3rd Slice

100 22 2
                                    

Masih tentang Ilona dan Alta. Haduh lama-lama genre cerita ini kayak ada campuran sama chicklit yaa hikss T_T haduu haduu

Tapi bab ini perlu buat ditulis hehe

Jadi nikmati saja lah yaa

•••

3rd Slice

•••

Interaksi antara Ilona dan Alta semakin intens. Setelah pertemuan kedua itu, mereka bertukar nomor ponsel, merencanakan pertemuan berikutnya sampai menjadi sedekat sekarang.

Sore hari, Ilona berniat mengunjungi Alta di kantornya. Tebakan Ilona seratus persen akurat, Alta bukan sekedar pebisnis pemula, pria itu memiliki perusahaan yang besar, bergerak di bidang teknologi. Ini adalah kunjungan kedua Ilona ke kantor Alta dan perempuan itu masih terkagum-kagum dengan interior gedung yang mewah sekaligus canggih.

Petugas resepsionis sudah tahu siapa Ilona, selain karena pernah diajak Alta, juga karena petugas itu hafal wajah Ilona yang terpampang di majalah fashion. Petugas resepsionis tanpa banyak bertanya langsung mempersilahkan Ilona menuju lift khusus petinggi.

Ilona sampai di depan ruangan Alta. Seorang pria yang merupakan sekretaris Alta menyapa ramah, lantas membiarkan Ilona mengetuk pintu kaca buram yang di dalamnya ada Alta.

"Masuk!" seruan dari dalam membuat Ilona membuka pintu perlahan-lahan. Kepalanya menyembul lebih dulu, Ilona bisa melihat Alta yang mengalihkan tatap dari komputer dan terkekeh geli melihatnya. "Sini masuk, Ilo." Barulah Ilona menunjukkan seluruh badannya. Kali ini ia berpenampilan kasual dengan kaos lengan pendek, celana jeans, sepatu kets dan topi.

"Apa aku ganggu?"

"Nggak sama sekali."

"Oke." Setelah mendapat balasan, Ilona jadi lebih leluasa melihat-lihat ruangan Alta untuk kedua kalinya. Perempuan itu mendekati jendela kaca yang menampilkan pemandangan di luar sana. "Kamu teruskan saja kerjanya, aku mau lihat pemandangan yang sebenernya itu-itu saja tapi anehnya nggak bikin bosen."

"Daripada lihat pemandangan gedung-gedung itu, lebih baik lihat wajahku saja, lebih indah."

Ilona mendengkus. "Pede sekali ya, Tuan CEO ini."

Alta tertawa renyah, membuat Ilona menaikkan sebelah alis. "Baiklah, akan aku tunjukkan sesuatu yang lebih indah dari wajahku."

"Apa itu?"

"Ayo, ikut aku." Tanpa aba-aba, Alta meraih tangan Ilona, mengisi sela jemari Ilona dengan jarinya.

Hangat. Itulah yang dirasakan Ilona. Perempuan itu tersenyum dengan semburat merah di kedua pipi. Alta yang melihatnya jadi gemas sendiri, tangannya bergerak impulsif mencubit pipi Ilona.

"Eh?" Ilona terkesiap, kaget dengan tingkah Alta.

Pria itu malah terkekeh, mengayunkan genggaman mereka dengan riang sambil berjalan menyusuri koridor sampai berhenti di depan lift.

"Kita mau kemana?"

"Rahasiaa." Setelah memasuki lift, Alta menutup mata Ilona dengan tangannya.
Tak lama kemudian mereka sampai di atap gedung perusahaan Alta. Pria itu masih menutup mata Ilona, melangkah mendekati tepi pembatas.

"Alta, jangan bercanda. Lepaskan, oke?"

"Oke oke ... aku hitung ya. Satu ... dua ... tiga. Tadaaaa," seru Alta riang, melepas tangannya dari mata Ilona dan berganti merangkul pundak perempuan itu dari belakang.

Perlahan, Ilona membuka mata. "Waaah." Ilona menutup mulutnya, terkejut.
Alta ternyata membawanya ke atap, di waktu yang sangat tepat. Ketika langit dipenuhi warna oranye dan keunguan. Pertunjukan senja selalu memukau. Sekalipun di kota Jakarta, pemandangan itu terlihat sangat cantik. Di garis cakrawala, matahari nampak seperti kubah setengah bola, siap tumbang ke peraduan. Cahayanya menyembur hangat, melapisi hati Ilona hingga dia merasa tenang dan damai.

"Suka?" bisik Alta yang membuat Ilona tersadar akan posisinya kini. Dilihat dari sudut manapun, Alta terlihat seperti sedang memeluknya dari belakang. Ilona cepat-cepat melepas tangan Alta yang berdiri di belakangnya.

"Y-ya, aku suka. Sangat menakjubkan," jawab Ilona setengah gugup, dia memberanikan diri menatap mata Alta yang sedari tadi terus menghunusnya.

"Sepertinya aku salah," gumam pria itu. Belum sempat bertanya, Alta lebih dulu melanjutkan. "Aku kira tidak ada yang lebih indah dari senja. Namun salah, ternyata masih ada lagi yang lebih memukau."

"Apa itu?"

"Your eyes." Alta mengucapkannya tanpa sedetik pun melepas pandang dari mata Ilona, mata biru yang berpendah terkena bias senja. Alta merasa sekarang Ilona berkali-kali lipat lebih mempesona.

"Are you sure that we are just a friend?"

"Eh?"

"Ilo, I think I love you."

Alta, senyum tampannya, atap gedung, sore hari, senja, sunset dan ... pernyataan cinta. Alta benar-benar pandai membaca situasi, memanfaatkannya untuk memojokkan Ilona pada ruang afeksi tak terbatas.

•••

Uwaahh uwaah

Gimana menurut kamu bab ini? Ada krisar?

Hey, btw kangen ga sama Aeera?😂

Kalem yaa, next part pake pov Aeera lagi kok

Thanks for reading, vote and comment
Don't forget to share this story:)

Follow 👇👇
Wp: Reirin_
Ig: reirin2018

You Are Brave [END]Where stories live. Discover now