1st Slice

178 27 0
                                    

Di baca ya, ini bukan selingan kok. Apa ya nyebutnya ... 🤔🙄 Um, baca aja deh, nanti juga tau hehe😂😂

•••

1st Slice

•••

Seorang wanita muda baru saja keluar dari gedung bertingkat, melangkah memasuki mobil yang telah menunggu. Dia melepas kacamata hitam yang bertengger di hidung, menatap ke luar jendela sepanjang perjalanan menuju unit apartemen tempat dia tinggal.

"Kerja bagus untuk hari ini, Ilona," kata seseorang yang duduk di sebelahnya.

Wanita muda yang dipanggil Ilona itu meninggalkan pemandangan pertokoan di sepanjang jalan dan menoleh pada wanita di sebelahnya. "Thank you, Kak Nau." Menarik kedua sudut bibir hingga tercipta senyuman yang melengkapi paras eloknya.

"Jadwal pemotretan hari ini sudah selesai semua, kamu tidak mau mampir?" tanya Nau yang merupakan manager Ilona.

"Eum, aku mau mampir ke Serenade Cafe, tapi hanya sendiri. Kak Nau pulang saja ke apartemen."

"Yakin tidak mau ditemani?"

"Tidak usah, Kak."

Mobil itu akhirnya berhenti di depan sebuah kafe untuk mengeluarkan salah satu penumpangnya. Ilona memasang kembali kacamata hitam sebelum memasuki kafe. Wanita itu duduk di kursi bar tepat di depan meja barista. Kursi di samping kirinya tidak berpenghuni sedangkan di samping kanannya ada seorang pria muda dengan tampilan yang terkesan santai. Kaos berwarna putih yang ditutupi jas, celana bahan hitam dan sepatu kets. Pria itu sangat fokus menekuri layar tablet, entah sedang mengerjakan apa. Ilona hanya melirik sekilas sebelum beralih pada barista dan memesan kopi dengan campuran susu.

Ilona membuka ponselnya, mengecek beberapa foto hasil pemotretan tadi. Wanita itu adalah seorang model pendatang baru, meski begitu namanya sudah melambung tinggi. Wajahnya amat mempesona, sumbangan darah Indonesia dan Eropa dengan netra berwarna biru terang. Juga tingginya yang melebihi perempuan Indonesia pada umumnya. Secara fisik, Ilona mewarisi darah Eropa dari papanya. Namun, Ilona mewarisi sifat ayu dan kepribadian anggun dari mamanya.

"Ini pesanan anda, selamat menikmati."

Ilona tersenyum ramah. "Terima kasih."
Barista itu mendadak kikuk, mengusap tengkuknya salah tingkah. Jika tidak sedang bekerja, boleh jadi dia sekarang sedang berteriak memuji kecantikan di depannya. Melirik sekali lagi pada Ilona, Barista itu nyaris mimisan.

Sementara Ilona dengan santai mencecap minumannya sebelum menatap si Barista dan mengatakan betapa enak kopi racikannya, juga bentuk latte art yang sangat indah. Mendapati dirinya dipuji wanita cantik, Barista itu kini hampir pingsan.

Ilona menyimpan gelas kopinya tepat sejajar dengan gelas kopi lain. Detik terus berlalu, suasana kafe masih sama, tidak ramai dan tidak sepi. Alunan musik klasik dari speaker terdengar syahdu menemani Ilona yang tengah menekuri sebuah novel fantasi terjemahan.

Dia meraih gelas di meja tanpa melepas mata dari buku, bersamaan dengan pria di sebelahnya yang juga meraih gelas tanpa mengalihkan atensi dari tablet.

"Kok rasanya pahit?"

"Rasa apa ini?"

Seruan keduanya terdengar. Ilona menoleh dan pria di sampingnya melakukan hal yang sama. Jeda selama lima detik, mereka mulai mencerna apa yang terjadi, berdehem canggung dan menatap ke depan.

"Um, sepertinya minuman kita tertukar," cetus pria itu.

"Maaf, aku tidak sengaja mengambil gelasmu karena terlalu fokus," balas Ilona.

"Tidak apa-apa, salahku juga." Pria itu kembali menoleh pada Ilona, tersenyum kecil ketika menyadari ada rona kemerahan di pipi wanita itu. Ilona ikut menoleh karena merasa terus ditatap, mata biru perempuan itu mengerjap sekali.

Seketika, pria itu seperti tenggelam pada jurang yang dalam dan gelap. Namun anehnya terasa menyenangkan, juga menenangkan. Mata indah itu menyedot atensinya, membuat seluruh saraf dalam tubuhnya merespon, darahnya berdesir, perutnya terasa penuh oleh kepakan sayap kupu-kupu, lalu jantungnya berdetak dua kali lipat. Aksi tatap-tatapan itu terinterupsi oleh deringan ponsel.

Pria itu mengambil ponselnya dengan tangan yang sedikit bergetar, berdehem sekali kemudian mengangkat telepon. "Iya, aku akan kembali." Pria itu berdiri usai mematikan telepon.

"Aku harus pergi karena ada urusan. Besok-lusa, jika kita bertemu lagi di kafe ini, aku akan mengganti minumanmu."

"Ah, iya, aku juga akan mentraktirmu."

"Baiklah, aku pergi dulu."

Ilona mengangguk sambil memperhatikan punggung pria itu yang terus menjauh. Hari itu, Ilona pulang dengan senyum yang tidak luntur dari wajah eloknya.

•••

Diingat setiap detailnya ya, wkwkwkwk

See you in next chapter 👋

Follow 👇👇
Wp : Reirin_
Ig : reirin2018

You Are Brave [END]Where stories live. Discover now