01 - Sepenggal tragedi.

1K 108 121
                                    

Di tengah-tengah kerumunan mall, sejak tadi wanita paruh baya di samping Alvi merasa begitu gelisah, ia merasakan ada seseorang yang menguntit mereka berdua sejak tadi. Ia menggenggam erat pergelangan tangan Alvi hingga membuat Alvi sesekali meringis. Tetapi wanita paruh baya itu terus membawa Alvi menuruni eskalator.

"Tangan Alvi sakit." Ucap Alvi pelan, tangan nya sedikit memberontak.

Wanita paruh baya itu hanya menempelkan jari telunjuk nya pada bibir Alvi, menyuruh nya untuk diam. Alvi yang masih berumur 12 tahun tentu belum mengerti apapun, ia masih belum bisa membaca situasi yang ada di sekitar nya.

Saat sampai di lantai bawah, mereka berdua bergegas keluar mall. Tiba-tiba tangan kiri Alvi di tarik paksa oleh seorang pria berbadan tinggi yang mengenakan masker medis berwarna hitam dan topi putih yang bertengger di kepala.

"BUNDA!" Teriak Alvi yang tubuh nya terseret-seret oleh pria yang terus menarik tangan nya hingga ke dalam sebuah toko kosong di pinggir jalan yang sudah terbengkalai.

"Al!"

Kelopak mata Alvi terbuka lebar menampakkan manik mata cokelat nya, deru nafas nya terdengar tersengal-senggal. Tangan nya menyingkap kasar selimut yang menutupi wajah nya.

Alvi mengusap wajah nya dengan kedua telapak tangan, membasuh keringat yang bercucuran dari dahi nya. Ekor mata nya melirik ke arah AC di dinding kamar, tertera angka 26°C.

"AC normal, kok panas banget ya?" gumam Alvi seraya menghela nafas.

Tubuh remaja 15 tahun itu perlahan beringsut untuk duduk, ia memang harus sangat hati-hati saat bangun karena jika salah gerak sedikit akan berakibat buruk untuk tulang rusuk nya.

Sejenak ia duduk bersandar, mengingat mimpi yang barusan melintas dalam tidur nya. Sebuah penggalan kejadian awal yang menimbulkan beribu kesalah fahaman.

"Ck, dulu kenapa gua se polos itu sih," racau Alvi.

"Argh! Rasanya gua pengen bunuh Alvi yang dulu."

"Biar gak akan ada Alvi yang sekarang!" Ucap Alvi mendengus kesal.

Ia kembali melirik ke dinding, melihat jam yang kini sudah menunjukkan pukul 05:00 WIB. Segera ia berjalan menuju tempat wudhu untuk melaksanakan sholat subuh.

Setelah sholat, ia langsung menuju dapur. Bukan untuk sarapan, tetapi untuk mencuci piring karena itu sudah menjadi bagian tugas nya.

"Pagi Al," sapa Ananda.

"Pagi Ayah, masak apa?" Tanya Alvi pada sang Ayah yang tengah sibuk memotong ayam untuk di masak.

"Masak soup kaldu ayam buat sarapan," jawab Ananda.

"Bang Dika mana?"

"Lagi ngepel lantai depan, palingan bentar lagi dia bersihin halaman rumah."

Alvi hanya ber-oriah, lalu tangan nya sibuk mencuci piring-piring yang menumpuk sejak tadi malam, karena semalam ia harus ke rumah sakit.

Semua penghuni rumah kini terlihat sibuk mengerjakan ini dan itu. Sebab, di keluarga Narendra tidak pernah ada sejarah nya bangun kesiangan lalu terburu-buru berangkat kesekolah ataupun bekerja. Saat pagi hari mereka semua sibuk melakukan semua pekerjaan rumah tanpa bantuan ART, semua mereka kerjakan sendiri.

Untuk urusan memasak, Ananda lah yang turun tangan. Sedangkan untuk urusan mencuci baju, mencuci piring dan membersihkan rumah, itu sudah menjadi tugas kedua putra nya. Alasan nya, agar anak-anak nya disiplin dan tidak di manjakan fasilitas orang tua, walaupun mereka laki-laki.

Jadi, untuk para calon menantu keluarga Narendra di harapkan harus bisa pekerjaan rumah dan jangan jadi pemalas. Kalau tidak bisa melakukan itu semua, silahkan mundur perlahan dan jangan harap bisa jadi menantu.

ALVIRENDRAWhere stories live. Discover now