CHAPTER 13 : Morning Talk

2.5K 183 416
                                    

CHAPTER 13 : Morning Talk

Entah sudah pukul berapa, yang Michelle sadari adalah matahari sudah nampak utuh di atas langit serta awan putih cerah yang bergumpalan indah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Entah sudah pukul berapa, yang Michelle sadari adalah matahari sudah nampak utuh di atas langit serta awan putih cerah yang bergumpalan indah. Dalam beberapa saat Michelle terpana dengan suasana pagi yang damai. Terutama saat dia melangkahkan kaki pada taman terbuka yang di penuhi oleh berbagai bunga-bunga cantik yang mulai bermekaran di sekelilingnya.

Di ujung sana dia melihat Marvel sudah menunggunya—duduk pada sebuah kursi berhadapan dengan meja besar yang menyajikan berbagai jenis hidangan. Michelle berdeham pelan membuat fokus Marvel pada pemandangan kolam berwarna biru muda mulai teralihkan.

Bukannya terlalu percaya diri tetapi dia yakin mendapatkan tatapan memuja dari Marvel. Seorang wanita datang padanya setelah kegiatan pagi tadi usai. Dia adalah seorang tata rias yang sengaja Marvel kirim untuk membuat penampilannya semenarik mungkin pagi hari ini.

"Guten Morgen, Schönheit. Bitte setzen."

Kepiawaian Marvel dalam berbagai bahasa bukan sesuatu yang harus diragukan lagi. Terakhir kali Michelle mendengarnya menggunakan bahasa Italia—saat hampir membunuh seorang turis di pinggir pantai. Dan tidak disangka-sangka pagi ini Marvel menyambutnya dengan bahasa Jerman.

"Ebenfalls einen guten Morgen." Sahutnya, mendudukan bokongnya pada kursi sesuai perintah Marvel. "Aku tidak menyangka kau juga mahir berbahasa Jerman."

"Hanya berusaha mengimbangimu."

Mendengar fakta tersebut, Michelle sedikit tercengang. Marvel seakan-akan mengetahui segalanya, termasuk Michelle yang pernah menghabiskan masa kecilnya di Jerman hingga usia tujuh tahun. Dulu, sebelum dia menetap di Amerika, hidupnya selalu berpindah-pindah karena pekerjaan Ayahnya. Tetapi Jerman meninggalkan kesan berbeda hingga kini.

"Bagaimana kau bisa mengetahuinya?"

"Nicht schwer, Michy."

Tak cukup dengan hidangan yang telah tersaji, seorang pria berpakaian koki menghampiri—mengantar steak sapi yang masih mengepulkan asap. Semua ini terlalu berat untuk dikategorikan sebagai menu sarapan. Michelle sudah terbiasa memakan buah atau sayuran. Bahkan lebih sering melewatkan sarapan pagi karena keluarganya tidak pernah berkumpul di tengah meja makan untuk melakukan rutinitas tersebut.

Aroma lezat itu tentu saja menggoda Michelle untuk segera menyantapnya. Dia dengan sikap seperti ini tentu terlihat memalukan—seperti seseorang yang tidak menyentuh makanan selama satu bulan. Itu pula yang membuat Marvel terkekeh. Michelle mendongak, mengambil tisu dan mengelap bibirnya.

"Aku suka cara makanmu. Kau tampak semakin menarik dimataku."

"Aku harap itu pujian."

"Tentu. Dan aku suka cara kerja lidah dan mulutmu." Lantas, dia menurunkan sedikit volume suaranya. "Kau mahir dalam blow job. Ich will mehr, Michy."

Sweet Of BlacknessWhere stories live. Discover now