Chapter 29 : Become crazy

83.5K 10.8K 3.4K
                                    

Kalimat yang digarisbawahi itu memang mengandung makna tersirat. Maria sampai punya satu nama dalam kepalanya saat dia membaca kalimat tersebut. Dibukanya halaman-halaman berikutnya untuk mencari apa ada kalimat-kalimat lainnya dan ia kembali menemukan yang ada garis berupa spidol merahnya.

Aku mencintai hujan, walaupun dia senang membawa luka. Selalu dan akan selamanya begitu.

Maria membuka halaman terakhir dari buku tersebut lalu menemukan sebuah coretan cantik yang terkesan usang dari tinta berwarna merah.

Tulisannya— Charlotte loves Rain.

"Apakah ini alasannya kau memberikanku buku ini?" Maria berkata pada Fleur yang baru saja kembali dengan koper di tangannya. Maria langsung mengambil alih koper tersebut dengan tatapan menuntut jawaban pada Fleur."Maksudmu Rain?"

"Kecilkan suaramu, bodoh." Fleur menoleh ke belakang lalu menutup pintu kamar. Ia kembali memandangi Maria setelah memastikan bahwa keadaan sudah aman.

"Kenapa?"

Fleur menghela napas.

"Apa maksudmu memberitahuku lewat buku seperti ini? Kau bisa gunakan mulutmu langsung untuk memberitahuku."

"Masalahnya aku tidak bisa."

"Kenapa?"

"Entahlah, aku hanya tidak ingin ikut campur."

"Tapi kau sudah ikut campur."

Fleur membuka jaketnya."Duduklah, akan kuceritakan padamu. Tapi benar-benar tidak ada siapa-siapa kan di rumah ini? Alat penyadap atau semacamnya?" Fleur berbisik.

Maria tidak tau apa ada alat penyadap atau tidak. Jika cctv mudah untuk dicari tapi alat penyadap— butuh seharian untuk menggeledah kamar.

"Kita bicara di kamar mandi saja." Maria berjalan keluar dan masuk ke kamar mandi umum di sudut dapur. Kamar mandi itu kecil— masih memungkinkan untuk digeledah.

"Kamar mandi? Berduaan denganmu? Kau gila ya? Di taman saja."

"Di taman ada Jaxon dan Lavender sedang berpacaran." Maria berjongkok— mencari-cari benda mencurigakan."Jangan ikuti aku, aku akan pura-pura mendapatkan masalah di kamar mandi lalu kau datang, oke?"

Fleur tampak kebingungan.

"Dasar bodoh, Winter pasti punya cctv— kau pikir dia tidak akan curiga melihat kita berdua masuk dengan suka cita ke dalam kamar mandi?"

"Oh benar— baiklah." Fleur terkekeh pelan menyadari kebodohannya, Maria langsung menutup pintu. Setelah kurang lebih lima menit mencari, tempat itu pun bersih. Tidak ada cctv di kamar mandi maapun penyadap.

Maria berseru meminta Fleur menolongnya di dalam kamar mandi— Fleur pun langsung masuk ke dalam layaknya seseorang yang memang berniat menolong.

"Jangan tutup pintunya," Cegah Maria."Sekarang ceritakan padaku maksudmu menuduh Rain."

Fleur duduk di atas closet sedangkan Maria duduk di tepi vas bunga keladi— siap mendengarkan penjelasan wanita itu.

"Tidak tau harus kumulai dari mana cerita ini."

"Jadi kita akan habiskan waktu sia-sia disini menunggu kau mendapatkan ide harus mulai dari mana cerita ini?" Maria berkata dingin.

Fleur mengibaskan tangannya."Aku hanya menduga saja."

"Menduga apa?"

"Bahwa pelakunya adalah Rain." Kini bola mata Fleur terlihat tajam— dan menyimpan kebencian. Lalu ia mengangkat bahunya pelan seperti orang yang sedang frustasi."Aku pun sebenarnya tidak yakin ini ada kaitannya dengan penembakanmu atau tidak."

INTOXICATE DESIREМесто, где живут истории. Откройте их для себя