18 - Unpredictable

99 16 0
                                    

Happy reading^^

•••

|Ramon|

Hari minggu pagi lapangan tempat jogging track ramai dipenuhi orang-orang yang tengah berolahraga. Gue dan Rey sudah dua putaran mengelilingi lintasan, orang-orang berdatangan, suasana semakin ramai. Kebanyakan dari mereka pastilah orang sibuk yang bekerja dari senin sampai sabtu hingga memanfaatkan hari minggu untuk olahraga.

"Gimana sekolah baru lo?" tanya Rey yang berlari di samping gue.

"Yeah, not bad."

"Karena ada cewek itu kan? Makanya betah."

Gue cuma tertawa menanggapinya.

"Lo sama cewek itu ... siapa sih namanya? Aeera kan ya? Udah sedekat apa sama dia?"

Pertanyaan itu tidak langsung terjawab, gue sendiri bingung sudah sedekat apa sebenarnya kami itu? Gue dan Aeera hanya dekat ketika misi, di ekskul karate pun gue lebih sering bareng anggota cowok.

"Hm, entahlah."

"Pasti dia tipe cewek yang susah dideketin." Ucapan Rey seratus persen akurat, Aeera memang begitu. Gue sampai harus punya alasan dulu untuk dekat dengannya, seperti soal misi itu. Kalau tidak ada alasan, jangankan mengobrol, berdiri di dekatnya saja pasti sudah ditendang duluan.

"Lo seumur hidup taunya cuma dideketin cewek. Sekarang malah kebalik, lo yang deketin cewek. Jadi jangan diem aja, mumpung sekarang minggu ajak jalan kek si Aeera itu."

"Good idea."

Mendengar respon gue, Rey langsung menepuk dadanya jumawa. Sekarang dia berlari duluan, mengejar seorang cewek yang berlari di depan kami. Entah apa yang akan dilakukannya. Gue tidak terlalu memperhatikan, sibuk memikirkan ide Rey. Sepertinya tidak ada salahnya mengajak Aeera ketemuan, bilang saja ada hal penting tentang misi. Lagipula Aeera yang bilang sendiri akan mengusir gue dari kehidupan cewek itu, maka sebelum diusir gue harus memanfaatkan kesempatan dekat dengannya.

Gue tahu, besok-lusa dia akan sangat membenci gue, mengusir betulan. Dengan gagasan itu, harusnya gue tetap berdiri di tempat, menjaga jarak dan tidak terlalu mendekat pada Aeera. Tapi entah sejak kapan, pandangan gue padanya mulai berubah. Gue selalu senang tiap kali berduaan dengannya saat misi mengintai bunda. Gue pun kadang gugup jika tidak sengaja melihat Aeera yang tersenyum atau tertawa lebar bersama Cakra. Seperti ada dorongan untuk menjaga senyum dan tawa itu agar tidak lenyap.

Setelah putaran keempat selesai, gue melipir ke sisi lapangan, duduk di salah satu bangku, melupakan keberadaan Rey. Biarkan saja lah, toh dia sudah besar, kalau hilang di tengah kerumunan orang setidaknya dia bisa mencari jalan pulang sendiri.

Gue mengeluarkan ponsel dan menimbang-nimbang apa harus menelpon cewek itu? Sekarang masih pukul tujuh, semoga Aeera sudah bangun. Dari karakternya sih dia termasuk orang yang akan tidur sampai siang di hari minggu. Gue mengangkat ponsel ke telinga, menunggu selama beberapa detik.

"Hallo! Ngapain nelpon?" Bukan sapaan yang sopan di telepon dan terlalu to the point.

"Hallo, lo udah bangun?" Daripada menjawab, gue justru mengajukan pertanyaan lain.

"Lo kira yang lagi bicara sama lo siapa? Roh?"

Gue tertawa. "Galak amat lo, masih pagi loh ini."

"Ah, bodo amat deh, Mon. Lo ngapain nelpon?"

"Gue mau ajak lo ke SHC nanti siang."

"Ngapain? Nggak bisa, gue nggak mau."

You Are Brave [END]Where stories live. Discover now