8🌥

70.5K 13.8K 10.1K
                                    

8. Fighting











Zia masuk ke dalam kamar, melepas semua pakaiannya hingga tersisa tanktop saja. Malas ke kamar mandi untuk cuci muka karena terlalu lelah. Ia memutuskan langsung naik ke kasur, membaringkan tubuhnya di sana. Melepas sejenak penat yang melanda.

Ia tadinya melamun, kemudian tertawa sendiri. "Anjir, lucu banget idup gue."

"Yang laen udah pada nikah, punya anak, lah gue 6 tahun kayak orang bego mikirin masa lalu yang udah punya masa depan."

Zia kemudian duduk, memutar bola matanya karena mengingat wajah Bima. "Puas lo Bim ngerusak kisah cinta gue? Hah? Om om gila, nggak tau diri, kurang ajar!" serunya sambil memukul bantal berulang kali.

"Dikira demen apa ngedrama kayak gini? Hah? Pura-pura selingkuh lah, alay tau nggak najis jijik geli!" teriaknya sambil meremas guling di depannya.

"Pengen kayak orang normal gue tuh, nggak ada berkorban korban kayak gini. Nggak ada bisnis-bisnis tai yang ngerugiin papah!!"

Zia kembang kempis, berdiri dari kasur dan menginjak guling di kasur. Membayangkan wajah orang yang terus mengancamnya bertahun-tahun. "Lo kira gue mau pasrah? Lo kira gue sebaik itu mau relaiin cowok gue?! Hah? Gue bucin banget anjir dulu!"

"Kalo lo nggak ngancem kita masih bisa pacaran! Nathan nggak bakal benci sama gue, nggak bakal pisah, nggak bakal punya pacar baru! Kita bisa nikah kayak bunda sama Luna!"

Zia terus mengeluarkan unek-uneknya, toh tidak ada yang bisa mendengar. Tapi karena lelah dia jadi diam, menutup kedua matanya dengan lengan. Detik berikurnya menangis dengan kencang sampai bahunya bergetar. "Capek tau nggak... sakit dada gue kayak dipukul-pukul."

Zia duduk lagi di kasur, mengambil guling dan menutup wajahnya. "Gue nggak rela, semua nggak adil buat gue yang udah berkorban sampe kayak gini...."

Seperti malam-malam sebelumnya, dia akan menangis sendirian.




Lalu tersenyum seolah tidak punya masalah di pagi hari.



"Sarapan, Zi." Papah datang meletakkan pancake dengan semangkuk madu kecil. "Papah nyoba buat nggak tau enak apa enggak." katanya sambil cengengesan.

Zia yang sedang bermain hp melirik, lalu tersenyum. "Nggak mungkin nggak enak," ucapnya sambil menaruh hp di meja. Lalu menarik piring pancakenya.

Ia menoleh pada papahnya yang masuk ke dapur lagi, lalu muncul Bintang dan Bulan yang menganggu papah di dapur. Membuat matanya tiba-tiba berair, ia menunduk dengan perasaan terharu. Mengunyah pancakenya begitu lambat. Menahan tangis saat makan benar-benar menyesakkan.


Kadang Zia jahat menyesal telah melepas Nathan, tapi di saat bersamaan dia bersyukur berhasil menyelamatkan papahnya dan melihat keharmonisan hari ini.

Kayak, tolong lah, kasih hal yang setimpal dari pengorbanannya... siapa sih yang betah disakitin terus?

"Pah?"

Pintu rumah terbuka, mereka semua langsung melihat ke sana termasuk Zia. Cewek itu langsung tersedak, menghapus air matanya dan cepat-cepat mengunyah makan. Nathan melirik cewek itu sesaat, lalu masuk dan meletakkan box cake di meja.

"Eh, Nath!" Papah tersenyum sangat lebar, senang sekali kedatangan sang putra. "Tumbenan pagi, sini ikut sarapan!"

"Bang," Bintang langsung menghampiri Nathan, memeluknya dengan erat.

Nathan terkekeh. "Lo kemana aja baru nongol? Lupa sama gue??"

Bintang tertawa sambil mengusap hidungnya. "Agak sibuk," jawabnya membuat Bulan mencibir di sampingnya.

Little Promise ( AS 3 )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang