29 - Another Mission

111 21 0
                                    

Happy reading^^

•••

|Aeera|

"Sshh." Gue meringis, memegangi kepala sambil berusaha bangun setelah menghantam lantai dengan posisi telungkup. Cairan kental mengucur melewati pelipis, tangan dan kaki gue juga tergores. Ah sial, lukanya cukup perih tapi nggak begitu sakit, gue justru merasa pusing karena semua masalah ini. Anjani sudah tidak ada di posisinya tadi, entah kabur kemana dia.

Kepala gue semakin berat seperti dihantam palu godam, gue akhirnya memutuskan untuk tiduran sebentar di lantai, kembali berpikir banyak hal.

Boleh jadi ucapan Ramon memang benar, ini bukan perang gue, bukan masalah gue. Sudah saatnya gue berhenti terlibat, karena jujur gue pun sangat lelah. Masalah ini biarlah diselesaikan oleh Anjani bersama ayah dan bunda, termasuk soal perselingkuhan atau perjodohan. Gue sudah tidak berhak mengurusi lagi, apalagi sekarang Mama Ilona muncul, entah apa yang akan terjadi kedepannya.

Omong-omong soal Mama Ilona, gue teringat harus mencari tahu satu hal. Gue harus tahu kenapa mama tidak mau mempunyai anak. Oke, gue paham kalau mama memang seorang model dan sedang mengembangkan karirnya. Tapi apa tidak ada alasan lain selain karena pekerjaan? Gue harus bertanya pada siapa? Dua tahun lalu, gue bisa bertanya pada eyang dan opa. Tapi saat itu mereka tidak punya jawaban atas pertanyaan ini.

Sudah gue putuskan, sekarang gue akan lepas dari urusan ayah, bunda dan Anjani. Sekarang gue akan fokus mencari tahu tentang masa lalu Mama Ilona. Sebagai langkah pertama, gue merogoh kantong celana, mengambil ponsel untuk menghubungi eyang, masih dalam posisi berbaring. Luka-luka habis jatuh dari tangga pun belum diobati.

"Hallo sayang." Gue mendengar suara eyanh dari ponsel.

"Hallo Eyang. Ae mau nanya."

"Nanya apa? Kamu baik-baik aja kan?"

"Ae baik kok, Eyang," jawab gue berbohong. "Ae mau tanya soal alasan Mama Ilona nggak mau punya anak. Eyang tau ga Ae bisa dapat jawabannya dimana?"

Hening sejenak di telpon, gue sempat mengira eyang memutuskan sambungan, tapi ternyata tidak. "Eyang nggak tau, sayang. Tapi ...." Eyang menjeda ucapannya. "Tapi mungkin kamu bisa cari tau di rumah lama Ilona. Rumahnya masih di Jogja kok, eyang baru dapat kabar rumah itu udah ditempati sama orangtua Ilona, kakek dan nenek kamu."

Gue berbinar, tersulut api semangat. "Serius eyang?" Jujur gue belum pernah melihat kakek dan nenek dari pihak mama. Selama ini gue hanya tau eyang dan opa.

"Iya serius. Dua tahun lalu eyang nggak bawa kamu ke sana karena rumah itu kosong. Tapi baru-baru ini orangtua Ilona tinggal di sana. Katanya mereka juga ingin bertemu kamu, mereka minta eyang untuk mempertemukan kalian."

"Kalau gitu besok Ae bakal ke Jogja."

"Heh, heh, apa maksudnya?" Eyang berseru ketus, tidak menyukai ide ini.

"Besok Ae bakal ke Jogja, Eyang, kayak dua tahun lalu, pergi sendirian."

"Nggak, nggak boleh. Minggu depan aja Ae, hari jumat biar bisa lama di sini. Kalau besok kan hari minggu, kamu nggak bisa lama di sini karena harus sekolah."

"Nggak mau." Gue langsung menolak. "Eyang tau kan, Eyang nggak bisa menghentikan Ae."

Terdengar helaan napas panjang. "Baiklah, baik. Dasar keras kepala!" Gue tertawa mendengar eyang menyerah.

"Ae pengin pergi diam-diam Eyang. Tapi Ae nggak punya celengan ayam lagi, udah digetok dua tahun lalu, habis itu Ae nggak nabung lagi hehe."

"Astaga Aeera, eyang kan bilang jangan boros. Dan apa kamu nggak punya tabungan?"

You Are Brave [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang