21 - Perfect Surprise

87 17 0
                                    

Menuju deadline, saya bakal rajin update sebisanya:)

Happy reading^^

•••


|Aeera|


"Loh, Ayah?!!"

Gue menutup mulut dengan tangan, pura-pura terkejut melihat dua orang dewasa ini. Ayah yang melihat gue tak kalah kagetnya, sedangkan bunda Ramon hanya terdiam sambil menatap Ramon di samping gue.

"Aeera, kamu ngapain di sini?" tanya ayah dengan wajah tegang.

"Harusnya Ae yang nanya gitu sama Ayah. Ayah ngapain di sini dan siapa dia?" tanya gue, tidak sadar tengah meremas lengan Ramon. Ekspresi wajah gue boleh saja kaget dan bingung, tapi sebenarnya ada amarah yang mati-matian ditahan agar tidak meledak.

"Dia siapa?" Bukannya menjawab, ayah justru malah bertanya balik sambil menunjuk Ramon.

"Dia Ramon, pacar Ae. Kita mau makan malam di sini tapi malah ketemu sama Ayah yang lagi selingkuh. Wah, benar-benar kejutan."

"Bunda kok bisa ada di sini?" Ramon mulai masuk ke arena perdebatan, memanaskan situasi. Ayah kini menatap Ramon dan bunda Ramon bergantian, mulai mencerna situasi.

"Sepertinya kita perlu bicara serius." Bunda Ramon dengan anggun mempersilahkan gue dan Ramon untuk duduk. Kami berempat akhirnya duduk di meja yang sama, saling berhadapan.

"Apa maksud kamu, sayang? Dia Bunda kamu?" Gue geli banget ngomong kata 'sayang' apalagi buat Ramon. Sepertinya habis ini gue harus kumur-kumur yang banyak untuk menyucikan mulut gue lagi.

"Iya sayang, dia Bunda aku. Dan itu beneran Ayah kamu?"

Gue memukul meja pelan, lagi-lagi berusaha untuk terlihat kaget. Gue menatap ayah dan bunda Ramon dengan tatapan tidak percaya. "Kok bisa, sih?" Lantas memijat pelipis, menunduk, seolah merasa pening.

"Sejak kapan kalian pacaran?" tanya ayah.

"Sejak awal semester, Om, saya waktu itu baru pindah ke sekolah Aeera." Yang menjawab adalah Ramon sebab gue masih menunduk lemas. Setelah beberapa detik hening, gue akhirnya mengangkat kepala dengan mata yang sudah berkaca-kaca, menatap ayah tajam.

"Kalau Ayah, sejak kapan?" Giliran gue membalik pertanyaan. "Sejak kapan Ayah jalan sama perempuan lain, hah? Sejak kapan?? Dan kenapa harus bundanya pacar Aee!!" Gue berteriak di ujung kalimat, membuat beberapa pasang mata menoleh pada meja kami.

Ayah menghela napas panjang, terdiam, juga bundanya Ramon yang tidak banyak mengeluarkan suara. Apa mereka tidak punya pembelaan? Oh gue paham, mereka tidak punya pembelaan karena mereka memang membenarkan asumsi gue, yang artinya mereka betulan selingkuh. Gue terkekeh miris, menyayangkan kejadian ini.

"Pokoknya Ae nggak mau tau, Ayah nggak boleh ketemuan lagi sama bunda Ramon. Inget Yah, di rumah ada bunda sama Anjani. Ae tau keluarga kita bukan keluarga yang harmonis, tapi ... tapi setidaknya jangan lakuin ini, Yah, jangan khianati bunda." Setetes air mata jatuh membasahi pipi, gue menepisnya cepat-cepat. Nggak pantas nangis di depan ayah, atau ayah akan semakin meremehkan gue.

"Kamu nggak boleh egois, Aeera," kata ayah.

Gue menggeram, meremas kain taplak meja sampai kusut. "Jadi maksud Ayah, nggak apa-apa kalau Ayah yang egois sedangkan Ae nggak boleh?"

Situasi ini rumit. Gue jelas nggak akan membiarkan ayah dan bunda Ramon bersatu. Semuanya akan menjadi semakin rumit jika hal itu terjadi dan usaha gue akan sia-sia. Apapun yang sedang gue perjuangkan tidak boleh sia-sia, harus menghasilkan sesuatu. Gue nggak akan menyerah sekalipun harus bertengkar hebat dengan ayah.

You Are Brave [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang