32.SHE IS MINE

317 12 19
                                    

"Raihan". Teriak Dian menghampiri Raihan yang sedang duduk di tepi lapangan melihat teman-temannya bermain basket. Cowok itu hanya mengenakan kaos putih seragamnya tersampir dibahu kirinya.

"Kenapa?."

"Temenin gue ke kantin yok." Mata Raihan melirik jaket yang dipakai Dian,ia menghela nafas pelan kemudian berdiri menepuk bagian belakang celananya mengapa saat ia mencoba untuk mengiklaskan semuannya hatinya terasa sakit lebih sakit dari sebelumnya.

"Ayo''. Ucapnya pelan. Dian merangkul lengan Raihan mengabaikan tatapan yang tertuju padanya.

''Jangan buat gue bingung,Di." Raihan melepas tangan Dian dari lengannya dan berjalan mendahului gadis itu.

"Bingung apa?." Raihan berbalik menatap Dian tajam.

"Lo pernah sadar gak sih kalo gue itu punya perasaan sama lo?."
Dian mematung ditempatnya terkejut dengan perkataan Raihan sungguh ia merasa sedikit takut dengan perubahan raut wajah Raihan yang belum pernah gadis itu lihat sebelumnya.

"See,lo bahkan gak bisa jawab''. Raihan kembali meneruskan langkahnya meninggalkan Dian yang masih terdiam ditempatnya.

''''''''
"Pulang sekolah Dian dengan cekatan menaiki tangga ke kelas atas, kelas Raihan tapi ternyata setelah kejadian di lapangan tadi cowok itu tidak masuk ke kelas. Dian hanya bisa menghela nafas kemudian menghampiri Zico yang kebetulan lewat di depan kelas Raihan.

"Zico, anterin gue ke apartemen Raihan bisa? ''. Zico menoleh kemudian menganguk tanpa perlu bertanya ia sudah tahu apa yang terjadi.

Di perjalanan menuju apartemen Raihan ponsel Dian berbunyi, panggilan masuk dari Ghali, lagi-lagi ia lupa janjinya pada cowok itu ia yakin Ghali tidak akan mengizinkannya pergi ke apartemen Raihan tanpa berniat mengangkat panggilan itu Dian mematikan ponselnya kemudian menyimpannya ke dalam tas setelah menekan beberapa angka Dian segera mendorong pintu apartemen Raihan ruangan itu terlihat kosong.

Dian melangkah lebih dalam, masuk ke dalam kamar Raihan yang pintunya dibiarkan terbuka ternyata cowok itu ada dibalkon, duduk di kursi sembari menghisap sebatang rokok tatapannya begitu kosong.

"Raihan." Cowok itu menoleh kemudian mendengus kasar.

"Ngapain lo kesini?."

"Gu-gue minta maaf."

"Gak perlu minta maaf salah gue yang terlalu berharap''. Ucapnya datar menatap Dian dengan tatapan sulit diartikan.

"Han, lo jangan natep gue kayak tadi lagi yah gue takut''. Raihan tersenyum mendekat ke Dian kemudian mengusap rambut cewek itu.

"Gak lagi."

"Lo jangan jauhin gue."

"Iya, Dian." Hati Dian menghangat melihat betapa sabarnya cowok itu tangannya terulur memeluk pinggang Raihan dan menyandarkan kepalannya di dada cowok itu Raihan sedikit terkejut tapi tak urung membalas pelukan Dian.

Dian menghabiskan waktunya di apartemen Raihan hingga sore ia kira akan terasa canggung setelah ia mengetahui bahwa Raihan punya perasaan padanya nyatanya tidak dengan mudahnya cowok itu bertingkah seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Dian sangat bersyukur tadinya ia pikir persahabatannya dengan Raihan akan berakhir sampai disini.

"Makasih, Raihan." Raihan terkekeh geli gemas dengan tingkah Dian yang tiba-tiba berubah menjadi cewek manis.

"Bukan lo banget." Dian tertawa melepas helm dan memberikannya pada Raihan.

"Gue balik." Raihan berdehem pelan menyadari ada seseorang yang sedang mengintip di jendela. Raihan segera menancapkan gas tapi sebelum itu dengan sengaja ia mengedipkan sebelah matanya pada Dian.

Dian melangkah masuk ke dalam rumah gadis itu menghela nafas pelan melihat Ghali yang duduk di sofa dengan tatapan datarnya.

"Udah puas jalan sama selingkuhan lo?." Tanyanya datar.

"Raihan sahabat gue."

"Oke, habis darimana sama sahabat lo itu sampe gak ingat janji lo ke gue?."

"Gue minta maaf."

"Gue tanya habis dari mana?."

"Apartemen Raihan." Mendengar itu tatapan Ghali menajam sungguh ia tidak habis pikir dengan Dian.

"Berdua? Ngapain kesana?." Bentak Ghali.

"Lo kenapa sih gue gak suka dibentak dan lo tau itu." Beruntung hanya ada mereka berdua di dalam rumah ini jadi tidak ada yang mendengar keributan yang mereka buat tadinya ada Dion tapi cowok itu keluar sebentar membeli sesuatu.

"Lo masih nanya gue kenapa? Gue benar-benar gak habis pikir sama jalan pikiran lo." Ghali menyambar kunci mobilnya yang di letakkan di meja.

''Ghali dengerin penjelasan gue dulu oke gue tahu gue salah''. Dian mencekal tangan Ghali dan menarik cowok itu untuk kembali duduk.

"Gue kesana niatnya cuman mau minta maaf tapi kebablasan malah main ps bareng Raihan gue juga minta maaf gak ngangkat telpon lo karena gue tau ko gak bakalan mau izinin gue." Ghali memijit pangkal hidungnya sebenarnya ia sudah tidak marah hanya saja ia sedikit kecewa.

"Oke. Ini kali terakhirnya gue lihat lo ke sana."

"Gak bisa gitu dong. Kalo bareng yang lain boleh?."

"Big no. Disana cuman lo doang cewek? Gak."

"Raihan udah gak tinggal di apartemen kok udah dilarang sama tante Jihan."

''Pokoknya gue gak izinin lo kesana lagi."

"Terserah. Gue capek." Dian berbalik berlari ke atas kamarnya meninggalkan Ghali yang masih berdiri ditengah ruangan.

****

Besoknya, pagi-pagi sekali Dian minta dijemput Raihan, dengan senang hati cowok itu mengiakan sampai di sekolah mereka langsung ke kantin lantaran Dian belum sarapan lagi pula bell masih lama berbunyi.

''Gimana kabar Dero?.'' Kening Raihan mengerut, tumben sekali Dian menanyakan kabar kakaknya itu.

''Baik. Kenapa emangnya?.''

''Gak. Nanya doang.''

''Pulang sekolah lo ngapain?.''

''Gak ngapain-ngapain.'' Dian mengaduk makananya dengan lesuh, memikirkan ia seharian hanya di rumah benar-benar membosankan.

''Ke rumah gue mau? Mama mau ketemu lo nanti biar gue yang izin ke Dion kalo perlu nyokap bokap lo juga.'' Dian tersenyum lebar menganguk dengan cepat.

''Mau.''

''Yaudah. Habisin gih makanan lo.''

Pulang sekolah Dian dan Raihan berpapasan dengan Ghali cowok itu hanya meliriknya sekilas kemudian kembali sibuk berbicara dengan Widi, bendahara osis. Semalam cowok itu juga tidak menghubunginya, Dian juga malas untuk menghubungi cowok itu lebih dulu.

''Lo marahan sama dia?.'' Tanya Raihan. Berbalik menatap punggung kedua orang itu.

''Iya.'' Raihan menganguk kecil tidak bernyata lagi menghargai privasi Dian, lebih tepatnya ia bisa menyimpulkan sendiri apa yang terjadi.

'' Kita mampir di mini market dulu yah, mama minta dibeliin bahan-bahan kue.'' Raihan memutar stir mobilnya, berbelok ke mini market. Entah bagaimana bisa di sana juga ada Ghali dan Widi yang belum menyadari kehadiran mereka berdua, Raihan menatap Dian yang terlihat biasa saja gadis itu bahkan bertingkah seperti tidak mengenal kedua orang itu.

''Lo gak apa-apa?.''

''Enggak, biasa aja sih gue juga jalan sama lo jadi impas. Tante Jihan nitip dibeliin apa aja biar gue bantu nyari.'' Raihan mengambil cacatan kecil di saku seragamnya dan menunjukkannya pada Dian.

****

Segitu dulu yah sampai ketemu dipart selanjutnya🥰

She Is MineWhere stories live. Discover now