CHAPTER 40 : Shadows Of The Past

2K 169 119
                                    

CHAPTER 40 : Shadows Of The Past

Sejak menginjakan kakinya di perusahaan hingga hari sudah berganti gelap, Michelle tetap tidak bisa fokus dengan pekerjaannya. Dia memaksa diri untuk memeriksa proposal dari tim marketing yang nyatanya tidak masuk sama sekali di otaknya.

Matanya hanya tertuju pada ponsel di atas meja. Berharap mendapatkan panggilan dari nomer asing itu lagi. Dia sedang mencoba meyakinkan diri jika pagi tadi dia salah mendengar. Tapi anehnya, setelah Michelle mencoba menghubungi lagi, nomer itu malah tidak aktif.

Jika benar si penelepon adalah Jeremy, itu artinya dia masih hidup?

"Permisi." Mendengar pintu ruangannya di ketuk, Michelle mendongak dan menemukan Franz di balik celah pintu yang sedikit terbuka. "Apa aku mengganggumu?"

"Tidak. Masuklah, Franz."

Franz duduk berhadapan dengannya. Tampak ragu-ragu untuk berbicara.

"Ada apa?"

"Aku ingin minta maaf sebesar-besarnya atas apa yang sudah Hannah lakukan padamu. Aku tidak pernah tahu perselingkuhan kakakku dengan tunanganmu. Jika aku tahu lebih awal, aku pasti sudah memberitahumu. Dan tentang percobaan pembunuhan, Hannah mencuri pistolku secara diam-diam. Aku sungguh menyesal karena tidak ada disini saat kejadian itu terjadi."

"Tidak apa-apa." Michelle mengulas senyum. Dia mencoba melupakan kejadian hari itu. "Bagaimana keadaan Hannah? Dia baik-baik saja kan?"

"Perlahan-lahan dia mulai bisa menerima kenyataan tentang Jeremy yang sudah tiada. Dia akan menetap disana, aku tidak ingin mengambil resiko lebih besar." Franz menyentuh tangan Michelle di atas meja. "Terimakasih karena kau menutup semua ini dari Riordan. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana nasib Hannah jika sampai Daddy-mu tahu apa yang sudah dia lakukan kepada putri kesayangannya."

"Terlepas dari itu semua, Hannah tetap sahabat yang paling berjasa di dalam hidupku, Franz. Sampaikan salamku padanya ya."

Franz mengamati Michelle dalam diam. Hingga Michelle menjentikan jarinya di depan wajah Franz, membuat lelaki itu langsung salah tingkah.

"Maaf. Aku sama sekali tidak menyangka kau masih bisa bersikap baik kepada orang yang hampir saja membunuhmu." Franz menarik tangannya saat sadar Michelle mulai tidak nyaman. "Apa kau memiliki banyak pekerjaan? Wajahmu tampak sangat kelelahan."

"Begitulah. Tidak ada Hannah benar-benar membuatku kewalahan mengurus semua pekerjaan ini." Michelle menutup sebuah dokumen di atas meja. "Tapi aku berencana untuk pulang. Kau benar, aku kelelahan dan butuh istirahat."

"Bagaimana jika aku antar?"

"Tidak. Kekasihku akan menjemput."

"Jadi pria itu benar-benar kekasihmu?"

Michelle mengangguk. "Ya, namanya Marvel."

"Kau begitu cepat melupakannya." Franz bangkit dari duduknya kemudian membungkukan tubuh. "Kalau begitu aku permisi. Tetap jaga dirimu baik-baik, Michelle."

Banyak orang beranggapan bahwa Michelle adalah orang yang paling bersalah atas apa yang Jeremy alami. Bahwa dia lah orang tanpa perasaan yang sangat kejam dan begitu mudah melupakan kenangan indah mereka selama bertahun-tahun.

Jika saat itu dia tidak memilih untuk kabur dan bersembunyi, mungkin Jeremy tidak akan mengalami hal buruk tersebut. Tapi kembali pada takdir, Michelle bukan Tuhan yang bisa mengendalikan semua itu.

Ponsel Michelle berbunyi. Dia pikir itu adalah panggilan dari nomer asing yang sedari tadi dia nantikan. Ternyata Marvel yang meneleponnya.

"Apa pekerjaanmu sudah selesai?" Tanya Marvel. Terdengar suara bising klakson mobil yang menandakan bahwa pria itu sedang berada dalam perjalanan.

Sweet Of BlacknessWhere stories live. Discover now