10🌥

86.3K 14.2K 14.8K
                                    


RAMEIIN DONG YAKALI ENGGAAAAA





10. Lupaiin?





Zia : lo di mana?

Luna : rumah cowok gue

Zia : ada siapa aja

Luna : kita bertiga, gue ical gibran

Luna : LO TUH YAAAA

Luna : SINI GA ANJ



Zia menarik napas dalam, melangkah masuk ke dalam rumah Gibran. Di ruang tamu ada Gibran yang sedang duduk tenang dan Luna yang sedang mondar-mandir nyerocos sendiri. Ia gantian menatap Ical yang duduk di pojokan dengan wajah kusut dan lemas.

"Lo ember banget sih, Cal??" omel Zia hendak menjambak rambut Zia tapi Luna dan Gibran menariknya menjauh. "HEH HEHHH."

"Gue dipaksa," lirih Ical langsung berdiri kabur. Zia masih mengumpat memarahi cowok itu.

"Heh lo jangan marah sama Ical ya! Gue yang harusnya marah!" omel Luna lalu mendorong Zia agar duduk. Ketika Gibran menawari minum Luna langsung menatapnya tajam. "Nggak usah dikasih minum!"

Zia membuang muka dengan wajah sebal, masih melirik Ical dengan sinis. Seolah habis ini dia akan memberi pelajaran orang itu. Dia sudah susah-susah menjaga rahahasianya 6 tahun.

"Gue sahabat lo nggak sih, Zi?" lirih Luna sambil berkacak pinggang.

Garis wajah Zia langsung menurun, menatap Luna dengan kerjapan lemah. "Gue—"

"Kayak, kalo semalem Ical nggak keceplosan terus gue paksa dia pasti lo nggak punya niatan jujur sama gue kan?" tanya Luna. "Gue berasa nggak berguna banget jadi temen lo."

"Sorry," Zia menunduk sambil menautkan tangannya. "Nggak segampang yang lo kira, Lun."

"Ical bisa tau kenapa gue enggak??" tanyanya.

"Lo kan lemes." sahut Ical.

"Diem." Gibran langsung menatapnya tajam. Jujur juga kecewa karena selama ini dia telah salah sangka, sekaligus tak percaya orang bisa menyimpan rahasia selama itu.

"Bener lah, kalo Zia ngasih tau lo udah seratus persen gue jamin lo langsung bocor ke Nathan. Rencana Zia jadi gagal," sahut Ical berusaha membela.

Ekpresi Luna langsung melunak. "Lo tau nggak sih rasanya pengen percaya kalo sahabat lo nggak ngelakuin hal salah, sekaligus inget gue nggak bisa kehilangan lo."

"Maaf.." Hanya itu kata yang bisa Zia ucapkan. Tak ada persiapan untuk menyediakan alasan karena terlalu tiba-tiba.

Luna menyisir rambutnya ke belakang. "Anjir lah, kayak kita dibadutin doang 6 tahun ini. Itu bapaknya Nathan juga sialan! Siapa sih namanya hah??! Pengen gue penjaraiin aja rasanya ah elahhh!"

"Kalem," Gibran mengusap bahunya. Ia kemudian menoleh pada Zia. "Terus keputusan lo gimana?"

Zia mengangkat bahunya. "Jangan ada yang bilang sama Nathan deh tolong, makin runyam asli."

"Nggak," Luna menggeleng. "Enak aja lo, nunggu apa lagi emang hah? Lo tau kan dia nggak punya cewek?? Mau apa lagi sekarang ngerahasiaiin?"

Zia terkekeh heran. "Terus lo berharap apa kalo Nathan tau? Lo pikir dia nggak makin marah karena tau diboongin?"

"Lo emang harus dimarahin sih," Luna mengangguk. "Lo punya banyak kesempatan buat buktiin ke orang kalo lo nggak salah."

Zia berdecak sambil menahan tangis. "Sumpah ya pada enak banget ngomong, lo ngerasaiin dulu deh diancem sama orang gede. Gue nih sehari aja pengen tidur tenang susah, mikirin Nathan lah mikirin bokap!"


Little Promise ( AS 3 )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang