🦋 | Bab Tiga Puluh

5.1K 344 14
                                    

Bab Tiga Puluh
~~~🦋~~~

Raiden menarik napas dalam-dalam, merapalkan kembali doa-doa yang sedari ia panjatkan saat dalam perjalanan dari bandara ke rumah Nisa yang letaknya tidak jauh dari sana.

Sebenarnya Raiden ingin tinggal beberapa hari di sini, namun ia tidak bisa lama-lama meninggal RS, ia hanya diberi kesempatan dua hari cuti karena pernah menggunakan tiga hari waktu cutinya untuk ke malang. Jadi setelah dari sini, ia akan langsung pergi ke rumah Nisa karena besok pagi hanya ada penerbangan Pagi.

Setibanya di depan rumah Nisa, ketegangan Raiden tidak bisa ditutupi lagi. Rumah yang sederhana dan dipenuhi dengan pepohonan dan juga halaman yang cukup luas untuk bermain.

Nisa yang mengetahui kepanikan Raiden pun memegang tangan pria itu, lalu memberikan senyuman manisnya. “Tenang aja, Mas.”

Raiden mengangguk kecil. Lalu mereka bertiga masuk ke dalam rumah Nisa dengan Raiden yang memeluk Daniel.

“Sore, Mama? Bapak?” sapa Nisa sambil mengetuk pintu kayu bercat cokelat tua itu beberapa kali.

Pintu rumah orang tua Nisa pun terbuka, menampilkan sosok wanita paruh baya berusia sekitar akhir 50-an yang menggunakan pakaian sederhana, rambut Amanda, nama Mama Nisa juga sudah berwarna putih sebagian, beberapa kerutan di bawah mata pun sudah terlihat jelas.

“Nisa? Sudah datang, Nak?” Amanda memeluk Nisa dengan haru, tanpa sadar sang mama meneteskan air mata karena merindukan anak perempuannya yang sudah lama tak saling berjumpa.

Setelah melepaskan pelukan yang sarat akan kerinduan itu pun Amanda baru sadar akan kehadiran Raidan dan Daniel.

“Huaa? Nak Raiden? ... Ah, Daniel?” Amanda menyambut ramah sang ayah dan anaknya seperti anak sendiri.

Mereka pun masuk ke dalam rumah yang hanya berisikan kursi kayu dan meja kayu, di sana tidak ada apa-apa, lantai rumah kedua orang tua Nisa juga terbuat dari beton halus. Tidak ada TV dan hal-hal menghibur lainnya di dalam rumah ini. Raiden mengamati semua itu dengan perasaan menghangat, rasa-rasanya ia ingin langsung membawa kedua orang tua Nisa untuk ikut dengan mereka kembali ke Surabaya saja.

“Bapak mana, Ma?” tanya Nisa.

“Lagi ke kebun, tapi dikit lagi pasti nyampe kok,” jawab Amanda.

Pandangan Amanda lalu berpaling kepada Raiden dan Daniel. “Nak, Cu? Mau minum apa? Biar Tante buatin,” tawar wanita paruh baya itu.

“Air putih saja, Bu,” respon Raiden, tersenyum lebar penuh terima kasih dengan buat Amanda.

Tidak lama kemudian, setelah Amanda ke dapur dan kembali bersama tiga gelas air putih di atas nampan. Seorang pria yang berusia lebih sedikit sepuh dari Amanda masuk ke dalam rumah setelah meletakkan kayu-kayu yang dipikulnya dari kebun di depan rumah.

“Bapak,” panggil Nisa sambil menghamburkan pelukan kepada sosok yang dipanggil bapak itu, Herman.

“Nisaa, anak bapak,” ujar Herman memeluk erat Nisa. “Bapak sangat rindu sama kamu, dan Dimas.”

“Kamu sehat-sehat saja kan di Surabaya?” tanya Herman yang dibalas dengan anggukan kepala oleh Nisa.

“Bapak!” seru Amanda, menarik atensi Herman, dan memberikan kode kepada suaminya itu tentang keberadaan Raiden dan Daniel yang sedang menonton Herman dan Nisa dengan tatapan haru.

Pengasuh Bayi Dan Dokter ✓Where stories live. Discover now