34 - Paksaan

563 89 83
                                    

Dika mengerjapkan matanya yang terasa sedikit berat, semalam ia tidur jam 3 pagi. Dua hari ini ia selalu bergadang, itupun karena Alvi. Kantung matanya sampai bengap serta bola matanya sedikit memerah. Untung saja dirinya sudah terbiasa bergadang menyelesaikan tugas-tugas kuliah hingga menjelang pagi.

Telapak tangannya bergerak mengusap pelan pucuk kepala Alvi. Saat itu, dahinya mengernyit mendengar suara napas Alvi yang terdengar berat.

"Dia tidur nggak sih?" batinnya dalam hati.

Dika tersenyum miring menatap wajah Alvi, sifat jahilnya tiba-tiba saja kumat. Ia segera meranggah selembar tisu diatas nakas, entah bekas apa. Ia gerak-gerakkan selembar tisu itu tepat dihidung Alvi.

Sontak, tangan Alvi dengan cepat menyingkirkan tisu yang dipegang oleh Dika.

"Diem bisa gak?!" bentak Alvi dengan suara lirih.

"Bangun woi! Gua gabut sendirian," ucap Dika tanpa perasaan, padahal saat ini ia tidak tahu apa yang sedang dirasakan oleh Alvi disekujur tubuhnya.

"Main aja sono sama Jessy!"

Kata-kata Alvi barusan membuat Dika membuntangkan matanya, mendengar nama Jessy saja bulu romanya sudah bergidik ngeri.

"Mulut lo! Jangan sebut nama itu. Nanti dia nyamperin lagi sialan!" sentak Dika seraya melirik kearah sekitar ruangan. Arloji ditangan Dika masih menunjukkan pukul 5 pagi, membuat suasana semakin terasa mencekam.

"Nggak usah disebut juga dia emang ada disini, Bang. Kan ruangan ini emang rumah dia," timpal Alvi dengan mata yang masih tertutup.

Ya, semalaman Dika tidak bisa tidur lantaran diganggu oleh sosok bernama Jessy. Makhluk halus yang cantik jelita dengan rambut hitam lurus sepanjang punggung, kulit putih bersih, matanya sipit bak orang jepang.

"Dia cantik tau Bang, dia juga baik. Andai dia masih hidup," ujar Alvi sedikit ngelantur.

"Emang kalo dia masih hidup, lo mau ngapain?"

"Jadiin dia temen, biar nggak keliatan jomblo," balas Alvi seraya terkekeh pelan.

"Sayangnya dia udah beda alam sama kita, bang. Tapi, kalo lu sama Ayah ngebolehin sih, mau gua bawa pulang, biar ada temen."

"Gak usah ngadi-ngadi lo mau bawa setan ke rumah!" Sahut Dika dengan wajah kesalnya.

"Dia bukan setan, tapi jin qorin."

"Yaudah mau disebut setan, iblis ataupun jin qorin, tetep aja dia bukan manusia, bodoh. Ga waras!" sarkas Dika sembari jemarinya memijit dahinya yang terasa pening akibat ucapan Alvi yang sejak tadi terdengar aneh untuknya.

"Pulang-pulang gua ruqyah lo!" lanjut Dika dengan tegas.

Jantung Dika seakan meloncat kencang saat mendengar suara pintu ruangan terbuka, ia segera menutup kepalanya dengan selimut tebal yang Alvi pakai.

"Bukan Jessy, Bang. Itu Bang Panji yang dateng! Parno amat lu," ledek Alvi.

Akhirnya Dika memberanikan diri untuk menoleh ke arah pintu ruangan, ia menghela napas lega karena yang datang memang benar Panji.

"Hallo Al... Gimana keadaannya? Udah mendingan?" tanya Panji seraya meletakkan paper bag berisi makanan yang ia bawa itu keatas nakas.

"Ya ginilah, lumayan... Lumayan sakit maksudnya hehe."

"Pagi amat dateng, bang? Btw gimana masuknya? Kan belom jam besuk, emang boleh?" tanya Alvi bertubi-tubi.

"Bolehlah. Ada triknya, Abangkan punya otak dipake, nggak kayak Dika," ketus Panji asal ceplos, dengan mata melirik sinis kearah Dika.

ALVIRENDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang