10 - Bimbang

564 89 26
                                    

Satu minggu berlalu, tetapi tubuh itu masih terbaring tak sadarkan diri di ranjang ruang ICU, kelopak mata itu seakan enggan terbuka. Nebulizer dan infus itu masih setia menemani tidur panjang Alvi. Rico masih terus memantau setiap perkembangan kesehatan Alvi, dan sesekali ia memeriksa dada kiri Alvi yang penuh dengan jahitan oprasi.

Setelah pemeriksaan, Rico menghela nafas berat, ia berdecak pelan karena merasa kecewa. pasalnya, kesehatan Alvi bukan mengalami peningkatan, tetapi justru penurunan bahkan tubuh Alvi terlihat lebih pucat dari sebelumnya.

Rico mengusap pelan puncak kepala Alvi dengan tatapan nanar. Sejak satu minggu Alvi berada di ruang ICU ini, tidak ada seorang pun yang datang menjenguk. Mungkin jika Ananda sedang tidak sakit, ia pasti akan datang menjenguk, tetapi Rico fikir setidaknya Dika yang berinisiatif untuk datang menemui Alvi.

"Cepet pulih, masih banyak orang yang sayang sama kamu."

"Kamu hebat Al, bisa bertahan sampai detik ini, yang bahkan orang lain belum tentu mampu melewatinya," bisik Rico pada telinga kanan Alvi.

Saat Rico menjauhkan kembali wajah nya dari telinga Alvi, ia menyadari sebulir air mata menetes dari pelupuk mata Alvi. Jemari Rico perlahan bergerak mengusap lembut jejak air mata itu di wajah Alvi.

Rico memutuskan untuk keluar ruang ICU untuk memeriksa pasien lain. Ia kembali meninggalkan Alvi sendirian di ruangan persegi itu.

Ketika hendak menuju ruang rawat inap, Rico berpapasan dengan Gilang. Lantas membuat Rico menghentikan langkah nya.

"Gilang, mau ketemu Alvi?" Tanya Rico pada putra sulungnya.

"Iya, udah seminggu ga jenguk Al, dia baik-baik aja kan?"

Rico menepuk pelan pundak Gilang dengan tatapan sendu. "Kondisi Al semakin menurun belakangan ini, entahlah mungkin dia kehilangan semangat untuk saat ini. Perlu kamu tau Lang, seminggu ini bahkan ga ada satupun keluarganya yang jenguk Al. Dia sendirian." Ujar Rico.

Gilang mengangguk paham dengan perkataan Rico.

"Papa kan tau sendiri, keluarga Al cuma om Ananda sama Dika. Sedangkan om Ananda sekarang masih di rawat. Dika? Dia mana mau peduli sama Al. Yang ada kalo dia dateng cuma tambah ngancurin semangat hidupnya Al. Aku malah bersyukur Dika ga pernah dateng ke ruang ICU nemuin Al."

"Yaudah, kamu temenin Al sana. Tapi inget, jangan ngomongin apapun yang bikin Al tambah drop."

"Siap!" Ucap Gilang sembari menunjukkan ibu jari kanan miliknya.

Gilang melenggang pergi dari hadapan Rico, langkah kakinya terus menyusuri koridor menuju ruang ICU. Sudah satu minggu ini Gilang tidak menjenguk Al ke rumah sakit, karena tugas yang menggunung ditambah lagi Adik perempuan nya yang manja membuat Gilang selalu terlibat pada apapun yang Adiknya lakukan. Hari ini saja ia kabur dari Sachi, saat Sachi meminta Gilang menemaninya ke toko buku.

Cklek!

Pintu itu terbuka menampakkan sosok Alvi yang tengah terbaring dengan mata terpejam, Gilang mulai melangkah masuk ke dalam ruangan itu dengan memelankan langkahnya agar tidak menimbulkan suara bising yang dapat mengganggu Alvi.

Sampai di samping bankar, Gilang menatap kelu sekujur tubuh temannya itu. Benar kata Papanya, Alvi terlihat sangat pucat, sikunya masih di perban akibat kulitnya robek karena kecelakaan itu, dan jangan lupakan pipi Alvi yang terdapat bekas luka membiru karena membentur aspal.

Gilang menghela nafas, lalu ia duduk di kursi yang ada di sebelah bankar tempat Alvi terbaring.

"Gue udah cari tau siapa pelaku yang sengaja nabrak lo sampe kayak gini! Lo tenang aja, gue bakal kasih hukuman yang bakal bikin dia nangis darah di depan lo." Monolog Gilang seraya melipat kedua tangannya di dada.

ALVIRENDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang