35 - Teror

503 87 134
                                    

Sudah cukup lama Alvi ditangani Dokter, hal itu membuat Ananda semakin cemas menunggu Alvi diluar bersama Dika.

Ketika sedang menungu, seorang Dokter keluar ruangan, ia tak lain adalah Dokter Hendrik. Dirinya segera membuka masker medisnya untuk bicara sebentar dengan Ananda.

"Dok, gimana keadaan Alvi?" tanya Ananda spontan.

"Kami akan segera melakukan tindakan cuci darah, sebab setelah dilakukan pemeriksaan ditemukan zat racun didalam aliran darah pasien, jadi harus dilakukan cuci darah sebelum zat racunnya merusak organ dalam pasien."

"Racun?" gumam Dika yang saat ini berdiri dibelakang Ayahnya. Mengetahui hal itu, Dika segera berlari tunggang langgang meninggalkan Ananda dan Hendrik yang sedang berbincang. Entah hendak kemana Dika sekarang.

Setelah Dokter Hendrik mendapat persetujan dari Ananda, ia segera masuk kembali keruangan untuk membawa Alvi keruang cuci darah, ditemani satu asisten dokter dan beberapa suster.

Beberapa suster itu cepat-cepat membuka ruang cuci darah lalu membawa masuk bankar Alvi kedalam sana.

Dokter Hendrik segera membersihkan akses pembuluh darah Alvi untuk memasangkan jarum yang terhubung dengan selang cuci darah. Satu jarum untuk mengalirkan darah dari dalam tubuh ke mesin sedangkan satu lagi untuk mengalirkan darah dari mesin ke tubuh Alvi.

Proses cuci darah pun dilakukan, kini Dokter Hendrik hanya perlu mengontrol terus kondisi fisik, serta suhu tubuh Alvi selama proses cuci darah berlangsung.

Dokter Hendrik berharap racun yang mengalir dalam darah Alvi belum sampai merusak organ dalam tubuh Alvi akibat gagal fungsi ginjal. Sebab racun yang dialirkan melalui infus akan langsung mengalir ke pembuluh darah Alvi dan kemungkinan cepat menyebar keseluruh tubuh.

•°•°•

Tepat di lantai dua rumah sakit, tatapan nyalang dilemparkan oleh Dika pada seseorang yang kini ia temui di koridor. Ia segera berlari kearah orang itu yang tengah berjalan santai menuju lift.

Dengan cepat Dika menarik kasar kerah kemeja bagian belakang orang itu, tanpa basa-basi pukulan keras ia layangkan padanya.

Bugh!

"TANGGUNG JAWAB LO!" pekik Dika.

Laki-laki itu segera berlari menuju lift hingga tak sengaja kerah bajunya robek akibat ditarik oleh Dika.

Dika segera menyusul menuju lift yang sudah terbuka lebar. Namun sayang orang itu sudah lebih dulu memasuki lift hingga perlahan pintu lift itu mulai tertutup.

Tangan Dika terus berusaha menahan pintu lift itu agar tidak menutup, ia memaksakan tubuhnya agar masuk kedalam lift.

Bruak!

Akhirnya tubuh Dika berhasil masuk kedalam bersamaan pintu lift itu benar-benar tertutup rapat. Dihadapannya kini sudah ada Dokter Erik yang tadi siang menyuntikkan obat Glukagon pada Alvi.

"LO APAIN ADEK GUA HAH?! JANGAN-JANGAN LO DOKTER GADUNGAN," bentak Dika dengan nada tinggi. Tangannya mencengkeram kuat kerah baju Erik.

"Lepas! Kamu ini apa-apaan! Anak ingusan kayak kamu berani sama saya?!" ucap Erik remeh.

"Jujur aja, lo kan yang udah ngeracunin adek gua!" bisik Dika nada bicaranya penuh penekanan.

"Yes, that's true!" jawab Erik jujur diiringi  senyum sinisnya.

"Kurang ajar!"

Bugh! Bugh!

Bogeman keras itu menghantam tubuh Erik hingga sudut bibirnya mengeluarkan darah segar, tak hanya itu Dika juga mencekik kuat leher erik.

ALVIRENDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang