25 - Tell Me The Truth

94 18 1
                                    

Hallo, jangan lupa vote dulu ya:)

Bab ini masih melanjutkan bab kemarin ya, masih flashback.

Happy reading^^

•••


|Aeera|



Seminggu telah berlalu sejak acara kumpul bersama di tahun baru. Perasaan gue semakin tidak karuan semenjak bertemu Tante Ilona dan Om Alta. Orang-orang boleh saja bilang gue bego atau bebal, tapi gue tidak sebodoh itu untuk menyadari bahwa ayah dan bunda bukan orang tua kandung gue. Mereka menyembunyikan sesuatu, gue butuh jawaban tapi kepada siapa harus bertanya? Ayah dan bunda? Mereka galak, suka sekali meremehkan gue, jelas bukan tempat yang baik untuk meminta penjelasan. Lagipula mereka hanya peduli pada Anjani saja, urusan gue bukanlah urusan mereka.

Saat itulah, ketika gue sibuk memikirkan siapa orang yang tepat untuk ditanyai, ketika gue sibuk mondar-mandir di dalam kamar, sibuk mengacak-acak rambut, satu nama muncul dalam benak. Eyang Sabrina, nenek gue. Eyang pasti punya jawaban yang gue inginkan, dialah tempat yang tepat untuk bertanya.

Tapi masalah baru tiba, eyang tinggal di Jogja, lalu bagaimana gue bertanya? Kalau lewat telpon rasanya sangat tidak nyaman. Pertanyaan gue nanti cukup sensitif dan harus ditanyakan secara langsung.

Maka, gue putuskan untuk mendatangi eyang ke Jogja. Gue akan pergi diam-diam tanpa membuat ayah atau bunda curiga. Gue memecahkan celengan ayam yang sudah lama disimpan, juga menyisihkan uang jajan untuk perbekalan. Tepat di hari sabtu sepulang sekolah, gue akhirnya pergi ke Jogja lewat jalur darat. Sendirian. Hari itu harusnya gue bimbel bareng Sak, Naswa dan Rere untuk persiapan UN. Tapi siapa peduli ketika kepala gue dipenuhi pertanyaan-pertanyaan tentang jati diri sebenarnya.

Sebelum berangkat, gue sempat pulang ke rumah untuk ganti baju, membawa ransel, memasukkan beberapa barang termasuk makanan untuk bekal. Bi Nia sempat bertanya dan gue menjawab akan menginap di rumah Sak.

Perjalanan panjang akhirnya dimulai, gue naik bus travel dari Jakarta ke Jogja. Ketika menginjakkan kaki di Jogja, hujan turun dengan deras. Hari sudah malam saat itu, jalanan masih ramai tapi susah mendapat taksi yang bisa mengantar sampai rumah eyang. Gue menunggu selama sejam sambil kehujanan sebelum akhirnya berhasil menemukan taksi.

Begitu sampai di rumah eyang, gue tidak langsung masuk, melainkan berdiri bimbang di depan gerbang, berkali-kali mengusap wajah yang basah terkena hujan, walau ujungnya sia-sia. Bukannya mereda, hujan malah terus menderas. Gue menggigil, nyaris kehilangan kesadaran jika satpam rumah tidak menyadari keberadaan gue.

Eyang Sabrina dan Opa Aldian terkejut melihat satpam yang memapah gue ke dalam rumah. Eyang rusuh menyuruh para pelayan untuk mengambil handuk, menyiapkan minuman hangat, pakaian hangat dan sebagainya.

"Sayang, kamu kok bisa basah kuyup begini? Kamu sama siapa ke sini?" Eyang bertanya tidak sabaran.

"Ae ... Ae sendiri, Eyang," jawab gue sambil meraih gelas berisi coklat panas.

"HAH? SENDIRI?!" Eyang dan opa kompak berteriak, membuat gue tersedak sampai batuk-batuk.

"Aeera, jangan bercanda." Opa rupanya masih tidak percaya.

"Ae nggak bohong, Opa, beneran deh, cius." Opa memang paling ogah dipanggil eyang, selalu menyuruh para cucunya memanggil dengan sebutan 'opa'.

Eyang berdecak kesal. "Eyang tau kamu nakal, Ae, tapi pergi ke Jogja sendiri? Astaga, kamu belum sedewasa itu untuk pergi sendirian Aeera. Beruntung kamu sampai dengan selamat."

Gue juga merasa bersyukur sampai tanpa cacat, walaupun ada halangan di jalan.

"Kamu sebegitu kangennya sama Opa, ya? Rasanya baru kemarin kita ketemu," kata Opa, berusaha tenang.

You Are Brave [END]Where stories live. Discover now