13 - Sebuah Kesalahan

684 94 66
                                    

Burung-burung yang bertengger di dahan pohon mulai berkicau, menyuarakan semangat untuk penghuni bumi di pagi ini.

Saat ini Alvi masih duduk di atas ranjangnya, sembari bersandar. Pandangan nya tak lepas dari jam dinding yang ada di depan nya. Sesekali Ia memejamkan matanya kembali, merasakan kepalanya yang sejak tadi berdenyut.

Dbrakk!

Dobrakan pintu kamarnya membuat Alvi tersentak kaget, reflek ia memegangi dada kini nya yang terasa ngilu, sebab jantungnya itu belum boleh berdetak terlalu kencang karena Dr. Rico bilang jantung nya mengalami pembengkakan karena terhimpit tulang rusuknya saat kecelakaan itu.

"Ada apaan sih?!"

"Manusia itu pagi-pagi bergerak! Bukanya ngedekem terus kayak ayam sakit." Olok Dika yang kini berjalan ke arah meja belajar Alvi.

Tangan Dika langsung mengambil botol parfum milik Alvi lalu ia semprotkan di bajunya.

"Bagi ya! Hatchihh." Ucap Dika sambil bersin-bersin dengan menampakkan hidung mancungnya yang memerah. Akibat kejadian tadi malam saat Alvi menceburkannya ke kolam renang membuat Dika sakit flu, pasalnya Dika memang alergi dingin.

"Emang parfum nya Abang habis?"

"Abis," jawab Dika. Lalu, setelah dirasa bajunya sudah wangi, Dika meletakkan kembali botol parfum itu di atas meja.

"Cepetan makan, di meja makan ada soup buntut sapi." Titah Dika.

"Ha? Sejak kapan Bang Dika bisa masak?" Tanya Alvi menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Dika melirik sinis ke arah Alvi, "gua gak masak, tadi si Gilang yang bawain makanan itu." Jawab Dika.

"Oh iya, gua pengen nongkrong sama temen-temen kuliah. Lu jangan lupa cuci baju sama masak buat nanti siang!"

"Tapi kan-"

"Ga ada tapi-tapi! Gua udah ngerjain semuanya dari kemaren, gua capek! Hari ini jadwalnya gua maen, lu jangan sesekali nelponin gua!"

Alvi hanya menghela nafas berat, lalu mengangguk atas perintah Abangnya. Ia tidak keberatan jika harus mencuci baju dan memasak, memang itu sudah hal bisa. Namun, ia hanya khawatir dengan jahitan bekas oprasinya yang masih belum kering.

"Jangan lupa jagain Ayah juga! Awas kalo Ayah sampe kenapa-napa, lu bakal abis di tangan gua!"

Dika melenggang pergi dari kamar Alvi, hanya menyisakan bau parfum luxury yang Dika kenakan barusan. Perlahan Alvi juga mulai beringsut, kakinya kini menapak pelan-pelan pada lantai.

"Arrgh"

Reflek Alvi meremat dada kirinya, setiap kali ia hendak berdiri rasa ngilu dan perih itu kembali menikam dadanya.

Matanya memejam erat, sembari mengatur nafasnya agar rasa ngilu itu segera hilang.

Setelah beberapa menit, Alvi kembali mencoba untuk berdiri. Ia melangkah menuju cermin lemari, ia membuka satu-persatu kancing bajunya. Sebenarnya ia penasaran seberapa parah bekas oprasi itu hingga ia terus-terusan merasakan sakit yang tidak kunjung mereda.

Alvi menggigit bibir bawah nya kuat-kuat, menahan isakan nya yang berusaha ia bungkam saat melihat bekas oprasi di dada kirinya itu. Sudah tak terhitung berapa banyak sayatan hingga dadanya itu penuh dengan bekas jahitan, bahkan masih terdapat lebam berwarna biru kehitaman akibat benturan saat kecelakaan itu. Tidak terbayang, jika di luar dada saja terlihat seperti itu, bagaimana dengan keadaan organ dadanya?

Tangan Alvi yang sedikit gemetar segera mengancingkan kembali bajunya, dan segera beranjak dari kamar untuk menuju dapur. Ia memilih untuk masak terlebih dulu, urusan mencuci baju bisa di lakukan sambil memasak, karena tidak terlalu ribet jika mencuci baju menggunakan mesin cuci.

ALVIRENDRAWhere stories live. Discover now