🦋 | Bab Dua Puluh Enam

5.5K 378 30
                                    

Bab Dua Puluh Enam
~~~🦋~~~

Raiden berlari cepat ke arah ICU, jantung pria itu berpacu kencang, senyum manis tak kunjung menghilang sejak beberapa menit yang lalu ia  dikabari tentang yang telah sadar dari komanya.

Tak henti-henti Raidan memanjatkan terima kasih kepada sang pencipta yang mau mendengarkan doa-doanya meskipun hanya di saat-saat ia sudah saja pria itu berdoa.

Langkah Raiden melambat saat memasuki ICU. Ia menarik napas dalam-dalam, menetralkan semua rasa—terharu, bahagia, bingung, malu—yang mengaduk harinya sekarang.

Bagaimana nanti jika Nisa enggan melihat wajahnya, mungkin saja wanita itu masih marah dan kecewa kepadanya, pikir Raiden menjadi bimbang untuk bertemu dengan Nisa.

Langkah Raiden tertahan tepat di depan pintu ICU Nisa.

🦋🦋🦋

Nisa masih terbaring di atas tempat tidur. Tenggorokannya sakit hingga tidak bisa bersuara karena ventilator mekanik yang sudah terpasang selama tiga Minggu di dalam leher wanita itu.

Kini suster telah melepaskan semua alat-alat yang tadinya membantu ia untuk tetap hidup dari tubuh Nisa, wanita itu terlihat masih bingung dengan apa yang baru saja terjadi, namun, ketika pintu ICU kamarnya itu terbuka, menampilkan sosok pria bersneli yang tersenyum lebar menatap Nisa membuat wanita itu ikut tersenyum bahagia.

“Kak Nisa!” Dimas berjalan cepat, lalu memeluk Nisa dengan lembut karena tubuh Nisa yang masih lemas.

Nisa mengelus punggung Dimas, meskipun suaranya masih serak, Nisa tetap berusaha memanggil nama adiknya itu. “Dimash.”

Dimas melerai pelukan mereka. “Kakak jangan banyak-banyak pikiran, pokoknya kakak harus berpikir hal-hal baik,” seru adik laki-laki Nisa tersebut.

Kepala Nisa mengangguk sebagai jawaban. Mata cokelat tua wanita itu pun melirik kembali ke pintu masuk ICU, seperti menunggu seseorang yang menurutnya baru tadi malam mereka tidak bertemu, namun ia sudah sangat merindukannya, Raiden.

Seakan paham dengan apa yang dipikirkan kakaknya, Dimas pun berkata, “Dokter Raiden lagi ada pasien kak, tadi baru aja dari sini, tapi kakak baru bangun setelah Dokter dipanggil.”

Nisa tersenyum kecil mendengar penjelasan Dimas. Wanita itu kemudian teringat dengan Daniel, ah rasa-rasa ia ingin mendekap tubuh anak Raiden itu erat, lalu mengecup kening Daniel dan mencium kedua pipi anak menggemaskan itu.

😺😺😺

Raiden menatap lekat pintu di depannya itu, begitu banyak hal yang ia takutkan terjadi jika ia memasuki ruangan itu dan mendapati pandangan wanita di dalam sana yang tak segan melihat wajah Raiden.

Sudah tiga hari Raiden menahan diri untuk tidak bertemu dengan Nisa setelah wanita itu sadar dari koma dan dipindahkan ke bangsal Kencana di rumah sakit itu karena kaki Nisa yang masih dalam pemulihan. Sedangkan keadaan wanita itu semakin membaik dan diperkirakan besok Nisa sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit.

Menarik napas dalam-dalam, akhirnya tangan pria itu memegang gagang pintu kamar ruangan Nisa dan perlahan membukanya.

Nisa ternyata sedang berbaring sendirian di dalam sana sambil memutar sebuah lagu yang sangat Raiden hafal, lagu kesukaan pria itu, dan sering sekali ketika di apartemen, ia memutar lagu tersebut dan mendengarkan bersama Nisa. 

Lagu tahun 2000 yang dulu menemani Raiden saat menjalani masa-masa kuliahnya di perguruan tinggi di Jogja.

..., and I will take you in my arms,
And hold you right where you belong,
'Til the day my life is through,
This I promise you,
This I promise you ....

Raiden menatap lurus Nisa yang juga sedang memandangnya dengan tatapan yang tidak bisa pria itu tebak, gambaran di wajah wanita yang telah lama ia rindukan itu membuat hati Raiden bergemuruh hebat di dalam sana.

Rindu! Teramat sangat rindu Raiden dengan Nisa.

