🦋 | Bab Dua Puluh Sembilan

4.9K 349 7
                                    

Bab Dua Puluh Sembilan
~~~🦋~~~


Setiap detik berjalan tanpa terasa, jam pun berlalu begitu cepat. Tidak terasa sudah 180 lebih matahari dan bulan terbit dan terbenam. Telah enam bulan, lebih 17 hari Raiden lalui bersama Daniel dan Nisa setelah kejadian Nisa bangun dari komanya.

Matahari mengintip malu-malu dari harizon timur, bersama dengan cahayanya yang selalu memberikan harapan baru kepada orang-orang yang sedang berjuang. Percayalah, untuk beberapa orang, melihat matahari terbit kembali layaknya harapan yang datang dan memberikan kesempatan untuk kembali berjuang.

Raiden dan Daniel sudah bersiap-siap dengan pakaian casual mereka. Raiden memakai baju berwarna putih dan ditutupi dengan jaket denim di luar, bersama celana jeans berwarna hitam. Sedangkan Daniel memakai baju berwarna kuning yang ditutupi dengan jaket kulit dan juga celana jeans-nya.

Di sudut kamar mereka terdapat dua koper sedang yang memiliki warna hitam dan putih.

Hari ini, Raiden, Nisa, dan Daniel akan berangkat ke pulau seberang untuk bertemu dengan orang tua Nisa.

Tampaknya, Raiden sudah matang dengan keputusannya untuk menikahi Nisa, namun ia belum sama sekali melamar wanita itu secara langsung. Jika Raiden dilihat, Nisa juga tidak menuntut dengan hal-hal seperti lamaran, ia cukup tahu maksud ayah satu anak itu untuk mengajaknya serius.

Selama enam bulan ini, mereka melakukan banyak hal, seperti jalan-jalan bersama, tentu saja dengan mobil, atau sekedar pergi ke Surabaya Barat untuk melihat-lihat dan makan. Intinya, mereka benar-benar healing selama enam bulan itu dari luka-luka yang telah berlalu.

“Duh, cakep banget anak ayah, sini, ayah gendong,” ujar Raiden sambil menggendong Daniel yang sudah wangi parfum anak-anak.

Hari ini, Raiden akan membuat sesuatu yang akan diingat oleh Nisa sepanjang hidupnya. Senyum tipis di wajah pria itu tidak bisa terhindarkan lagi saat memikirkan eskpresi wajah Nisa nantinya. Sesekali hal-hal terkesan gila memang harus dilakukan, karena hidup cuma sekali.

🌿🌿🌿

Setelah melalui berbagai proses penerbangan, akhirnya di sinilah mereka berada, Raiden, Nisa, dan Daniel di satu deretan tempat duduk kelas ekonomi yang sama di dalam pesawat. Awalnya Raiden sudah meminta untuk memesan kelas bisnis saja, namun Nisa menolak ide itu. Sayang uang, ujar wanita itu beberapa hari yang lalu saat Raiden memesan tiket di aplikasi berwarna biru itu. Sudah pasti apa yang diinginkan oleh Nisa akan selalu dipatuhi Raiden selama itu tidak neko-neko.

Sebelum benar-benar naik ke atas pesawat, Raiden sempat berbicara dengan beberapa pramugari maskapai yang ditumpangi mereka tentang sesuatu yang akan dilakukannya nanti di atas pesawat. Setelah beberapa saat berbicara, akhirnya pria itu berjalan ke tempat duduknya, di mana Nisa dan Daniel sudah duluan di sana.

Nisa tidak bertanya tentang apa yang dilakukan Raiden tadi bersama pramugari. Wanita itu terkesan biasa saja dan lebih memusatkan perhatiannya pada Daniel yang berada di tengah-tengahnya dan Raiden, dengan posisi, Nisa tepat di samping jendela pesawat, lalu Daniel dan Raiden yang berada di luar.

“Kamu nggak mau tanya mas ngapain tadi sama mbak-mbak pramugarinya?” tanya Raiden memancing reaksi Nisa.

Kepala Nisa menggeleng dengan santai. “Enggak, Mas.”

“Ckckc. Kamu nggak takut Mas gimana-gimana gitu?” Raiden masih tetap memancing.

“Aku percaya sama Mas, nggak mungkin mas kayak yang mas ngomong barusan,” jelas Nisa sambil memungut mainan Daniel yang jatuh di lantai.

Pengasuh Bayi Dan Dokter ✓Where stories live. Discover now