba-tiba berdehem pelan seraya mengalihkan tatapannya.

Senyum kecil, sangat kecil hingga kemungkinan Bisa tidak menyadari bahwa ayah Daniel itu sedang tersenyum melihat pipi dan telinga wanita itu yang memerah. Salah satu hal yang membuat Raiden gemas dengan Nisa, yah karena pipi wanita itu mudah sekali merona dan salah tingkah.

"Masuk aja, Nisa. Nggak papa kamu tidur sama Daniel di kamar. Nanti saya tidur di luar, aja," ujar Raiden seraya membawa bantalnya dari ranjang.

"Duh, nggak papa mas?" Nisa jadi merasa bersalah tanpa sebab yang jelas.

Raiden mengangkat bahunya. Kini melihat wajah Nisa yang bersalah menghasilkan ide jail di kepalanya. "Mau tidur bareng?"

"Huh?"

"Maksudnya saya, kita bertiga tidur, di atas tempat tidur bareng-bareng?" ulang Raiden tersenyum tipis.

Sungguh! Otak Nisa jadi memikirkan hal-hal tidak jelas saat mendengar kalimat pria yang memiliki tato kecil di kedua lengannya itu. Pasti sekarang Raidan berpikir tidak-tidak tentangnya karena respon spontan tadi.

Mama ..., Nisa mau sembunyi di mana? Wanita itu membatin malu.

"Nisa?" panggil Raiden karena wanita itu malah terdiam kaku dengan pikirannya.

"Hmm ..., Saya terserah saja, Mas," kata Nisa, bingung sendiri harus buat apa.

Nisa berjalan ke arah ranjang karena Daniel yang tiba-tiba meminta berbaring di atas kasur bersamanya. Karena anak satu tahun itu memeluk tubuh Nisa erat-erat dan tidak mau melepaskan, mau tidak mau ia berbaring bersamanya di atas kasur. Tepat di bekas tempat tidur Raiden. Bisa dengan jelas ia cium aroma tubuh pria itu di sana. Percampuran antara parfum Jo Malone Blackberry & Bay dan aroma alami pria itu. Sungguh, rasanya seperti dipeluk Raiden.

Kepala wanita yang tengah mengikat rambutnya tinggi-tinggi itu menggeleng pelan, mencoba mengenyahkan pikiran aneh itu dari sana. Semakin ke sini, rasa-rasanya pikiran Nisa tidak bisa diajak kompromi, kewarasannya pun mulai terkikis dengan tingkah laku pria bernama lengkap Raiden Purnama itu.

Tiba-tiba tempat tidur bergetar. Ternyata Raiden pelaku utamanya, kini pria itu sudah berbaring dengan Daniel yang berada di tengah-tengah mereka. Anak kecil itu sudah tertidur pulas, namun tetap saja posisinya tidak memungkinkan untuk Nisa begerak pergi karena pelukan Daniel.

Atmosfer ruangan berbentuk kubus itu seketika berubah menjadi canggung. Nisa sama sekali tidak berani menatap seseorang di seberang sana. Jangankan menatap, melirik saja tidak ada nyalinya.

"Tidur Nisa," kata Raiden.

Pria itu tentu saja mengetahui apa yang sedang dirasakan Nisa sekarang.

"Iya, Mas."

Nisa memejamkan matanya, meskipun ia sama sekali tidak bisa tenang di dalam dirinya karena berbaring di atas tempat tidur yang sama dengan Raiden. Meskipun matanya terpejam, tidak dengan isi hati dan kepalanya yang mau tak karuan sekarang.

"Huh?" pekik Nisa terbelalak kaget saat merasakan tarikan dari tangan kekar seseorang hingga tubuhnya menjadi lebih rapat dengan Daniel.

Bisa dilihat dengan matanya, Raiden sedang tersenyum kecil. "Kamu tidurnya terlalu ke pinggir, Nis," kata pria itu tanpa merasa berdosa. Bahkan tangannya masih bertengkar di pinggang wanita itu.

"Nggak papa kan? Saya juga mau peluk Daniel tapi nggak mungkin tangan saya masuk ke." Mata bulat kecoklatan Raiden melirik ke arah dada Nisa, di mana tubuh anaknya sedang tertempel di sana.

Nisa hanya bisa terdiam kaku, persis seperti masker wajah yang mengering di kulitnya. Jika terus begini, bagaimana wanita itu tidak bawa-bawa perasaan jika si prianya terus memancingnya.

"Tidur Nisa. Kamu mau liatin saya terus sampai pagi?" Segera Nisa kembali menutup matanya saat mendengar pertanyaan dari Raiden. Padahal pria itu sudah menutup matanya, namun bagaimana bisa ia mengetahui Nisa sedang menatapnya?

"Kalo kamu terus berpikir tentang saya, nanti kamu bisa suka sama saya. Mau suka sama saya?"

"Ini mau tidur, kok, Mas."

Raiden tersenyum lebar hingga garis-garis halus di matanya terlihat jelas. Bisa digambarkan kebahagiaan pria yang memiliki warna rambut pink keabu-abuan-selumari ia baru saja mewarnai rambutnya dari hitam ke warna tersebut-sehingga menimbah ketampanan wajahnya yang sangat unreal.

Nisa benar-benar wanita dewasa yang sangat polos. Bahkan Raiden tidak percaya Nisa bisa seperti sekarang, pipinya memerah, dan dahinya masih tetap mengernyit, entah memikirkan sesuatu yang tidak diketahuinya. Intinya wanita berambut lurus itu sengat menggemaskan.

To be Continued

Selumari: dua hari setelah hari ini.

A.n:
Aku nulis ini selesainya jam 03.57 subuh. Ahahah. Maaf yah kalo banyak salah atau kalimat ambigu lainnya. Btw seperti biasa jangan lupa votemen, dan share cerita ini ke teman-teman kalian ya.

Btw bagaimana dengan bab hari ini?

P.s: kata Raiden, ketika kita lagi berjuang, jangan lupa berhenti sejenak, buat memandang ke arah langit. maksudnya ayok ingat Tuhan, mengucap syukur.

Pengasuh Bayi Dan Dokter ✓Where stories live. Discover now