“Ni ... Nisa?” panggil Raiden gugup bercampur deg-degan. Perlahan langkah pria itu membawa ia semakin dekat dengan tempat tidur Nisa. Mata Raiden bisa melihat wajah wanita yang dicintainya itu memerah, dan mata Nisa pun berair. “Hey? Mas minta maaf kalo buat kamu sedih terus, maa—”

Nisa menggeleng kepalanya. “Mas,” seru Nisa memotong ucapan Raiden.

Tangan Nisa begerak terbuka, memeluk tubuh Raiden yang terdiam kaku di sampingnya. Wajah wanita itu terbenam di dada Raiden yang masih mencerna keadaan yang baru saja terjadi.

Basah. Raiden bisa merasakan kulit bagian tubuh atasnya itu basah karena air mata Nisa. Tangan Pria itu terangkat, memeluk tubuh Nisa dengan lebih erat lagi.

“Maafin mas, Nisa. Maaf, mas tau mas salah karena buat kamu sedih dan kecewa, kamu boleh marah sama mas, tapi jangan pergi dari mas.” Raiden meneteskan air matanya, tanpa sadar ia ikut menangis bersama dengan Nisa.

Kepala Nisa mengangguk dalam dekapan hangat Raiden. “Aku udah maafin, mas. Aku juga minta maaf karena buat mas kayak gini. Tolong maafin aku juga mas,” tutur Nisa yang mendapatkan respon gelengan kepala dari Raiden, tidak setuju dengan ungkapan wanita itu.

Raiden melepaskan pelukan mereka, mata pria menatap lekat Nisa yang masih sesenggukan dengan hidung dan mata yang memerah.

“Terima kasih, sungguh, karena sudah memaafkan mas,” ungkap Raiden tulus, semua terpancar dari bola matanya yang berbinar-binar saat berbicara.

Nisa mengangguk kecil, “Aku kangen Daniel,” akuh wanita itu sambil kembali meneteskan air matanya.

“Hey. Berhenti nangis dulu, nanti besok kamu pulang, Mas bawa Daniel ketemu kamu.” Raiden mengusap air mata Nisa degan lembut.

“Kamu nggak kangen sama mas?”

Nisa memukul pelan dada Raiden. Posisinya kini, Raiden masih berdiri di hadapan Nisa yang duduk di atas kasurnya. Wanita itu memalingkan wajahnya ke arah lain.

Satu hal yang diketahui Nisa sekarang, setelah ia bangun dari tidur panjangnya yang ternyata tanpa sadar memakan waktu selama tiga Minggu membuat ia sadar akan satu hal, Nisa hanya ingin hidup bahagia bersama dengan Raiden dan melupakan peristiwa lama dengan pria itu, lagi pula Dimas telah menjelaskan semua kepada Nisa, betapa perjuangan Raiden selama ia terbaring, seberapa kacau dokter Obgyn itu tanpa kehadiran Nisa. Juga tentang Jessica dan Raiden, Dimas menjelaskan semua itu kepada Nisa.

Setelah Nisa sadar dari koma, prioritas dan pandang wanita itu pun berubah. Pandangan dan prioritas hidup Nisa menjadi lebih jelas setelah mengalami koma. Sekarang ia lebih memahami apa yang paling penting buat dilakukannya. Dari dulu Nisa sudah menganggap Raiden, dan tentu saja keluarnya sebagai orang-orang terpenting di hidup wanita itu—dan sekarang Nisa akan selalu mengutamakan mereka. Nisa hanya ingin dikelilingi orang-orang yang ia cintai dan peduli padanya, begitu juga sebaliknya. Nisa hanya ingin hidup sehat dan bahagia, tanpa perlu berlebihan.

Percayalah, setelah koma, banyak hal yang membuat Nisa sadar bahwa, kematian sebenarnya bisa datang kapan saja tanpa diduga, syukurlah karena ia masih diberikan kesempatan untuk hidup kembali. Karena itu, sebagai kesempatan kedua, Nisa ingin hidup menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya dan mencoba lebih dewasa lagi untuk mengahadapi semua masalah.

To be Continued


A.n:

Jangan lupa untuk vote komen dan share cerita ini ke teman-teman kalian ya.

Kalian tau, aku riset apa yang terjadi saat orang bangun dari koma. Dan salah atau dari beberapa yang aku dapat, ada yang punya hubungan kurang baik sama orang-orang memilih untuk berubah, melupakan masalah. Soalnya gimana ya, ngerasa koma tuh udah kek mati aja gitu, jadi berasa banget gimana gitu. Ah pokoknya gitu. Maaf yah kalo gini banget penyelesaiannya. 😭

Ada typo? Kalimat belibet? Nggak nyambung? Komens Beb. -.^

Ps: aku nggak tau mau bilang apa. Tetap sehat, dan bahagia. Amin!

Pengasuh Bayi Dan Dokter ✓Where stories live. Discover now